[caption caption="Veronica Hervy, Produser Berkas Kompas, berbincang dengan salah satu pewarta yang mengikuti Bincang Sapa, Sabtu (20/2). Berkas Kompas salah satu program investigasi untuk menelisik tuntas, mendalam dan solutif. (Foto: YAKOB ARFIN)"][/caption]“Logikanya, kejahatan tak mengenal bidang-bidang liputan. Di mana-mana bisa terjadi kejahatan,” tulis Andreas Harsono dalam catatannya tahun 1999 silam.
Kutipan di atas selaras dengan yang diungkapkan Veronica Hervy, produser program Berkas Kompas dalam Bincang Sapa, Sabtu (20/2) di Bentara Budaya Jakarta.
Di balik hamparan sajian program televisi yang mengusung alur budaya, kearifan lokal dan keramah-tamahan Indonesia sebagai sumber inspirasi, program Berkas Kompas mengambil andil mendalami aneka skandal publik, ketidak adilan, ketimpangan, kemiskinan, hingga kriminalisme.
Menyoal tindak kejahatan di balik Sianida yang (sedang) hangat diperbincangkan pun tak luput dari radar awak redaksinya. Mercy Tirayoh bersama dua rekan reporternya ditugaskan untuk menyelidiki, mindik-mindik, dan menguak fakta di balik tanda tanya.
Tak hanya masyarakat saja yang ingin tahu perihal kasus terbunuhnya Wayan Mirna Salihin, tetapi juga awak redaksi Berkas Kompas.
“Sebagai reporter yang mendalami investigasi, kami dituntut cerdik untuk mengumpulkan keping-keping fakta, termasuk ‘harus’ mengaku sebagai Mahasiswa Kimia saat ditugaskan membeli sampel Sianida di toko bahan kimia,” ungkap Veronica dalam anjangsana Bincang Sapa di balik dapur Berkas Kompas.
Dalam tugas investigasi, reporter yang ditugaskan harus mengerahkan daya, bahkan ‘sekadar’ untuk dapat membeli Sianida sebagai bahan sampel yang berkategori sebagai toksik ini, untuk menguji tingkat kemudahan memperoleh bahan kimia di pasaran.
Pengakuan sebagai Mahasiswa Kimia ini dimaksudkan untuk mengkamuflase pedagang bahan kimia. Meski peredarannya tak dicermati dengan cukup ketat, pengakuan sebagai reporter pada saat membeli bahan kimia justru dapat menimbulkan tanda tanya dan curiga bagi pedagang-pedagang nakal.
Mengemban tugas jurnalisme untuk membongkar hal-hal yang salah dan berbahaya tampaknya memang bukan pekerjaan mudah. Dalam catatan Andreas Harsono, Goenawan Mohammad pun menyebutkan bahwa investigasi reporting bertindak sebagai jurnalisme ‘membongkar kejahatan,’ di mana sesuatu yang berbau kejahatan ditutupi dengan rapat.
[caption caption="Dalam peringatan Hari Pers Nasional 2015, Tim Berkas Kompas mendapatkan Anugerah Adinegoro kategori Televisi. "Karena penghargaan bagi karya jurnalistik adalah sebuah "bonus" bukan jadi tujuan utama dalam berkarya" (Foto: MERCY TIRAYOH)"]
Satu sisi, fakta di balik terbunuhnya Mirna menjadi pelajaran menarik, di mana media dalam hal ini Berkas Kompas, berfungsi untuk mendifusikan informasi kepada khalayak yang awam perihal Sianida, peredaran dan kegunaannya. Namun di sisi lain, masyarakat juga terlihat gerah dengan pemberitaannya yang dianggap terlalu masif dan me-blow up isu ini.
Menjawab pertanyaan soal pemberitaan yang demikian masif, Mercy Tirayoh (reporter Berkas Kompas) mengungkapkan, bahwa zat berbahaya (khususnya Sianida) menjadi konsentrasi media tentu bukan bermaksud me-blow up pemberitaan. Tetapi ada maksud tersirat di dalamnya bahwa media berperan untuk mendongkrak tingkat kesadaran pemerintah mengenai peraturan jual beli bahan kimia yang dinilai masih cukup lemah.
[caption caption="Grafis Berkas Kompas "melacak Jejak Sianida" (KOMPAS TV)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H