Penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis premium mulai April 2012, rencananya hanya sebatas ke pengendara sepeda motor dan angkutan umum. Padahal, persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat belum tentu teratasi, yakni masih terbelenggu kita oleh masalah manajemen transportasi publik.
Ada kesan dari kebijakan baru ini, bahwa pembatasan BBM jenis premium yang dijual oleh PT Pertamina Persero adalah kebijakan pro-rakyat. Masyarakat kelompok ekonomi menengah ke bawah termasuk masyarakat miskin, tampaknya terselamatkan. Kebijakan mempertahankan penyaluran BBM jenis premium yang sebatas kepada pengendara sepeda motor dan angkot, dianggap tak berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangga dan inflasi. Bagi saya, itu adalah penilaian keliru.
Penyaluran BBM jenis premium yang dibatasi secara ketat, di satu sisi tak dipersoalkan masyarakat miskin. Bahkan, kecil kemungkinan adanya reaksi demo protes terhadap kebijakan ini. Terlalu beresiko menggelar demo seperti demo kenaikan premium beberapa waktu lalu, karena tentunya tak akan didukung. Bagi yang menentang kebijakan ini, justru dianggap kelompok kaya dan konservatif yang tak ingin jatuh miskin.
Menurut saya, kebijakan ini justru akan menjadi bomerang bagi pemerintah. Di saat kondisi kota-kota besar terjebak oleh kemacetan di jalan raya, sudah banyak pengendara mobil pribadi beralih menggunakan sepeda motor atau menggunakan sepeda motor dan tetap mempertahankan mobil.
Harus diakui, berkendara dengan sepeda motor di saat jam sibuk pulang-pergi kantor, merupakan salah satu solusi berhemat BBM sekaligus waktu tempuh. Jadi, tak mustahil para pemilik mobil pribadi nantinya mulai bulan April 2012, akan berkendara dengan sepeda motor. Dan, bisa dibayangkan, lalu lintas di pagi dan sore hari penuh dengan lautan sepeda motor!
So, sudah saatnya pemerintah lebih memikirkan manajemen transportasi publik, daripada berkutat pada pro-kontra 'rencana April Mop' nanti. Transportasi publik yang menggunakan pra-sarana secara massal merupakan solusi nyata dalam membenahi kota yang makin semraut.
Saya dengar, Jakarta akan mulai membangun mass rapit transit pada 2014 mendatang. Tapi itu terlalu lama, padahal masalah di depan mata semakin menumpuk. Semakin lama pembangunan MRT atau sarana transportasi publik lainnya, maka akan menyebabkan kerawanan sosial di jalan raya.
Sungguh, kini saya adalah salah satu orang yang sangat menanti sebagai penumpang MRT, seperti yang sudah diberlakukan di negara-negara ASEAN. Dengan MRT, setiap orang bisa pergi ke tempat tujuan dengan waktu kurang dari 30 menit dan harga tiketnya relatif murah di bawah Rp 10 ribu. Bahkan, jika pemerintah segera membangun MRT dan transportasi publik lainnya yang melintasi ibukota, maka negara akan berhemat BBM lebih banyak dan mengurangi angka kecelakaan lalu lintas. Bagi saya, inilah yang seharusnya diributkan untuk dituntut publik ke pemerintah. Bukan cuma soal pembatasan BBM....
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on : |Â Kompasiana | Website | Facebook | Twitter |Â Blog |Â Posterous |Â Company |Â Politics |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H