Mohon tunggu...
Jaelan Sulat
Jaelan Sulat Mohon Tunggu... PNS -

Penanggung jawab program pencegahan dan pengendalian penyakit dinas kesehatan kabupaten, pendiri dan pegiat lembaga sosial peduli HIV, suami dan bapak 3 putri yang berusaha tetap setia. membaca dan menulis adalah keseimbangan untuk berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat Melalui Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda)

14 Agustus 2014   19:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:33 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita besar mewujudkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya semenjak Deklarasi Alma Ata tahun 1978 dengan visi Sehat Untuk Semua Tahun 2000 (Health for All by The Year 2000) hingga yang terakhir Deklarasi Milenium dengan program Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDG’s) Tahun 2015 dinilai gagal diwujudkan. Salah satu faktor yang diduga turut menjadi penyebabnya adalah kurang atau bahkan tidak berpihaknya operasional kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah terhadap upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan lebih mementingkan upaya kesehatan perorangan (UKP). Strategi-strategi kebijakan pembangunan kesehatan yang mengedepankan UKM seperti Primary Health Care (PHC), gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, atau komitmen pencapaian program MDG’s menjadi tidak bermakna karena lemahnya dukungan penganggaran dan dukungan manajemen dalam pelaksanaannya.

Situasi ke depan diprediksikan kurang lebih akan tetap sama. Pemberlakuan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014 lalu merupakan salah satu indikatornya. Program JKN cenderung menitikberatkan pada UKP dan menafikan UKM sama sekali. Program tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi peserta yang bersifat perorangan, baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun di fasilitas kesehatan tingkat kedua (FKTK). yang mengatur tentang penggunaan dana kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik Pemerintah Daerah dan Permenkes Nomor 27 Tahun 2014 yang mengatur tentang tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan lanjutan memperkuat sinyalemen tersebut.

Bahwa dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan perorangan. Sementara pelayanan di rumah sakit selaku fasilitas kesehatan tingkat kedua dibayar dengan sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG’s) yang merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi out put pelayanan secara perorangan.

Indikator lainnya tampak dari minimnya proporsi anggaran kesehatan untuk membiayai kegiatan UKM, baik dari sumber APBN maupun APBD. Sumber-sumber pembiayaan kesehatan dari Pemerintah Pusat berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) seluruhnya diarahkan untuk mendukung UKP. Permenkes Nomor 84 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2014 menyatakan bahwa DAK Bidang Kesehatan diarahkan untuk kegiatan subbidang pelayanan kesehatan dasar, subbidang pelayanan kesehatan rujukan, dan subbidang pelayanan kefarmasian. Untukkegiatansubbidang PelayananKesehatanDasardigunakanuntukpemenuhansarana,prasaranadan peralatan bagi Poskesdes, Puskesmas dan jaringannya. Untukkegiatansubbidang pelayanan kesehatan rujukan digunakan untuk pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana danperalatanbagirumahsakit provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan untuk kegiatan subbidang pelayanan kefarmasian digunakan untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untukfasilitas pelayanan kesehatan dasar dan penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten/kota.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sangsi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau mengatur penggunaan DBHCHT bidang kesehatan adalah untuk penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok. Di tingkat kabupaten, ketentuan ini ditafsirkan secara rigid melalui kebijakan DBHCHT bidang kesehatan ‘hanya’ boleh digunakan untuk penyediaan sarana dan prasarana (belanja gedung dan belanja alat kesehatan) penderita penyakit jantung dan paru.

Proporsi penggunaan anggaran kesehatan bersumber APBD pun tidak jauh berbeda, mayoritas dialokasikan bagi belanja modal sarana pendukung kegiatan UKP. Satu-satunya sumber pembiayaan yang diandalkan untuk membiayai kegiatan UKM di puskesmas adalah Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang jumlahnya relatif sangat kecil. Penggunaan dana tersebut difokuskan pada berbagai kegiatan berdaya ungkit tinggi dan merupakan upaya pelayanan kesehatan promotif dan preventif yang dilakukan dalam rangka pencapaian target MDGs di Puskesmas dan jaringannya. Ilustrasi timpangnya proporsi pembiayaan untuk kegiatan UKM dan UKP dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Proporsi Alokasi Anggaran Kesehatan Kabupaten Wonosobo Tahun 2014

INSTITUSI

TOTAL

GAJI/JASA PELAYANAN

UKP

UKM

RUPIAH

%

RUPIAH

%

RUPIAH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun