Sitasi per dosen
Jumlah sitasi yang diperoleh oleh setiap universitas akan dibandingkan dengan jumlah dosen yang dipunyai. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa produktif dosen dalam melakukan publikasi karya ilmiah. Kemenristekdikti sudah memiliki aplikasi SINTA yang dapat menjadi tolak ukur produktivitas dosen dalam melakukan publikasi. Bisa dilihat dari aplikasi SINTA bahwa tidak semua dosen melakukan publikasi karya ilmiah. Hanya sebagian dosen yang melakukan publikasi secara rutin. Hal ini menjadi PR pemerintah untuk mendorong terjadinya pemerataan kualitas penelitian dan publikasi dosen. Â Â Â
Rasio dosen dan mahasiswa internasional
Sebuah universitas akan dinilai bereputasi ketika mampu mempekerjakan dosen dan menerima mahasiswa internasional. Semakin banyak jumlah mahasiswa dan dosen internasional akan turut meningkatkan peringkat universitas tsb. Ada begitu banyak universitas dari Australia yang masuk peringkat 100 besar dunia. Hal ini sebanding dengan begitu besarnya jumlah mahasiswa internasional yang menjadikan sektor pendidikan menjadi sektor eksport terbesar ketiga di Australia.
****
Dari uraian diatas bisa dilihat bahwa langkah merekrut rektor asing tentunya merupakan suatu langkah positif yang akan memberikan dampak baik dalam peningkatan kualitas pendidikan tinggi kita. Tapi, tidaklah cukup jika kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita secara keseluruhan.
Kompetensi dosen dalam melakukan publikasi karya ilmiah dan penelitian haruslah ditingkatkan. Begitu juga dengan peningkatan kualitas sistem belajar mengajar. Mahasiswa internasional akan memiliki ketertarikan untuk melanjutkan studi ke negara lain ketika mereka menyadari bahwa universitas tsb memiliki kualitas yang dapat mereka banggakan.
Selain itu, kita juga telah memiliki banyak rektor PTN yang memiliki ijazah S3 luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya mereka telah mengetahui apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan tinggi kita. Sayangnya, pengetahuan yang didapatkan di luar negeri sering kali masih belum bisa diaplikasikan di dalam negeri.
Contohnya, jika Bahasa Inggris didorong untuk digunakan sebagai Bahasa pengantar di level S2 dan S3 tentunya akan sangat membantu terjadinya peningkatan produktivitas publikasi karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi yang pada umumnya harus ditulis dalam Bahasa Inggris. Tapi, kebijakan seperti ini haruslah disetujui oleh berbagai penentu kebijakan yang belum tentu akan menyetujui perubahan tsb.
Sehingga, siapapun yang menjadi rektornya baik itu asing ataupun lokal tetap akan menemui kendala yang sama dan pada intinya PR besar untuk memajukan sistem pendidikan tinggi kita harus benar-benar menjadi pekerjaan pemerintah, DPR, pimpinan universitas dan tentunya dengan dukungan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H