Gemercik gerimis yang sadis, ciptakan dentum yang alum di dalam dada. Hingga tanpa sadar tersesat dalam imaji. Menghadirkan gambaran teduh yang pernah ada. Masih kusempurnakan arsiran sepasang bola mata dalam bayang, sebab ada pijar yang berpendar hingga merenggut kenang. Serta seulas senyum yang mengiringi jatuhnya air hujan dan air mata.
Menggigil bukan karena dingin, tetapi karena terpanggil sebuah ingin, dan mungkin hanya akan tersampaikan lewat angin.
Sebab, di atmamu kini sudah ada yang lain. Sakitkah yang kurasa? Jangan kau tanya! Biarlah inginku bermuara semestinya. Seperti hujan, ia pun akan reda dengan sendirinya.
Karena inginku hanya sebuah temu, yang kubiarkan sakit. Because rain is pain ...
Very longing you, but can only praying and writing poetry just for you. Honey .... Â
Erie, Indramayu, 27 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H