Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pariwisata Sumbar dengan Manajemen Garobak Padati: Sebuah Pekerjaan Rumah untuk Mahyeldi

12 Februari 2021   09:04 Diperbarui: 26 September 2021   23:22 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai sini kesimpulannya, pariwisata Sumbar dari dulu sampai sekarang hanya dikelola dengan manajemen Garobak Padati. Barang yang diangkut itu-itu saja. Jalan yang dilewati situ-situ saja. Jalan lenggak-lenggok lambat tanpa banyak lihat kiri-kanan. Dibalap ya santai-santai saja. 

Sekarang bukan jaman pedati lagi. Eranya sudah lewat. Manajemennya sudah kuno. Tidak terpakai lagi. Harus ditinggalkan. Jaman sudah canggih. Semua orang sudah terkoneksi dengan jaringan. Jaman internet. Semua stake-holder wisata terkoneksi langsung. Sebut saja Manajemen Wisata di era society 5.0. Biar keren dikit. Untuk itu, ada 2 hal yang harus ditindak-lanjuti.

Pertama; bagaimana Pemda mewujudkan visi-misi wisata daerahnya dengan mengontrol kemajuan wisata ini ke dalam suatu indikator kinerja utama (KPI) yang selalu menjadi topik bahasan di setiap rapat evaluasi mingguan/bulanan tingkat tinggi, level Gubernur - Bupati/Walikota – Dinas Wisata Tk-1/Tk-2. Pengelola bisa saja dengan memanfaatkan struktur yang ada. Atau, bisa juga mungkin dengan semacam badan pengelola propinsi vs Dinas pariwisata. Atau, bisa juga pihak pengelola swasta. Harapannya tentu professional. 

Kalau sudah jelas KPI nya, mau dipegang sendiri atau swasta pengelolaannya tidak masalah. Siapapun yang diberi amanah menjabat harus bisa merenungkan apa yang harus dilakukan. Bagaimana jualannya laris manis. Mindsetnya sebagai entrepreneur yang jualan bukan birokrat dengan pangkatnya.

Untuk acara besar yang tidak rutin seperti MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran), Tour de Singkarak, dsb, janganlah sampai menghitung jumlah peserta dan pengunjungnya menjadi target wisatawan. Seharusnya ini dianggap sebagai bonus saja.

Kedua; bagaimana mengembangkan potensi wisata. Di sini bisa dimulai dengan merekonstruksi kembali lalu mengoptimalisasi obyek wisata yang sudah ada saat ini.

Di sini dibutuhkan kreatifitas yang tinggi dengan analisa dan tindakan yang tepat. Banyak sebenarnya obyek wisata lama yang perlu dipoles lagi. Lubang Jepang di Bukittigi dan Ngalau Kamang di Payakumbuh adalah obyek wisata sejarah yang sangat penting. 

Pasa Ateh – Pasa Bawah, Pasa Aua Kuniang yang daya tariknya lumayan bagus bagi wisnu. Belajar dari prosesi pergantian regu jaga kerajaan Monaco yang dikelola sedemikian rupa prosesnya, bisa dijual sebagai obyek wisata. Mungkin untuk Jam Gadang bisa dikembangkan dalam bentuk proses perawatan regular. 

Jam Gadang itu lebih monumental lagi. Sayangnya tidak digarap dengan apik. Kemudian di Singapura, tempat Rafless mendarat pertama kali di pinggir sungai saja bisa jadi obyek wisata dan laku dijual. Sumbar jauh lebih hebat lagi dari itu, malah punya Pulau Cingkuak yang sudah terkenal dari dulu sebagai tempat awalnya VOC bermarkas. 

Sayangnya potensi yang luar biasa ini tidak diberdayakan. Secara bersamaan juga mengembangkan potensi wisata baru yang belum diolah atau yang belum diberdayakan. Misalnya Kawasan Wisata Mandeh yang sudah banyak dikenal oleh wisnu bahkan wisman. 

Di sini juga penting untuk bagaimana mensinergikan dan mengintegrasikan obyek yang sudah ada dan proyek pariwisata itu menjadi suatu kemasan wisata yang menarik yang terkait dengan potensi di sekitarnya. Kalau perlu ini saling mengaitkan dengan potensi wisata tetangga dekat maupun jauh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun