Ada kuliner Minang, yang sudah jadi ikon dunia. Bahkan sempat viral video bule yang menyanyikan lagu Nasi Padang, bukti kesan mendalamnya terhadap masakan Minang tersebut. Perantau Sumbar yang tersebar di seluruh penjuru dunia sudah banyak yang membuka restoran yang memperkenalkan masakan Minang. Ini suatu bukti bahwa masakan Minang itu khas dan disukai oleh banyak orang. Ada juga Pacu Jawi, yang sudah menjadi obyek foto yang menarik loh. Banyak para fotografer dunia yang datang khusus ke Sumbar hanya untuk mengabadikan moment Pacu Jawi ke dalam sebuah foto bernilai tinggi. Sayangnya ini dari tahun ke tahun seperti dibiarkan hidup dan berkembang sendiri, tanpa serius digarap untuk menjadi daya tarik tersendiri dalam menarik turis nusantara bahan mancanegara datang. Ada juga Budaya dan Taman Budaya. Daerah yang punya semacam perguruan seni (ISI) cuma Jogya, Solo, Bali dan Sumbar loh. Dengan seni dan budaya yang dimiliki oleh Sumbar, seharusnya ISI Padang Panjang tidak saja berkiprah di tataran nasional, bahkan internasional. Pada hal itu adalah aset besar Sumbar. Termasuk juga di sini Taman Budaya di Padang yang dulu sempat berjaya, bagaimanakah nasibnya kini? Kemudian, potensi kopi khas Sumbar: misalnya kopi Solok Selatan yang lagi mulai dikenal. Selanjutnya, bagaimana mengangkat brand ini ke tingkat internasional, seperti kopi Toraja dan Kopi Gayo yang sudah dikenal banyak di dunia. Selanjutnya potensi dari ikon kebersihan. Dulu tahun 80-an, Kota Padang menjadi acuan kota lan dalam hal tata-kebersihan kota. Orang daerah lain kagum dengan kebersihan kota Padang, bagaimana dengan kini? Entahlah!
Untuk mengejar kemajuan dari potensi di atas, ada dua hal penting yang perlu dilakukan oleh Gubernur terpilih.
Pertama, bagaimana mewujudkan visi-misi dan tata kelola pemerintahannya. Sumbar harus punya target untuk paling tidak mencetak satu perusahaan sekelas Semen Padang setiap tahunnya. Terserah mau di sektor apa. Tidak harus juga menyamai asset yang dimiliki Semen Padang. Paling tidak, ada citra serta efek domino ke sektor lainnya. Terserah, apakah itu hasil binaan perusahaan menengah yang sudah ada, atau hasil percomblangan antara “jomblo kualitas super” perusahaan luar atau asing dengan “jomblo kualitas aduhai” perusahaan-perusahaan lokal di Sumbar. Tantanglah msing-masing kota dan kabupaten untuk membantu mendandani para jomblonya untuk membuat kesepakatan bisnis.
Kedua, bagaimana melakukan akselerasi. Ini mesti dilakukan dengan segala energi dan potensi yang dimiliki. Mencakup SDM, baik di Sumbar sendiri maupun di perantauan. Contohnya, Gebu Minang. Sekarang ini sepertinya kurang terdengar lagi. Seberapa kencang akselerasinya, dapat dilakukan dengan pelacakan (tracking) dan evaluasi kinerja pencapaian pemerintahannya secara regular.
Saya pikir, Sumbar sudah seharusnya segera bangkit dan menggeliat. Lupakan dulu pilkada kemaren. Lupakan dulu hiruk-pikuk politik. Jangan buang-buang waktu dan energi lagi. Fokuslah sekarang untuk mengolah potensi diri agar menjadi propinsi yang paling disegani.
Cukup sekian dulu catatan dari saya. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Ijinkan saya untuk lanjut diskusi lagi dengan teman-teman WA saya tadi. Siapa tahu dapat idea penulisan lagi. Cao !
Posting:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H