Mohon tunggu...
Jackson Kumaat
Jackson Kumaat Mohon Tunggu... -

"Politisi muda yang selalu berharap adanya perbaikan hidup bangsa dan negara yang lebih baik dan benar melalui tulisan-tulisan, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan negara yang dihormati"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Burung Gereja Sentrum Manado

15 Januari 2010   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:27 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="321" caption="null"][/caption] SENGAJA saya membuka jendela, untuk melihat aktivitas kota Manado, di sore hari. Kebetulan, jendela mengarah ke arah Barat, sehingga pandangan pertama mengarah ke sebuah gereja. Di sana, terdengar suara kicau burung gereja (eurasian tree sparrow), yang kini jarang saya dapati di Jakarta. Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Sentrum terletak di pusat kota, tepatnya di Kelurahan Lawangirung Kecamatan Wenang. Gereja GMIM Sentrum berada di titik 0 (nol) pusat Kota Manado. Saya dapat menebar pandangan ke sekeliling bangunan gereja, karena saya berada di lantai 7 Hotel Aston Manado. Dulu, GMIM Sentrum bernama Oude Kerk (Gereja Tua) yang didirikan oleh warga Belanda yang datang menduduki Indonesia. Sampai sekarang, Sentrum tetap mempertahankan arsitektur asli bangunan Belanda, dan kini dipakai sebagai pusat ibadah warga Kota Tinutuan Manado. Pada waktu-waktu tertentu, tata cara ibadah menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Batak. Saya tertarik dengan suara burung gereja. Meski saya tak tahu bedanya burung gereja dengan burung pipit, tapi bagi saya, burung gereja adalah burung yang biasa tinggal dan menetap di sekitar gereja. Entah membuat sarang di ranting pohon, maupun bersarang di sekitar bangunan gereja.

Populasi burung gereja sebenarnya tak hanya di lingkungan gereja. Sudah jadi pemandangan biasa, jika mereka mudah dijumpai di permukiman, persawahan, atau pergudangan yang di sekitarnya terdapat rerimbunan pohon dan lahan pertanian.

Di daratan Inggris, kini populasi burung gereja merosot drastis hingga 95 persen. Meskipun belum ada kepastian, dugaan terbesar mengarah pada konversi lahan pertanian dan penggunaan herbisida dan insektisida yang membunuh sumber-sumber pangan mereka, seperti biji-bijian dan serangga.

Bagaimana dengan di Indonesia? Khusus di Jakarta, saya akui, saat ini jarang mendengar atau melihat langsung keberadaan burung gereja. Bisa jadi, mereka meninggalkan Jakarta akibat tak tahan menghadapi polusi dan polusi suara.

Pernah suatu ketika, tetangga saya merenovasi rumah dengan bantuan tenaga tukang kayu. Sebelum rumah direnovasi, banyak sekali burung gereja yang berseliweran. Tapi usai kegiatan renovasi rumah, ratusan dan bahkan ribuan ekor burung gereja, seperti lenyap ditelan bumi.

Lantas, kemana burung gereja pergi? Bisa jadi mereka meninggalkan hiruk-pikuk kota, kemudian bermigrasi ke pedesaan. Kawanan burung ini mencari ketenangan dan kedamaian, daripada harus bersahabat dengan kehidupan kota yang makin kompleks.

Saya merasa bersyukur masih dapat menikmati pemandangan indah GMIM Sentrum. Burung gereja di sana masih tetap ada, dan bahkan menjadi tontonan gratis bagi sekelompok manusia. Saya percaya, kedekatan dengan manusia merupakan salah satu keunikan burung gereja. Mereka memang dikenal hidup di perkotaan dan berasosiasi dekat dengan manusia.

Salam Kompasiana !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun