Suatu waktu, ketika saya sedang mengajar di kelas. Salah satu murid menanyakan hal berikut:
Kalau ke atas itu naik, ke bawah itu turun, ke dalam itu masuk, kalau ke luar itu ke mana?
Sebagai guru Bahasa Indonesia, tentu pertanyaan ini harus saya jawab dengan tuntas dan jelas. Untungnya saya bisa menjawabnya. Karena pertanyaan semacam ini sering saya temui sejak dari SMA. Di mana pertanyaan tersebut lebih bersifat sebagai hiburan. Mengapa hiburan? Karena pada dasarnya, kami tidak diharapkan memberikan jawaban serius, melainkan hanya perlu tertawa sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang jawabannya tidak kami ketahui.
Di bangku kuliah, pertanyaan ini muncul kembali. Namun, dijawab oleh dosen dengan pendekatan ilmiah. Maka setelah menjadi guru, pertanyaan ini bukan lagi pertanyaan hiburan yang akan memunculkan tawa karena ketidaktahuan. Melainkan sebuah pertanyaan yang mesti dijawab dengan benar dan tentu akan mengurangi nilai hiburannya.
Baiklah.
Kalau ke atas itu naik, ke bawah itu turun, ke dalam itu masuk, kalau ke luar itu ke mana?
Maka jawabannya adalah keluar.
Loh, bukannya ke luar dan keluar sama saja?
Antara ke luar dan keluar bukanlah hal yang sama. Memang dalam percakapan, ke luar dan keluar seolah tidak terbedakan. Akan tetapi, pada ranah tulisan, kita dapat melihat perbedaannya, yaitu ada yang tanpa spasi dan ada yang dengan spasi. Atas perbedaan ini tentu akan memunculkan definisi dan fungsi berbeda pada kedua kata tersebut.
Ke luar
Ke luar adalah sebuah frasa preposisional yang terbentuk oleh kata depan sebagai penanda yang diikuti dengan kata atau frasa sebagai porosnya. Kata depan yang dimaksud adalah ke yang menunjukkan tempat atau posisi. Contoh lainnya yaitu ke atas, ke bawah, ke dalam, ke Karawang, dan ke Jakarta.