Baru baru ini Indonesia dihebohkan dengan kejadian yang hampir menggemparkan berbagai elemen masyarakat mulai dari kalangan tua sampai generasi milenial. Hampir disemua media masa ramai menyuarakan keresahannya terkait dengan Omnibuslaw Cipta Kerja yang disenyalir memiliki mudharat yang lebih besar dibanding dengan kebermanfaatannya.Â
Lantas bagaimana dengan ramainya Isu tersebut ? apakah kita benar benar tahu akan maksud dan tujuan dari apa yang kita Sebut sebagai Omnibus Law atau jangan jangan kita hanya terbawa euforia dan tren belaka? Mudah mudahan tidak dan kita termasuk orang orang yang memahami  dan menyadari akan pentingnya makna dari apa yang kita suarakan. Lalu apakah Sebenarnya Omnibus Law tersebut?Â
Apa yang dimaksud Omnibus Law ?
Secara terminologi, banyak literatur menyebut kata Omnibus berasal dari Bahasa Latin, yang artinya "untuk semuanya". Mengutip Black's Law Dictionary, Omnibus memiliki makna "untuk semua: mengandung dua atau lebih," dan seringkali diterapkan pada RUU legislatif yang terdiri lebih dari satu subjek umum.[1]Â
Sejalan dengan hal tersebut pemaknaan dan pengertian dari Omnibus Law berkembang dengan pemahaman yang juga dikenal dengan Omnibus Bill[2]. Konsep Omnibus Law Sederhananya dapat dipahami sebagai bentuk penyederhanaan undang undang yang sejenis dengan menggabungkan ataupun mengurangi pasal sehingga terjadi efesiensi terhadap perundang undangan.Â
Secara konsep Omnibus Law dapat dikatakan konsep yang bagus jika suatu negara memiliki berbagai undang undang yang sejenis dan serupa. Adapun isi dari Omnibus Law terdapat empat konten utama didalamnya RUU Cipta Kerja, Omnibus Law Perpajakan, Omnibus Ibu Kota Baru, dan Omnibus Law Kefarmasian.Â
Akan tetapi tulisan ini akan lebih condong untuk membahas RUU Cipta Kerja yang yang baru saja disahkan. RUU Cipta Kerja sendiri memiliki sebelas klaster yang dibahas secara keseluruhan yaitu Adapun, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster, yakni mencakup :Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM,Â
Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi ,Administrasi Pemerintahan,Pengenaan Sanksi,Pengadaan Lahan,Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi[3]. Lantas mengapa Omnibus Law dikecam bahkan ditolak oleh beberapa kalangan dan elemen masyarakat ?
Omnibus Law Kepentingan atau Kebutuhan.
Sebenarnya masalah sebenarnya bukan terdapat pada konsep Omnibus Law akan tetapi terdapat pada beberapa substansi yang disenyalir memiliki dampak yang hanya menguntungkan pihak investor, pemegang modal dan lebih condong terhadap gaya kapitalisme dan sangat rawan dengan bentuk eksplotasi gaya baru yang dilakukan oleh koorporasi.Â
Dalam konsideran Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan terdapat hal yang menarik untuk dibahas dan ditinjau secara mendalam, yang menarik adalah bagaimana Undang undang ini secara eksplisit dan jelas berpihak terhadap pemegang saham, investor, pemodal dan disaat yang bersamaan terdapat narasi yang secara implisit seakan menjadikan bangsa ini sapi perah yang dikuras habis tenaga dan sumber daya manusianya.[1]Â
Seakan bangsa dan negara ini manusianya hanya dikorbankan untuk kepentingan ekonomi dan kebutuhan pasar global saja khususnya para buruh yang termaktub sebagai tenaga kerja. Dibuat atas hasrat untuk melakukan perbudakan gaya baru berusaha mengikat manusia dengan kontrak merantai hak dan membantai kesejahteraan bangsa ini yang mayoritas berprofesi sebagai buruh dan perpenghasilan menengah kebawah. Â
Bicara buruh bicara tenaga kerja maka kita bicara hajat mayoritas masyarakat Indonesia kususnya kalangan menengah kebawah yang kebanyakan berprofesi sebagai buruh. Hadirnya RUU Cipta Kerja antara narasi, isi dan tujuan yang diharapkan sangat berbanding terbalik dengan apa yang dibutuhkan oleh para buruh selaku pihak yang terkena dampak langsung dari kehadiran RUU Cipta Kerja ini.Â
Bukannya mensejahterahkan masyarakat khalayak luas akan tetapi malah akan menciptakan klaster baru yang menimbulkan kesenjangan yang semakin jauh antara penanam modal dengan buruh. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan yang diutarakan juga oleh Lembaga Bantuan Hukum yang dilansir pada lamaan Tirto.Id[2] :Â
Sayangnya, piramida kebijakan yang digunakan pemerintah dalam RUU Cipta Kerja justru terbalik: menempatkan pengusaha pada hirarki proteksi tertinggi sementara menempatkan pekerja pada lapisan terbawah. Maka tidak heran jika banyak pihak yang mendesak untuk meninjau ulang dan meminta DPR untuk menunda bahkan menghentikan pembahasan mengenai RUU Omnibus Law cipta kerja.Â
Sayangnya kritik, masukan dan saran dari berbagai kalangan elemen masyarakat yang tidak menyepakati hadirnya Omnibus Law Cipta Kerja tidak digubris bahkan seakan sengaja dibungkam hal ini dapat kita langsung selama proses paripurna yang cukup ironis dengan dibungkamnya salah satu fraksi yang menolak.[3]Â
Disisi lain bocor dan beredarnya telegram polri yang bernarasi menjegal dan seakan menutup erat isu ini bahkan salah satu narasi bernarasikan untuk melakukan kontra isu.[4] Maka benarkah Omnibus Law Cipta Kerja hadir sebagai kebutuhan untuk mensejahterahkan masyarakat Indonesia? Atau sebaliknya untuk mensukseskan kepentingan koorporasi yang coba diusung oleh beberapa petinggi negeri ini? .
DAFTAR PUSTAKA
tirto
wartaekonomi
detik
Konsideran Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H