Mohon tunggu...
YAKOB ARFIN
YAKOB ARFIN Mohon Tunggu... Buruh - GOD LOVES TO USE WHO ARE WILLING, NOT NECESSARILY THE CAPABLE

Addicted by Simon Reeve which experts conflict resolution documentary with his journey around the Carribean

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beri Tulisan Ini Judul!

10 Maret 2015   16:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari atap gedung perpustakaan LSI air itu mengalir. Sekirbat air hujan  turun siang ini, pukul  13.58 Indonesia Bagian Barat, tepat saat aku melihat jam di layar selulerku.

Tidak terlalu deras, hanya seukuran 2 mm tipisnya, kira-kira. Jatuh ringan mengerumuni genteng perpustakaan yang kusam  dan menjadi tetes hujan yang makin menebal.

Ku perhatikan dari dalam ruang koleksi skripsi, air hujan itu jatuh menuju selokan. Kira-kira, apakah mereka tahu muaranya? Menurutku tidak, karena mereka tidak bernyawa. Terlalu lemah karena ikatan hidrogennya tak cukup kuat, hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah dan tak bisa naik ke atas tanpa lompatan, menjadi perumpamaan yang tak berpendirian karena ia tak punya tujuannya sendiri.

Dari skemanya dapat  ku bayangkan alur muaranya. Ia mengalir dari selokan Perpustakaan LSI yang terhubung dengan dengan selokan di bawah trotoar depan Fateta (Fakultas Teknologi Pertanian), terus terhubung sampai selokan depan Fema (Fakultas Ekologi Manusia).

[caption id="attachment_354972" align="aligncenter" width="450" caption="Danau LSI Kampus Pertanian, Bogor (Dokumen pribadi)"][/caption]

Di depan sana, ada pipa berdiameter kurang lebih 45 cm - yang menjadi jembatan larinya air hujan di selokan itu. Pipa itu diarahkan ke rawa-rawa yang berbatas dengan timur danau LSI. Ke sana mereka bermuara. Buntu dan tak bisa mengalir lebih jauh.

Paling jauh mungkin hanya sampai batas Danau LSI di simpang belakang FPIK (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan). Kemana lagi kalau bukan teresap dan menguap. Berubah warna menjadi hijau pekat karena kumpulan alga, dan jadi pemandangan para intelek kampus ini yang melintas di kantinfly oversamping rektorat.

Tentu, air hujan itu bermakna. Sejuk, menyegarkan. Namun apa artinya apabila ia sendiri tak mengenal diri dan tujuannya.

Seperti hidup. Terdapat kumpulan orang yang merasa terjatuh untuk terlahir. Memiliki daya, memiliki guna, namun tak ayal tidak tahu gambar dirinya.

Ya, sekedar tahu nama, tanggal lahir, hobi, film favorit, tahu banyak tentang ilmu alam, musik atau politik, namuntidak pernah  belajar pustaka tentang dirinya. Hanya jadi lanting kembang segar yang hidup dan kemudian jatuh ke tanah.

Semakin hari, banyak raga yang ditinggalkan jiwanya. Ditinggalkan panggilan hidupnya. Ditinggal lari terlampau jauh dan mencari penggantinya dengan pribadi yang lain. Hanya kemudian menjadi pribadi yang kosong, dan tak memelihara asa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun