Mohon tunggu...
Jaenudin
Jaenudin Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pembelajar

Suka baca dan tulis.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Luar Biasanya Orang-Orang Biasa, Resensi Novel "Orang-Orang Biasa" Karya Andrea Hirata

30 Januari 2024   18:30 Diperbarui: 30 Januari 2024   20:57 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: Orang-Orang Biasa
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun Terbit: Februari 2019
Tebal: 262 halaman
ISBN : 978-602-291-524-9

Barangkali yang paling melekat pada sosok Pakcik Andrea Hirata adalah novel pertamanya, Laskar Pelangi. Sukar disangkal bahwa kelahiran Laskar Pelangi telah cepat membesarkan namanya di dunia kesusastraan Indonesia. Kesuksesannya itu terbukti dari dialihwahanakannya Laskar Pelangi ke layar lebar, dialihbahasakan kebelbagai bahasa di dunia, serta meraih banyak penghargaan.

Pencapaian gemilang itu tentulah buah dari kecerdikan Pakcik Andrea dalam menyemai setiap keping memoar dalam kepalanya. Terlebih Pakcik menyuguhkan cerita yang kuat, bertabur satire, serta ironi yang acap kali dibungkus komedi. Hal itulah yang menjadikan karya-karyanya penuh rasa. Setiap keping permasalahan itu berkelindan, mencipta plot yang tidak sederhana sebab konflik yang dibangun begitu mendalam.

Dalam Orang-Orang Biasa ini, Pakcik Andrea kembali mengangkat tema pendidikan, kemiskinan, juga kaum marjinal. Tema-tema inilah yang selalu menjadi andalan dalam setiap novelnya.

“Saya enggak bisa keluar dari tema orang-orang marjinal, orang terpinggirkan dan lain-lain. Karena saya berasal dari budaya seperti itu.” Begitulah kata Pakcik.

Orang-Orang Biasa
Pada bab pertama, Pakcik menggambarkan keadaan kota Belantik lewat papan tulis statistik kejahatan yang dipandangi lesu oleh Inspektur Abdul Rojali dan anak buahnya Sersan P. Arbi. Lesunya Inspektur Abdul Rojali bukanlah karena terlalu lelahnya dia menumpas kejahatan di Belantik, melainkan karena terlalu sepinya kota itu dari tindak kejahatan. Inspektur tidak begitu menyukai situasi yang membuatnya terlena. Apa yang dialami Inspektur adalah semacam paradoks tanggung jawab, begitulah teori Pakcik.

Dari penggambaran situasi ini, nampaknya Pakcik sedang memberikan isyarat bahwa novel kali ini memiliki elemen yang berbeda dari karyanya sebelumnya. Hal ini sedikit demi sedikit mulai terbukti ketika cerita mulai memperkenalkan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh-tokoh itu adalah Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Nihe, Dinah, Janilah, dan Debut.

Kesepuluh tokoh ini diperkenalkan secara berkala dalam beberapa bab. Perkenalan dimulai dari masa ketika para tokoh bersekolah di SMA. Mereka begitu jauh dari kata menang, berhasil, atau unggul. Mereka selalu kalah, tertinggal, dan terundung. Terutama Salud yang selalu mendapat perundungan dari Trio Bastradin dan Duo Boron. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari kesepuluh tokoh ini. Di bab-bab selanjutnya, secara bergantian Pakcik menceritakan tentang lesunya Inspektur Abdul Rojali dan anehnya sepuluh sekawan itu.

Pada satu kesempatan, kita juga disuguhkan tentang mulianya hati Inspektur Abdul Rojali. Sang Kakak−anak pertama Inspektur−tidak diterima di sekolah perawat, sedangkan enam kawannya dinyatakan lulus. Inspektur mendapat kabar baik bahwa Kakak akan diterima karena Kepala Sekolahnya mengenali Inspektur, semacam diberi keistimewaan karena Inspektur adalah pejabat. Inspektur Abdul Rojali menolak karena merasa ia hanyala polisi biasa. Solusi lain datang, yaitu Kakak masih bisa bersekolah di kota yang sama dengan keenam kawannya dan tetap mengambil jurusan perawat. Namun, di sekolah swasta dan untuk biaya bisa dicarikan beasiswa. Inspektur kembali menolak.

“... aku masih bekerja, banyak anak tak mampu yang lebih perlu beasiswa itu.” (hal. 65).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun