Di penghujung akhir masa jabatannya yang kedua, Bupati Wonosobo Kholiq Arif berpacu mewujudkan berbagai inovasi pembangunan daerah. Salah satu yang cukup fenomenal adalah upayanya mengembangkan Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda). Menurutnya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dipandang perlu menyinergikan komponen-komponen yang terlibat dalam urusan kesehatan dalam sebuah sistem yang terintegrasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Pembentukan Perda Siskesda ini sejatinya juga merupakan amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 136 untuk menindaklanjuti urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ke Daerah.
Sebagaimana diketahui, desentralisasi adalah proses penyerahanurusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Sedangkan otonomimerupakan proses penerimaan urusan pemerintahan yang diserahkan tersebut oleh Pemerintah Daerah. Mengutip istilah Wahid & Harjadi (2014), desentralisasi merupakan ijab dari Pemerintah Pusat atas kewenangan yang diserahkan dan otonomi merupakan qobul dari Pemerintah Daerah untuk menerima kewenangan dimaksud. Qobul ini diwujudkan dalam bentuk Perda yang mengatur tentang berbagai urusan pemerintahan yang diserahterimakan. Termasuk diantaranya adalah urusan kesehatan yang merupakan salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Perda Siskesda inilah yang menjadi dasar hukum pelaksanaan otonomi kesehatan di Daerah dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah bidang kesehatan, rencana strategis, dan rencana kerja dinas kesehatan.
Rijadi (2014) menyatakan bahwa Siskesda setidaknya disusun untuk dua keperluan. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi saat ini dan sebagai panduan dalam mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi di masa depan. Pembagian peran dan kewenangan antara dinas kesehatan, rumah sakit umum daerah (RSUD), dan puskesmas sebagai organisasi penyelenggara otonomi kesehatan di daerah misalnya, merupakan isu penting yang sampai saat ini terus berlangsung. Ketidakjelasan tata hubungan ketiganya menyebabkan berbagai macam masalah dan kendala dalam pencapaian target pembangunan kesehatan. Masalah lain yang cukup krusial adalah pelaksanaan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang tentu pula memerlukan antisipasi-antisipasi tersendiri sehingga tidak menimbulkan permasalahan di masa mendatang. Untuk dua contoh kasus tersebut, Siskesda diharapkan mengatur dan menegaskan pembagian peran, tugas, dan pola hubungan para pelaksana tugas otonomi kesehatan secara sinergis, disamping mengantisipasi pelaksanaan kebijakan JKN dan MEA terutama dalam menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang diminta JKN, serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian masuknya sediaan farmasi, perbekalan kesehatan, dan makanan dari luar.
Siskesda dapat diibaratkan sebagai rumah besar yang menghimpun dan mengelola berbagai komponen urusan kesehatan yang diserahterimakan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Komponen urusan kesehatan tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mencakup upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, komponen tersebut ditambah dengan penelitian dan pengembangan kesehatan.
Melalui telaah dan diskusi mendalam, Kabupaten Wonosobo akhirnya menetapkan lima komponen urusan kesehatan sebagai subsistem utama Siskesda-nya. Komponen tersebut adalah upaya kesehatan, sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan makanan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan manejemen kesehatan. Komponen pemberdayaan masyarakat dilihat sebagai salah satu bagian subsistem upaya kesehatan, sedangkan komponen penelitian dan pengembangan kesehatan merupakan bagian dari subsistem manajemen kesehatan. Keduanya dikeluarkan dari subsistem besar Siskesda dan diintegrasikan ke dalam subsistem terkait.
Dari lima subsistem yang ditetapkan, kita segera dapat melihat urusan kesehatan secara keseluruhan secara lebih gamblang. Bahwa upaya kesehatan merupakan inti urusan kesehatan, sedangkan sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan makanan, SDM kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan manejemen kesehatan merupakan komponen pendukung yang diperlukan untuk terlaksananya upaya kesehatan. Pengelolaan keempat subsistem tersebut sudah seharusnya diarahkan bersama-sama untuk mendukung tercapainya tujuan dan target upaya kesehatan.
Dengan mempertimbangkan kondisi lokal daerah, dipilih enam belas upaya kesehatan prioritas dari total dua puluh empat upaya kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012. Upaya kesehatan tersebut meliputi kesehatan ibu, anak, remaja dan KB, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar, promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah, kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, kesehatan jiwa, kesehatan pada bencana, kesehatan gigi dan mulut, penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran, pengembangan kesehatan tradisional, alternatif, dan komplementer, serta pelayanan forensik klinik dan pelayanan bedah mayat.
Masing-masing upaya kesehatan di atas memiliki dua sisi upaya pelayanan, yaitu upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP). UKM merupakan pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan UKP merupakan pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan secara perorangan. Sesuai dengan sifat pelayanannya, pembiayaan UKM sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara UKP pembiayaannya menjadi tanggung jawab individu, yang mana pelaksanaannya saat ini diatur dan dikelola melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Ada beberapa konsep baru yang muncul dalam pengembangan Siskesda di Kabupaten Wonosobo. Diantaranya adalah pembentukan jaringan UKM dari kabupaten sampai ke tingkat desa dalam bentuk Pos UKM Desa. Sebagai UKM tingkat pertama, Pos UKM Desa merupakan unit pelayanan pemerintahan desa yang bertugas menggerakkan pembangunan kesehatan desa dengan dukungan pembiayaan dari desa dan supervisi teknis dari puskesmas. Pengembangan Pos UKM Desa ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana dikatakan bahwa desa memiliki hak dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Dengan alokasi anggaran yang berlimpah nantinya, desa didorong terlibat secara aktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan penduduknya melalui pemberian kewenangan melaksanakan UKM. Infrastruktur dan SDM kesehatan berupa poliklinik kesehatan desa (PKD) yang telah ada sebelumnya diperkuat untuk melaksanakan fungsi tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Siskesda menetapkan proporsi anggaran kesehatan Pemerintah Kabupaten sebesar minimal 10 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di luar gaji. Anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya ditetapkan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggaran kesehatan dalam APBD. Alokasi pembiayaan untuk pelayanan publik dimaksud terutama untuk UKM tingkat pertama dan UKM tingkat kedua, serta UKP bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar yang tidak terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS. Sisanya yang 1/3 digunakan untuk keperluan belanja modal fasilitas kesehatan perorangan tingkat pertama dan tingkat kedua milik Daerah. Pembagian proporsi anggaran yang demikian itu merupakan wujud keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap pelayanan publik bagi warga masyarakatnya.
Hal lain adalah menyangkut kelembagaan dan pembagian tugas diantara penyelenggara otonomi kesehatan di kabupaten. Penanggung jawab penyelenggaraan urusan kesehatan adalah Dinas Kesehatan, sementara RSUD, puskesmas, Pos UKM Desa, termasuk fasilitas kesehatan milik swasta dan masyarakat merupakan pelaksana urusan kesehatan. Dinas Kesehatan dengan status kelembagaan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki fungsi rangkap sebagai regulator sistem kesehatan sekaligus sebagai pelaksana pelayanan kesehatan, dalam hal ini melaksanakan fungsi UKM tingkat kedua. RSUD sebagai Lembaga Teknis Daerah (LTD) melaksanakan fungsi UKP tingkat kedua, sedangkan puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan melaksanakan fungsi UKM dan UKP tingkat pertama. Sementara Pos UKM Desa yang merupakan fasilitas kesehatan yang dikelola oleh Pemerintah Desa melaksanakan fungsi UKM tingkat pertama. Tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga serta tata hubungan diantara mereka diatur secara detail dalam Siskesda.
Harmoni dan keteraturan dalam penyelenggaraan urusan kesehatan tampaknya menjadi cita-cita besar Bupati Kholiq Arif sebelum mengakhiri masa jabatannya. Keinginan tersebut ia wujudkan melalui kebijakan pengembangan Siskesda. Ibarat membangun sebuah rumah, Kabupaten Wonosobo telah belajar mendisain, mengumpulkan komponen material yang diperlukan, dan menyusunnya sendiri tahap demi tahap disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan para penghuninya. Betapa bahagianya menempati rumah idaman yang dibangun dengan kaki dan tangan sendiri. (jaelan, ketua tim penyusunan draft siskesda kabupaten wonosobo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H