Mohon tunggu...
Rizky Kurnia Rahman
Rizky Kurnia Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Seorang blogger dan penulis jempolan, maksudnya suka sekali menulis pakai jempol. Blog pribadi, https://rizkykurniarahman.com

Lahir di Jogja, sekarang tinggal di Sulawesi Tenggara. Merantau, euy!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sejatinya, BBM Itu Memang Harus Turun

3 September 2022   21:02 Diperbarui: 3 September 2022   21:06 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuka website insertlive.com, saya tertarik dengan sebuah hasil penelitian yang mengatakan bahwa Indonesia disebut sebagai negara yang paling malas jalan kaki di dunia. Hasil tersebut tersingkap, eh, terungkap dari studi para peneliti di Universitas Standford. Pernah ke sana? Kalau pernah ke sana, coba sebutkan siapa nama penjaga kantinnya?

Data yang dipakai dalam penelitian tersebut menggunakan data setiap menit dari 700 ribu orang di seluruh dunia. Mereka menggunakan aplikasi pemantau aktivitas bernama Argus di telepon seluler. Sekilas, nama Argus ini seperti nama yang populer di Indonesia ya?

Rupanya, Hong Kong menjadi negara di peringkat pertama. Artinya, penduduknya paling rajin jalan kaki. Mereka rata-rata berjalan kaki 6.880 langkah atau 6 kilometer setiap hari.

Posisi kedua diraih oleh China. Rata-rata masyarakatnya berjalan kaki 6.189 langkah setiap hari. Untuk posisi ketiga dihuni oleh Negara Ukraina berada di posisi ketiga sebanyak 6.107. Jepang ada di posisi keempat (6.010), dan posisi kelima diisi Rusia (5.969). Lho, antara nomor ketiga dan kelima 'kan memang perang toh, rupanya baku lomba juga untuk paling banyak jalan kakinya. 

Nah, ini dia. Negara Wakanda atau Konoha, eh, bukan itu, maksud sebenarnya adalah Negara Indonesia dikatakan rata-rata masyarakatnya hanya berjalan sebanyak 3.513 langkah setiap hari. Wah, jelas kurang sekali! Sebuah produk susu menganjurkan agar jalan kaki minimal 10.000 perhari. Sepertinya, kalau minggat dari rumah, lebih dari jumlah itu deh! 

Posisi kedua oleh Negara Arab Saudi (3.807), diikuti Malaysia di posisi ketiga (3.963), dan Filipina di posisi keempat (4.008). Sementara angka rata-rata global kegiatan orang berjalan kaki setiap hari adalah 4.961 langkah.

Perkataan Anies Baswedan

Dalam sebuah wawancara yang saya lupa acara apa, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pernah mengatakan bahwa yang dibangun sarana kota yang pertama itu adalah untuk kebutuhan yang dipunyai banyak orang. Saya kira sepeda motor, ternyata jawabannya adalah kaki. Hampir semua orang punya, bahkan ada yang lebih dari dua, seperti cap kaki tiga dan pedagang kaki lima.

Kita lihat saja Jakarta, begitu memanjakan untuk pejalan kaki. Trotoarnya dibuat lebar dan cantik, mestinya memang harus dirawat oleh setiap penggunanya. 

Dari hasil penelitian dan ucapan Anies tersebut memang cocok dikaitkan dengan berita terbaru yang datang sore ini. Tepat pada hari ini, tanggal 3 September 2022, pukul 14.30 WIB, terserah merek jamnya, harga BBM naik. Pertalite, yang sebelumnya Rp7.650,00/liter menjadi Rp10.000,00 perliter. Berarti kenaikannya sekitar 30,72%. 

Solar, ini tidak ada kaitannya dengan artis Bajaj Bajuri, Mat Solar, sebelumnya Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00. Artinya punya kenaikan mencapai 32,04%. 

Sementara itu, Pertamax dari Rp12.500,00/liter naik menjadi Rp14.500,00/liter. Kenaikannya berarti sekitar 16%. Sebenarnya kenaikan Pertamax mencapai 38%, karena sudah dinaikkan dua kali di tahun ini. Wah, padahal itu baru Pertamax, belum keduax, ketigax, dan seterusnyax!

Menyikapi Kenaikan Harga BBM

Ada memang solusi menyikapi kenaikan harga BBM ini. Sebagaimana perumpamaan sepatu, kalau mau awet, ya, simpan saja di lemari. Pasti lebih awet. Begitu pula dengan kendaraan bermotor, apakah mau disimpan di lemari juga? Tentunya tidaklah, tetapi prinsipnya sama, kurangi konsumsi BBM dengan mengurangi naik kendaraan. 

Sebenarnya, yang bikin boros itu untuk pemakaian kecil-kecil saja sih, tetapi kalau ditotal besar juga. Misalnya, hanya untuk beli rokok di warung, harus pakai sepeda motor. Padahal terhitung dekat dan mudah dijangkau dengan jalan kaki saja. 

Coba dibiasakan untuk jalan kaki saja atau naik sepeda. Bukankah naik sepeda itu tanpa BBM? Kecuali naik sepeda sambil membawa jerigen yang isinya BBM. 

Bagi perokok apalagi. Kalau untuk membeli rokoknya pakai motor, maka itu kurang sehat. Jalan kaki membakar kalori, setelah itu membakar rokok. Lebih bagus lagi bakar kalori dengan lari pagi bagi seorang perokok. Namun, kok saya belum pernah ya melihat ada orang lari pagi sambil merokok? 

Selain ke warung, ke masjid juga lebih bagus dengan jalan kaki. Saya mengutip pendapat seorang Kompasianer bernama Mbah Ukik. Jalan kaki ke masjid yang jaraknya hanya sepelemparan batu, tetapi ya jangan melempari masjid dengan batu ya, mentang-mentang jarak sepelemparan batu. 

Apalagi dalam kaidah agama Islam, berjalan ke masjid itu kaki kanan menambah pahala, kaki kiri mengurangi dosa. Kan begitu. Makanya, makin jauh jalan kaki ke masjid, Insya Allah kebaikannya makin banyak pula. Semakin jauh, bisa makin banyak bertemu orang. Kalau ketemu orang, bisa diajak juga. Soalnya, sekarang yang mengajak ke masjid itu memang jarang. Terdengar azan sih, tetapi telinganya seperti tersumbat dan kakinya terasa tertambat. 

Efek Kenaikan Harga BBM

Seperti yang diungkapkan dalam banyak media, kenaikan harga BBM itu menyebabkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Teman saya di Facebook menulis status tentang sudah tidak ada lagi free ongkir. Saya tidak tahu dia jualan apa? Sekarang ongkir akan lebih mahal karena memang pakai BBM juga. Tidak mungkin 'kan, yang membawa kurirnya adalah jin?

Namun, saya lihat, sejatinya, seharusnya, semestinya, BBM ini memang harus turun. Pertalite atau Pertamax harus turun. Lho, kok bisa Mas? Apa alasannya? 

Jelas, ini adalah sebuah alasan yang hakiki. Alasan yang tidak bisa dibuat-buat. Alasan yang kita hadapi sehari-hari, sepekan-pekan, sebulan-bulan, dan setahun-tahun. 

Mau BBM itu Pertalite, Pertamax, solar, atau nama lain, di pom bensin maupun penjual eceran, tetap harus turun. Pokoknya tidak, harus turun! Sebab, kalau BBM tidak diturunkan, bagaimana mau masuk ke tangki kendaraan? Dari nozzle Pertamina atau botol berisi bensin bekas botol minuman keras, jika tidak diturunkan, bagaimana mau mengisi tangki? Iya 'kan? Benar bukan? 

Makanya itu, BBM tetap harus diturunkan. Sementara harga BBM, lain lagi ceritanya. Begitu saja tulisan dari saya, cukup sekian dan terima nasib! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun