Jadi mahasiswa gak lengkap dong kalau belum pernah demo, serius! Yang masih jadi mahasiswa aku saranin buat sekali-sekali lah ikutin tuh kegiatan BEM, UKM atau Organisasi kemahasiswaan lainya, kan tahu sendiri yang numbangin orde baru tahun 98 tu siapa? Mahasiswa dong! Tapi banyak juga elemen masyarakat lain yang ikut turun ke jalan. Jadi kalau jadi mahasiswa gak pernah ikut demo, bahasanya jadi menghianati menghilangkan tradisi dari para senior. Ya gak sih. Hehehe...
Nah dari peristiwa 98 itu juga aku jadi penasaran sama salah satu organisasi mahasiswa yang waktu itu tulisannya terekam kamera televisi. Betul sekali KA**I. Dulu tulisan itu terpampang jelas dibawa salah satu peserta demo dan aku ngelihatnya keren banget dan cukup trenyuh ngelihat perjuangan demonya bisa sampai menjadi tonggak sejarah awal era reformasi.
Dan rasa penasaran itu makin menjadi terbawa ketika berstatus sebagai mahasiswa di salah satu PTN di Jogja. Di kampus, perlahan mulailah berburu informasi tentang pergerakan dan keorganisasian kemahasiswaan. Karena basic nya mahasiswa yang biasa-biasa saja dan tidak dilirik oleh siapapun cukup sulit juga mencari informasi tersebut. Belum lagi rasa takut dan malu jika benar memang ada, apakah aku cukup layak berada disana. Pokoknya sudah seperti fans lah antara senang dan gimana gitu.
Akhirnya, pada libur semester 4 sekitar tahun 2010 dipertemukan dengan mereka bersama tiga orang teman satu prodi mengikuti D* 1 KA**I. Pertimbangannya adalah semester depan sudah mulai sibuk banyak kegiatan perkuliahan diantaranya KKN dan skripsi, jadi jika tidak sekarang kapan lagi? pikir ku nekad sekarang atau tidak! Dan motivasinya adalah hanya penasaran saja, seperti apa sih KA**I dari dalam, udah kayak mata-mata pokoknya.
Petualangan pun dimulai. Kami menunggu jemputan kendaraan dari pinggir jalan depan kampus. Kendaraan yang ditunggu ternyata sebuah truk yang telah berisi beberapa teman sesama peserta dan juga panitia. Truk melaju pelan karena padatnya jalanan ke arah selatan dari Jalan Gejayan menuju wilayah Kabupaten Bantul, tepatnya tidak tahu. Hingga rombongan berhenti di suatu perkampungan yang cukup sepi hanya ada beberapa rumah penduduk dan berada di pinggiran sungai besar.
Kami ditempatkan di satu rumah joglo yang sudah lapuk tetapi masih kokoh. Pendopo rumah tersebut menjadi pusat koordinasi panitia dan kegiatan nantinya selama tiga hari kedepan. Untuk penginapan, para ikhwan berada di rumah sebelah pendopo sedangkan para akhwat, tidak tahu mungkin berada di sisi lain dari pendopo. Selama kegiatan, pemisahan laki-laki dan perempuan dilakukan secara ketat.
Hingga waktu istirahat tidur, kami diberikan berbagai materi misalnya keorganisasian, kebangsaan, pergerakan mahasiswa, politik dan keislaman. Materi dan diskusi yang diberikan cukup "berat", bagi peserta yang tidak memiliki bekal pengetahuan secara umum dan materi keislaman yang baik, dipastikan akan susah mengikuti bahkan merasa pusing, mual dan muntah.
Peristiwa kocak nan unik pun dimulai. Aku yang pendiam dan sangat biasa saja jadi tokoh antagonis disini. Bagaimana tidak, disaat seluruh peserta berdebat dan merasa sangat berkepentingan tentang materi diskusi aku memilih diam dan santai saja cengar-cengir planga-plongo. Hahahaha....
Saat makan, tentu menjadi waktu yang ditunggu bagi seluruh peserta juga panitia. Namun tidak seperti yang kami kira. Saat itu, kami diberi setumpuk nasi, lauk ikan asin dan beberapa kerupuk yang ditaruh di atas daun pisang untuk sekitar 5-6 orang dimakan secara bersama-sama, tidak ada pembagian. Bagi yang pernah mondok pasti sudah terbiasa. Dan saat itu satu orang peserta kelahiran ibu kota memilih untuk tidak makan dan hanya memakan roti yang dia bawa. Hilang selera kali yah.
Malam tiba dan kami pun istirahat tidur. Tapi, seperti yang aku duga sebelumnya kami tiba-tiba dibangunkan secara paksa sambil disuruh untuk menutup mata menggunakan kain slayer yang sudah dipersiapkan. Dengan mata tertutup, satu per satu dari kami dituntun panitia terpisah satu dan lainya untuk menuju ke suatu tempat. Setelah sampai, terdengar perintah dari salah satu panitia "Akhi tunggu disini..." aku tidak menjawab hanya diam saja. Kemudian terdengar langkah menjauh dari posisi aku berdiri.
Beberapa menit berselang, aku memutuskan jongkok karena capai dan masih dengan mata tertutup. Disekitaran, terdengar gemericik air dan sesekali tangan ku terkena daun cukup tajam. Yah, aku pun menduga ini berada di tepi sungai dan diantara rumput ilalang. Karena bosan, aku memberanikan diri membuka penutup mata dan benar ini berada di dekat sungai dan beberapa meter dari tempat ku, ada peserta lain yang sepertinya kenal dengan pakaiannya meski samar-samar karena gelap hanya bersinar bulan. Dia masih berdiri dan memakai penutup matanya, padahal tidak ada panitia di dekatnya. Aku mencoba mendekat, tetapi dari arah berlawanan terdengar langkah kaki, segera ku berhenti dan memakai kembali penutup mata, kemudian berdiri dan diam.
Sesaat kemudian, aku disuruh berjalan dengan masih mata tertutup berpindah ke jalan setapak dan kembali disuruh berdiri, menunggu. Setelah merasa aman, aku kembali membuka penutup mata dan benar teman ku tepat beberapa langkah berada di depan ku berdiri dengan mata tertutup kain. Patuh sekali dia. Aku mendekat beberapa langkah dan bertanya "Siapa nama mu!" dengan nada sedikit naik. Tak disangka ia menjawab "Viktor akhi..." mau tertawa tapi takut ketahuan aku melanjutkan bertanya "Dari mana asal mu?" eh dia jawab lagi "Saya dari Temanggung akhi..." dengan menahan tawa, aku mundur kembali ke tempat asal karena mendengar langkah kaki dari arah depan dan kembali memakai penutup kepala.
Hening disekitaran dengan hembusan angin malam menerobos jaket yang aku kenakan, hingga datang panitia menyuruh ku membuka penutup mata. Yah salah satu panitia yang terlihat dari pertama mengikuti kegiatan ini, membantu ku dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan diantaranya harus ke kuburan untuk mengambil korek api sebagai penerang, berjalan mengikuti tanda untuk masuk pos-pos yang sudah ada dan lainya.
Setelah selesai mendengarkan penjelasan, aku segera berjalan ke arah yang ditunjukan. Suasana hening temaram lampu 5 watt dari beberapa sudut. Sampailah di kuburan, dan segera mencari korek api sebagai penerang dalam perjalanan. Kuburannya nggak serem-serem amat karena ada lampu penerang yang cukup sehingga aku bisa segera menemukan korek api yang terletak di salah satu makam. Dan iya santai saja gak ada masalah gak kepikiran ada hantu-hantu gitu.
Karena males jalan sendirian, aku berhenti dan berdiri ditepi jalan setapak menunggu teman. Dan ternyata benar, Viktor yang tadi tek kerjain berjalan mendekat. Langsung saja tek cegat dan mengajak jalan bareng menuju pos-pos yang ada. Tentu saja ada rasa bersalah atas keisengan yang disengaja. Kami berdua sampai pada pos terakhir sekitar pukul 05.30 pagi setelah berjalan kira-kira 2-3 km dari rumah penginapan. Setelah itu pulang, isitrahat sebentar dan melanjutkan kegiatan berikutnya.
Sesuai jadwal, hari ini adalah hari terakhir dan aku pun mulai home sick pengen cepat selesai dan pulang. Yah, gimana lagi emang jadi aktivis itu syarat dan ketentuan berlaku dan buat aku sepertinya belum, sesuai dengan motivasi awal hanya penasaran saja. Sekitar pukul 10.00 kami dikumpulkan di sebuah lahan kosong beberapa meter dari pendopo. Kali ini baik ikhwan dan akhwat dikumpulkan bersama. Kesempatan lah curi-curi pandang, sedikit. Â
Materi yang disampaikan adalah tentang demonstrasi. Bukan demo masak ataupun demo kompor gas kayak seles-seles gitu. Kami diberi pembekalan tentang demo serta hal-hal yang harus disiapkan termasuk bagaimana skenario terburuk ketika demo berubah menjadi kerusuhan. Anehnya, instruktur secara perlahan malah menjadi provokator bagi kami. Dengan segala tipu muslihat kalimat ia "mengarahkan" pada kami agar protes dan berdemo ke panitia karena pelayanan dan materi kegiatan yang sudah dijalani.
Kami masuk perangkap. Seluruh peserta kompak mendemo panitia dengan membuat tulisan dan berbondong-bondong menggerudug panitia bahwa mereka tidak becus mengurus kegiatan ini. Sebagai penyelenggara, panitia tidak mau kalah dong. Mereka melawan balik hingga akhirnya terjadilah saling dorong bahkan saling lempar tanah dan berbagai benda yang ditemui. Anehnya kami peserta benar-benar bersemangat untuk menjatuhkan satu persatu dari panitia seolah-oleh mereka benar-benar bersalah dan harus bertanggung jawab.
Saat "kerusuhan" antara peserta dan panitia memuncak, satu orang yang terlihat lebih senior datang dan melerai kami. Dan kami diberi penjelasan ini adalah simulasi, dan peserta memang sudah di setting untuk melakukan demo juga tentang kerusuhan yang terjadi. Dan kami pun berdamai saling bersalaman satu sama lain dan tertawa lepas setelahnya.
Ba'da duhur, kami dikumpulkan dan makan siang bersama dengan cara yang sama. Kali ini, teman yang kemarin merasa jijik dan memilih untuk tidak makan sekarang bersedia makan bersama. Entah karena terpaksa atau hal lainya yang pasti kami menikmati makanan dari panitia. Tidak ada kegiatan setelahnya hanya menunggu panitia mempersiapkan untuk pelantikan dan penutupan kegiatan ba'da ashar nanti.
Upacara pelantikan dan penutupan pun dilaksanakan di lahan kosong sebelah pendopo. Pada saat pelantika seluruh nama peserta dipanggil satu per satu. Namun yang menarik perhatian ku adalah pemimpin upacara pelantikan. Dia orang baru atau belum pernah terlihat selama kegiatan termasuk tidak mengisi materi. Penampilannya sumpah keren, dengan janggut dan berewok yang lebat, memakai sorban abu-abu, sarung melingkar dibahu, setelah pdl lengkap dengan sepatu. Kalau pernah melihat para pejuang Palestina, kira-kira seperti itulah, militan.
Selesai penutupan kami peserta dan panitia saling bersalaman dan mendapat ucapan selamat datang di organisasi tingkat fakultas. Menggunakan kendaraan yang sama saat berangkat, kami meninggalkan perkampungan yang aku pun tak sempat bertanya nama daerah tersebut. Sampai di kampus sekitar ba'da maghrib dan kami berpisah menuju cost masing-masing.
Pagi harinya, aku segera mudik ke kampung halaman karena sudah tidak ada lagi teman di kontrakan. Semua yang terjadi pada saat kegiatan menjadi pengalaman berharga bukan hanya sekedar mengobati rasa penasaran. Menjadi mahasiswa memang memiliki tanggung jawab akademik dan sosial yang lebih. Tergantung pada pilihan kita apakah menjadi mahasiswa yang "hanya" berkutat pada akademis atau menjadi aktivis, semua kembali pada kapasitas diri masing-masing.
Sekian, salam kangen Jogja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H