Dulu saya ingat ada istilah dikaryakan, lalu ada diperbantukan, dsb. Kalau tidak salah, tujuannya ya untuk pembenahan instansi-intansi yang dianggap perlu untuk dibenahi. Misalnya untuk jabatan Irjen di Kementerian, sering ditugaskan bintang dua, Karena menyangkut pengawasan di kementerian yang dimaksud.
Dari pernyataan Jenderal Andika tadi, sepertinya sampai saat ini masih banyak Pati yang memegang jabatan di sipil. Jika masih juga berlanjut sampat sekarang, apahasil pembenahan yang sudah dicapai di instansi tersebut? Jika memang masih ada yang seperti ini, maka akan sulit menghindari anggapan “jatah”.
Nah itu kini yang oleh Jenderal Andika mau dikembalikan ke TNI. Makanya, saya bilang itu keren sekali. Namun ini cukup menantang. Prakteknya tidaklah mudah. Apakah soal kedisiplinan di Sipil sudah sangat tergantung dengan figure TNI? Saya pikir tidak juga. Kalangan Sipil pasti tidak maulah menyandang gelas sejati “susah disiplin” Artinya, kalau diperbantukan ke Sipil, ya kalau sudah instansi Sipil itu agar jangan lupa untuk ditarik kembali ke TNI.
Saya yakin, peraturan dikaryakannya untuk seorang prajurit TNI itu sudah ada. Tetapi karena sesuatu mungkin tidak berjalan seperti adanya, tidak mau ditarik lagi karena sudah merasa nyaman dan keenakan kali ditempatkan di kementrian ataupun BUMN. Kalau sudah begini, susah untuk mengelak dari tudingan miring orang-orang dengan kata “jatah”.
Kedua, soal penempatan di struktur internal TNI. Kata teman saya yang manan jurnalis, itu bukanlah pekerjaan mudah sebenarnya. Agak pesimis dia sepertinya. Dia menjelaskan, begini. Formasi Bintang 4 di setiap matra hanya 1 orang. Di bawahnya ada 4 Jenderal bintang 3, masing-masing membawahi Jenderal bintang 2 di bawahnya. Seorang Bintang dua dibawahnya ada 3 Jenderal bintang 1. Dibawah Jenderal bintang 1, ada minimal 5 Kolonel di bawahnya. Begitu seterusnya sampai ke level perwira menengah dan perwira pertama.
Menempatkan semua Jenderal aktif di matra masing-masing, rada sulit. Karana keterbatasan anggaran dan jabatan struktural di TNI. Mudah-mudahan info dari teman saya jurnalis itu tidak salah. Soalnya saya cuma copy-paste saja apa yang dia tulis soal "bintang-bintang" di TNI ini.
Kalau langsung diterapkan, atau ditarik maksudnya, mungkin di pihak TNI belum siap. Atau, dua-duanya TNI dan Sipil yang belum siap. Paling bagus sebenarnya adalah secara bertahap. Ada persiapan di kedua belah pihak. Baik TNI sendiri maupun di pihak instansi atau BUMN tempat diperbantukan. Harus ada time frame yang jelas dengan action plan yang terukur. Untuk itu, paling tidak ada 3 solusi yang perlu dicermati oleh Jenderal Andika.
Pertama, pastikan ada sistem pengukuran kinerja. Tentunya ini terkait dengan kontribusi kinerja Jenderal TNI itu di Sipil. Untuk itu, maka perlu ada KPI (key performance indicator) yang SMART dengan base data dan target penugasannya. Ini yang harus clear dulu antara instansi sipil dengan TNI. Ini tujuannya agar jelas bagaimana mengukurnya dengan fair. Base data itu dibuat dari historical rata-rata pencapaian sebelumnya dari masing-masing item KPI tadi. Sedangkan target dibuat lebih menantang dengan mengacu ke base data tadi.
Hal inilah yang harus dibuka dengan seterbuka-bukanya oleh Sipil ke TNI. Kinerja dalam KPI apa yang diharapkan oleh Sipil dari keberadaan TNI tersebut. Inilah yang perlu dinegosiakan oleh kedua pihak. Agra keduanya sama-sama tahu efektifitas kontribusinya. Jadi, intinya jangan asal penempatan saja. Sayanglah kalau cuma itu.
Kinerja seorang Jenderal TNI di suatu instansi atau BUMN baru disebut seorang professional murni kalau sudah mengacu ke "goal dari instansi atau perusahaan” itu. Mereka bekerja sesuai dengan konsep "kontribusi” yang bisa diukur. Tentu tidak bisa hanya dengan mengandalkan “yang penting urusan saya di sini adalah soal kedisiplinan, masa bodo dengan urusan lain”.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana dari awal sudah jelas standard kinerja yang diminta oleh Sipil jika yang mengisi posisi tersebut adalah seorang Jenderal TNI (saya pakai lagi istilah “yang diperbantukan”). Ini yang harus dicermati oleh Jenderal Andika agar kadernya benar-benar merasa bisa juga berkinerja sebagai professional. Tidak kalah hebatnya juga dengan Sipil untuk urusan non-militer.