[caption id="" align="alignleft" width="298" caption="Jefferson Rumajar, saat masih menjabat menjadi Wali Kota Tomohon. (Dok.TRIBUN MANADO)"][/caption]
Jefferson Rumajar, Walikota Tomohon terpilih 2010-2015, hari ini 7 Januari 2010 resmi dilantik di kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Acara pelantikan ini menjadi berita besar di Manado, karena Jefferson yang disapa Epe itu, dalam status sebagai terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK kabarnya sudah memberikan izin kepada Epe untuk menghadiri acara itu. Pelantikan Epe bersama pasangannya Wakil Wali Kota Tomohon Jimmy F Eman oleh Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Sarundajang, kabarnya mendapat pengamanan ketat dari petugas KPK. Begitu tiba dari LP Cipinang, Epe yang mengenakan baju batik warna coklat langsung menuju ruang ganti untuk berganti kostum protokoler pelantikan. Turut hadir dalam acara pelantikan, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono dan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung. Jefferson Rumajar telah mengantongi izin Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menjalani pelantikan sebagai Walikota Tomohon. Kenapa seorang pejabat tinggi negara bisa (nekat) melakukan kejahatan korupsi? Dalam tulisan saya sebelumnya, KPK Bisa jadi, Epe adalah salah satu contoh kasus korupsi yang kini menimpa sejumlah kepala daerah di Indonesia. Seorang Epe atau mungkin kepala daerah yang lain, adalah manusia biasa. Kebanyakan dari kepala daerah sudah memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Epe saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Khusus Tipikor terkait kasus dugaan korupsi APBD yang diperkirakan merugikan negera hingga Rp19,8 miliar. KPK telah menetapkan Jefferson, politisi Partai Golkar, menjadi tersangka dugaan korupsi APBD Tomohon periode 2006-2008 sejak 14 Juli 2010. Sidang perdana Jeffeson telah dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada 3 Januari 2011. Jefferson terpilih sebagai Wali Kota Tomohon berdasarkan hasil pilkada 3 Agustus 2010. Menurut gosip rekan-relan di Manado, pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon ini memiliki nilai penting bagi masyarakat Tomohon. Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sepakat dengan ketua KPK Busyro Muqoddas yang menyatakan kebijakan remunerasi/tunjangan tambahan yang mulai bulan Januari 2011 kepada TNI/Polri dan beberapa departemen tidak akan berpengaruh pada tingkat turunnya korupsi. Korelasinya harus ada reformasi birokrasi. Sistem kepemimpinan yang baik adalah kata kunci pengelolaan negara yang transparan dan akuntabel. Hingga kini, memang belum ada penelitian yang menyebutkan, bahwa nilai gaji pejabat negara akan berpengaruh pada kesempatan untuk melakukan korupsi. Saya ingin memperlihatkan berapa gaji yang diterima oleh para pejabat negara. Ini adalah contoh gaji pejabat negara periode 2004-2009 :
No.
Jabatan
Gaji Pokok(Rp) per bulan
Tunjangan Jabatan(Rp)
1
Presiden
30.240.000
32.500.000
2
Wakil Presiden
20.160.000
22.000.000
3
Ketua DPR
5.040.000
18.900.000
4
Wakil Ketua DPR
4.620.000
15.600.000
5
Ketua MA
5.040.000
18.900.000
6
Wakil Ketua MA
4.620.000
15.600.000
7
Ketua BPK
5.040.000
15.600.000
8
Wakil Ketua BPK
4.620.000
15.600.000
9
Ketua Muda MA
4.410.000
10.100.000
10
Anggota DPR sbg Ketua Komisi/Badan
4.200.000
9.700.000
11
Anggota DPR sbg Wakil Ketua Komisi/Badan
4.200.000
9.700.000
12
Anggota DPR sbg Anggota Komisi/Badan
4.200.000
9.700.000
13
Anggota MA
4.200.000
9.700.000
14
Anggota BPK
4.200.000
9.700.000
15
Menteri Negara
5.040.000
13.608.000
16
Jaksa Agung
5.040.000
13.608.000
17
Panglima TNI
5.040.000
13.608.000
18
Pejabat lain setara Menteri
5.040.000
13.608.000
19
Kepala Daerah Provinsi
3.000.000
5.400.000
20
Wakil Kepala Daerah Provinsi
2.400.000
4.320.000
21
Kepala Daerah Kabupaten /Kota
2.100.000
3.780.000
22
Wakil Kepala Daerah
1.800.000
3.240.000
Sumber: kompas.com
Dari nilai gaji tersebut bisa jadi, Epe adalah salah satu contoh kasus korupsi yang kini menimpa sejumlah kepala daerah di Indonesia. Seorang Epe atau mungkin kepala daerah yang lain, adalah manusia biasa. Kebanyakan dari kepala daerah sudah memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Tapi sebagai kepala daerah, harus mampu tahan godaan, karena harus diakui, banyak tarik-menarik kepentingan ekonomi dalam perjalanan kepemimpinannya. Selama pemerintahan berjalan, ada banyak proyek pembangunan yang membutuhkan persetujuan Sang Pemimpin.
Jadi, bisa dibayangkan, seorang walikota atau bupati yang ’tanda tangan’-nya bisa senilai belasan atau puluhan milyar rupiah? Atau seorang menteri yang ’tanda tangan’-nya senilai ratusan milyar dan seorang presiden yang tanda tangannya bisa bernilai satu trilyun rupiah?
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H