Mohon tunggu...
Jafar G Bua
Jafar G Bua Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Photo Journalist CNN Indonesia, salah satu stasiun televisi yang menjadi bagian dari CT Corp dan CNN International. Saat ini bekerja dan berdomisili di Pulau Sulawesi, namun ingin berkelana ke seluruh pelosok Nusantara Jaya. Semua tulisan di microsite ini dapat dikutip sepanjang menyebutkan sumbernya, sebab ini semua adalah karya cipta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Santoso Menebar Teror: Dari Gunung Biru ke Lembah Napu

6 April 2016   16:30 Diperbarui: 8 April 2016   11:10 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polisi mengklaim selama kurun waktu 2005-2007, upaya-upaya penegakan hukum yang dilakukan mampu menghancurkan jejaring terorisme di Poso. Polisi menyebut selama 2008-2009 kelompok ini praktis lumpuh. Sampai akhirnya pada 2009 muncul gagasan Abu Tholut dengan Santoso, juga Ustadz Yasin membentuk Qoidah Aminah di Poso. Langkah awalnya adalah adalah tadrib, pelatihan tempur untuk membentuk asykari, laskar militer. Itulah yang menjadi cikalbakal kelompok Mujahiddin Indonesia Timur. Jamaah Ansharuttauhid di bawah Ustadz Yasin menjadi penyokong kelompok ini. Kemudian adapula sisa-sisa kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di bawah Sabar Subagyo alias Abu Autad Rawa. Santoso pun ditunjuk sebagai amir, pemimpinnya.

Kelompok sipil bersenjata yang berbasis di Poso, Sulawesi Tengah inilah yang kemudian melanjutkan cita cita mendirikan Negara Islam yang merupakan kelanjutan dari cita-cita kelompok lintas Tanzim Aceh yang gagal pada 2010 karena dihancurkan oleh Polisi. Mereka berniat menjadikan Poso sebagai Qoidah Aminah, daerah persiapan pembentukan Negara Islam Indonesia.

Lalu pada Januari 2011, JAT pun membangun cabangnya di Poso. Ustadz Yasin diangkat sebagai Amir dan Santoso ditetapkan sebagai pimpinan asykari JAT wilayah Poso. Sejak saat itu, Santoso-lah yang bertanggungjawab untuk serangkaian tadrib asykari ini. Pesertanya, adalah mujahidin lokal serta para mujahidin luar Poso yang rata rata adalah para pelarian kasus terorisme di Jantho Aceh 2010, kasus bom Universitas Bung Karno 2010, dan sejumlah kasus lain.

Tapi jangan disangka mereka memiliki peralatan tempur yang memadai. Mereka cuma punya sebanyak 3 pucuk senjata. Kas asykari pun kosong melompong. Sejak saat itu, aksi-aksi fa'i, pencarian dana pun dilakukan. Untuk melengkapi senjata, sasaran paling mudah kelompok ini adalah para Polisi yang bertugas di lapangan. Catat saja aksi mereka; pada 25 Mei 2011, Aryanto Haluta dan beberapa orang lainnya, menembak mati dua anggota Polri dan melukai seorang anggota Polri yang sedang berjaga di pos Bank Central Asia di Jalan Emmy Saelan Palu. Mereka berhasil merampas dua pucuk senjata api laras panjang jenis V2. Kemampuan senjata ini lebih baik daripada pendahulunya SS-1 yang banyak dipakai anggota Polisi. Tapi aksi ini mudah tercium aparat. Aryanto Haluta dan Rafli alias Furqon ditangkap Polisi. Fauzan alias Charles dan Dayat alias Faruq yang juga terlibat dalam aksi itu tewas ditembak Polisi. Tentu saja penangkapan ini melemahkan kelompok Santoso. Apalagi kemudian Polisi menangkap Ustadz Yasin dan Papa Enal yang menjadi wakil ketua JAT Wilayah Poso.

Sejak saat itu, Santoso mulai merencanakan pelarian dan persembunyiannya. "Kadang dia hilang seminggu terus balik lagi. Setelah itu menghilang lagi. Kalau ditanya, dia cuma diam," tutur Suwarni, istri Santoso kepada saya, Koresponden CNN Indonesia dan foto jurnalis Anindita Pradana di rumahnya di Tambarana, Poso Pesisir Utara, pekan terakhir Maret lalu.

Santoso kemudian ditetapkan namanya masuk dalam daftar pencarian orang. Sejak saat itu, Santoso menghilang dari rumah. Komunikasi dengan istrinya dilakukan lewat telepon selular. Gunung Biru, Tamanjeka dipilih sebagai tempat persembunyian kelompok ini. Santoso pun menghubungi Sabar Subagyo alias Abu Autad Rawa alias Daeng Koro di Makassar. Ia meminta pecatan angggota Korps Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat itu bergabung dengan dirinya dalam persembunyian. Ia pun menugaskan Imron dan Bahrunnaim untuk menghubungi petempur-petempur dari luar Sulawesi Tengah agar bergabung dengan kelompoknya di Poso. Para lulusan Akademi Militer Afghanistan pun diundang. Gayung pun bersambut. Zipo alias Ibenk asal Bima yang terlibat kasus bom UBK pada Juli 2011 menyatakan bergabung dengan kelompok Santoso. Tapi lagi-lagi kelompok ini tersandung pada ketiadaan dana operasi sampai kemudian Rizki dan Cahya di Surabaya, Jawa Timur yang bersimpati pada kelompok ini meretas situs investasi online Speedline. Mereka berhasil membobol kas perusahaan investasi ini lebih dari Rp7 miliar. Sekarang, Santoso dan kelompoknya bisa bernafas lega.

Pada awal 2012 mereka pun mulai melakukan perekrutan calon peserta pelatihan dari pelbagai wilayah di luar Poso meliputi Medan, Sumatera Utara, Bima, Nusa Tenggara Barat dan Solo, Jawa Tengah. Sejak saat itu, sel-sel kelompok sipil bersenjata dari pelbagai daerah pun menyatakan dukungannya pada MIT. Beberapa di antaranya adalah mantan pengikut Noordin Moh Top dibawah Badri Hartono yang menamai diri Alqaeda Indonesia. Lalu kelompok Beji, Depok di bawah Abu Thoriq, kelompok Pamulang di bawah pimpinan Kodrat, adapula kelompok Mujahidin Indonesia Barat di bawah kendali Abu Roban, pelarian kasus Jantho Aceh. Belakangan sejumlah kelompok Bima dan Makassar, Sulawesi Selatan menyatakan sokongan mereka pada Santoso.

Asykari pimpinan Santoso ini pun akhirnya merasa diri kuat. Pada 2012 itu pula dengan menjadikan daerah Gunung Biru, Tamanjeka sebagai basis mereka, Santoso pun diangkat sebagai amir Mujahiddin Indonesia Timur. Asykari diserahkan kendalinya apda Daeng Koro pecatan Kopassus yang juga alumini Akademi Militer Moro, Philipina Selatan. Latihan-latihan asykari pun makin digiatkan.

Akhirnya Polisi memakai strategi baru untuk melumpuhkan kelompok ini. Pada 2012 Polisi berhasil menangkap pentolan-pentolan kelompok penyokong MIT di Poso. Polisi bergerak cepat menangkap kelompok Badri dan Farhan Solo, Jawa Tengah. Lalu penangkapan Cahya dan kawan-kawannya di Bandung, Jawa Barat. Diteruskan dengan penangkapan kelompok Kodrat di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten menangkan kelompok Beji di Depok, Jawa Barat. Abu Roban yang mendaulat diri sebagai pimpinan Mujahiddin Indonesia Barat pun diringkus Polisi. Sejumlah kelompok teroris di Bima, NTB dan Makassar, Sulsel pun diobrakabrik Polisi.

Rangkaian operasi Kepolisian itu membuat MIT Poso bereaksi. Pada 8 Oktober 2012, kelompok Santoso menculik dan membunuh dua anggota Polres Poso. Senjatanya dirampas pula. Lalu Pos Polisi di depan SMAKER Poso di ujung Jembatan Poso dibom. Beberapa polisi terluka terkena serpihan bom.

Polisi tentu tidak tinggal diam. Ustad Yasin ditangkap. Lalu Zipo ditembak mati dalam sebuah penyergapan. Beberapa orang anggota asykari ditangkap di Kalora, Poso Pesisir Utara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun