Mohon tunggu...
YAKOB ARFIN
YAKOB ARFIN Mohon Tunggu... Buruh - GOD LOVES TO USE WHO ARE WILLING, NOT NECESSARILY THE CAPABLE

Addicted by Simon Reeve which experts conflict resolution documentary with his journey around the Carribean

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Kedelai Melambung, Siasati Usaha Tempe dengan Tips Ini!

6 Oktober 2015   15:17 Diperbarui: 7 Oktober 2015   09:25 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO"][/caption]

Saya masih ingat harga kedelai yang biasa dibeli bapak dan ibu saya tahun 2008 lalu masih berkisar Rp 4.000 per Kg. Kala itu harga tersebut rasanya sudah cukup mahal untuk mengembangkan usaha sampingan ibu, selain mengajar. Sebungkah tempe ukuran sedang kami jual Rp 1.000, sementara tempe yang dibungkus daun pisang kami patok Rp 2.000.

Kini harga bahan baku tempe sudah melonjak hingga Rp 7.200 hingga Rp 8.000. Dari pada rugi bandar, bapak dan ibu lebih memilih tak meneruskan usaha kecil-kecilan ini. Keuntungan yang diperoleh tak sebanding dengan proses pembuatan tempe yang rumit.

Dari garis keluarga kami hanya mbah Sari yang hingga kini masih bertahan menekuni usaha tempe di Sanan, Malang, dan menjualnya di Pasar Gadang.

Terlepas dari asosiasi antara pelemahan mata uang rupiah dan dampaknya yang signifikan terhadap harga kedelai, saya masih terkenang dengan moment-moment penting bersama ibu bapak saat kerja bakti membuat tempe.

Mulai dari merebus kedelai, menggilas kulit ari, mengukus kedelai, membungkus dele yang sudah diaroni dengan ragi, hingga ngiderin tempe di komplek jam lima pagi sebelum berangkat sekolah.

Mulanya sempat malu bila bertemu kawan kedapatan jualan tempe di perumahan. Harus siap dengan gojlokan yang menanti. Namun lama-lama jadi terbiasa, toh hasil penjualan tempe juga untuk bayar SPP dan uang jajan saya.

Hal menarik lainnya saat “bermain-main” dengan tempe adalah menunggu subuh tiba. Saat subuh menjelang, saya mondar-mandir ke kamar tempe hanya untuk mengintip apakah hifa putih tipis itu sudah terjalin memenuhi permukaan tempe atau belum.

Senangnya bukan main melihat tempe yang berhasil dibuat. Apalagi saat membuka lembaran daun pisang yang menutupi kedelai yang terhampar, aroma hangat hasil fermentasi yang menguar di kamar tempe yang lembab terasa nikmat. Kapang yang belum menebal terlihat begitu cantik bertalian satu dengan yang lain.

Alih-alih berinovasi untuk membuat tempe yang enak dan berbeda dari pedagang tempe lainnya, saya usul pada ibu untuk merendamnya dengan air kelapa. Pada jam istirahat selama di sekolah saya sempatkan mampir ke  perpustakaan untuk menggeledah buku-buku biologi dan literatur lain tentang tempe.

Akhirnya saya menemukan kliping karya ilmiah tentang pengaruh air kelapa terhadap rasa dan aroma tempe. Dalam kliping tersebut tertulis bahwa air kelapa dapat menjadikan tempe jadi lebih harum dan rasa yang lebih enak.

Saya pun segera mengusulkan pada ibu untuk mencoba racikan hasil karya ilmiah yang saya temukan dalam literatur tersebut. Ibu akhirnya mencoba usulan ini. Setelah butir-butir kedelai rebus digilas untuk dikuliti  arinya dan dilimbang air berkali-kali, kedelai kemudian direndam dalam air kelapa dengan perbandingan tertentu dicampur dengan air biasa.

Kedelai dalam kuali berisi sepuluh liter air dikombinasikan dengan tiga liter air kelapa. Perbandingan ini pun menyesuaian dengan volume kedelai yang dibuat sesuai kebutuhan.

Hasilnya pun lumayan menggembirakan. Tetangga-tetangga sekitar rumah kami yang jadi pelanggan berkomentar positif. Selain rasa dan aroma yang menurut mereka lebih enak, tempe buatan kami juga cukup bersih. Berbeda dengan tempe-tempe pasar yang kerap dicampur dengan jagung.

Meski tak sukses melanjutkan niat untuk memproduksi tempe, setidaknya ini menjadi bagian dari pengalaman untuk mempertahankan eksistensi tempe dan mewarisi nilai budaya konsumsi tempe. Sebagaimana mbah Sari yang mampu bertahan sebagai produsen tempe Sanan, tempenya arek Malang, yang berpusar di tengah gempuran harga kedelai yang terus merangkak naik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun