Mohon tunggu...
Jackson Kumaat
Jackson Kumaat Mohon Tunggu... -

"Politisi muda yang selalu berharap adanya perbaikan hidup bangsa dan negara yang lebih baik dan benar melalui tulisan-tulisan, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan negara yang dihormati"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Handphone, Media Cinta Pertama Saya

14 Februari 2010   06:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ENTAH apa maksud Tim Admin Kompasiana membongkar 'rahasia pribadi' anggotanya, tapi patut diakui, bahwa cinta pertama tak pernah bisa terlupakan, dan perlu dicatat dalam sejarah tiap pribadi manusia. Jadi, inilah kisah cinta pertama saya kepada seorang perempuan, yang akhirnya menjadi istri saya. Terus terang, saya mungkin laki-laki yang kurang beruntung, saat demo mahasiswa menjatuhkan rezim Soeharto. Di saat sebagian mahasiswa terlibat romantisme unjuk rasa besar-besaran di Gedung MPR/DPR pada Mei 1998, saya justru sibuk mengurus keperluan teknis teman-teman mahasiswa di lapangan. Ketika beberapa aktivis mahasiswa di sekitar saya malah menikmati cinta lokasi (cinlok) di lokasi demo, saya malah gigit jari. Kala itu, handphone sudah mulai menjadi trend kebutuhan sosial, sehingga tukar-menukar nomor ponsel bisa menjadi ajang 'pedekate' memulai sebuah hubungan. Saya memiliki ponsel yang lumayan terbilang mewah saat itu, yakni Erricson GF-788. Isi phonebook handphone itu berisi nomor HP laki-laki, dan hanya satu nomor perempuan, yakni Ibunda Tercinta. Tapi, itulah realita yang ada saat itu. Bulan Mei'98 bukan hanya 'kelabu' bagi Presiden Soeharto yang dari kursi empuknya, tapi juga 'kelabu' bagi saya seorang laki-laki tanpa pasangan. Memang, saat itu tak sedikit mahasiswi cantik atau dulu dikenal sebagai 'bunga kampus' yang hinggap di sekitar saya. Apalagi, Forum Kota (Forkot) saat itu, merupakan organisasi mahasiswa ekstra-kampus yang cukup disegani. Meski sebagian aktivis bertampang sangar, tapi kondisi itu justru dimanfaatkan 'bunga-bunga kampus' untuk berlindung dari ancaman pria usil. Apesnya, tugas saya di Forkot lebih terfokus ke urusan teknis logistik dan strategi materi orasi, dan kecil peluangnya untuk aksi larak-lirik bunga-bunga. Meskipun ada, tapi bagi saya, itu bukan tanda-tanda cinta pertama. Singkat cerita, bertepatan dengan ambruknya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998, saya kembali ke rumah. Yang saya ingat, hari itu adalah hari libur nasional, yakni Hari Kenaikan Yesus Kristus. Sebelum saya berangkat ke gereja, ponsel saya berbunyi. Di ujung telepon sana, terdengar suara merdu milik seorang peremuan. Awal pembicaraan pertama, sama sekali tak menyinggung soal runtuhnya Orde Baru. Sang Pemilik Suara, hanya mengatakan, bahwa kampusnya Akademi Sekretaris Tarakanita ingin mengundang saya dan tim musisi acapela yang saya pimpin, untuk ikut menyemarakkan acara internal kampus. Beberapa hari kemudian, hari yang ditunggu datang, dan kami pun siap tampil di Stadion Lebak Bulus. Saat itu, seorang panitia menghampiri saya, menjelang penampilan di atas panggung. Nah, saya baru ingat suara perempuan yang menelepon tempo hari, ternyata adalah salah seorang panitia acara ini. Kami pun bertukar nomor ponsel, sambil berkata, "Kamu adalah perempuan kedua yang masuk di hape saya." Kami pun janjian bertemu setelah acara usai. Ia tersenyum mengembang. Dan, senyumnya masih sama manisnya saat ini, saat saya menulis artikel ini bersama-sama. Happy Valentine Sisca Cicelia Lesmana. GOD bless us. Salam Republik Kompasiana !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun