Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jika Saya Menteri Prabowo

5 November 2024   16:08 Diperbarui: 8 November 2024   07:12 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Brad Barmore on Unsplash

Mindset Jabatan sebagai Alat Penghasilan Pribadi

Salah satu persoalan mendasar yang kerap kali merusak sistem pemerintahan adalah mindset jabatan sebagai alat penghasilan pribadi. Alih-alih menganggap jabatan publik sebagai amanah untuk mengabdi, banyak orang justru melihatnya sebagai peluang untuk memperkaya diri atau sekadar menaikkan gengsi pribadi.

 Fenomena ini terlihat dari maraknya upaya pegawai negeri, bahkan diikuti juga oleh TNI dan Polri, untuk meraih gelar akademik setinggi-tingginya demi untuk kenaikan pangkat, bukan untuk meningkatkan kompetensi dalam melayani masyarakat.

Akibatnya, kementerian dan lembaga sering kali menjadi tempat untuk mengejar pangkat dan jabatan, bukan sebagai wadah untuk memberikan manfaat nyata bagi rakyat. Hal ini berdampak buruk terhadap tujuan utama pemerintahan, yaitu melayani dan menyejahterakan masyarakat. 

Fokus bergeser dari pelayanan publik ke tujuan pribadi, yang akhirnya menyebabkan organisasi tersebut stagnan atau bahkan mengalami kemunduran. Budaya semacam ini tidak hanya membahayakan kinerja organisasi, tetapi juga merusak citra institusi di mata masyarakat.

Dampak dari Masalah-Masalah Ini pada Kinerja Kementerian

Berbagai masalah di atas—dari konflik peran pejabat, terbatasnya kesempatan karir pegawai, hingga mindset jabatan sebagai alat penghasilan pribadi—secara kolektif menghambat kinerja kementerian. Organisasi yang sarat konflik internal akan sulit mencapai tujuan-tujuan nasional yang diembannya.

Selain itu, motivasi pegawai yang tertekan karena kurangnya penghargaan pada prestasi akan membuat organisasi kesulitan bersaing dalam hal inovasi dan peningkatan kualitas pelayanan.

Jika permasalahan-permasalahan ini tidak segera diatasi, kementerian akan terus mengalami krisis kepemimpinan dan kesulitan mencapai target-targetnya. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah untuk mengelola negara dengan baik.

Oleh karena itu, perlu ada reformasi serius dalam hal pembinaan karir, penerapan meritokrasi, dan perubahan budaya organisasi agar kementerian dan lembaga negara dapat bekerja dengan lebih profesional dan berorientasi pada pelayanan publik.

Bagaimana Membangun Struktur Kementerian yang Efisien dan Fokus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun