Kreatifitas seorang guru sangat diharapkan selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam berhadapan dengan generasi atau peserta didik di era milenial, menjadi model di kelas dalam hal ini guru tidak semata-semata hanya sebagai "pengajar" melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai "pendidik" yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai "pembimbing" yang memberikan pengarahan dan menentukan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan harus dapat dilaksanakan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.
Menurut Mite dalam tulisannya tentang Mengenal Potensi Siswa dalam mendesain pembelajaran di kelas, edisi (kompasiana, 19 Mei 2019) menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam menyeleksi, menerima, menyerap, menyimpan, mengelolah dan memproses informasi. Guru akan menemukan persoalan selama proses pembelajaran, ada siswa yang cepat dalam memahami atau menyerap informasi, ada juga siswa yang lambat dalam menyerap informasi selama proses pembelajaran. Siswa yang cepat dalam memahami atau menyerap informasi kebayakan mereka tuntas dalam belajar, sedangkan siswa yang lambat dalam menyerap informasi mereka mengalami kesulitan dalam belajar sehingga tidak tuntas dalam pembelajarannya.
Definisi kesulitan belajar (learning disability) yang dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977 dan The National Advisory Committee on Handicapped Children pada tahun 1967 adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut nampak dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Secara garis besar ada faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi: (1) kelemahan secara fisik, mental, emosional (2) kelemahan karena kebiasaan dan sikap yang salah dalam belajar, (3) tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar.
Sedangkan faktor eksternal meliputi: (1) kurikulum yang seragam, bahan dan buku-buku sumbernya tidak sesuai dengan tingkat kematangan siswa, (2) ketidaksesuaian standar administrative, misalnya sistem pengajaran, penilaian, pengelolaan dan kegiatan dalam pembelajaran, (3) beban belajar siswa yang terlalu berat (4) populasi siswa dalam kelas terlalu banyak, (5) kelemahan dari sistem pembelajaran pada tingkat pendidikan dasar sebelumnya dan (6) kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga/keluarga.
Solusi bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan Remedial. Ibarat dalam dunia kedokteran, pasien yang sakit harus diberi pengobatan yang rutin agar sembuh dari penyakitnya. Remedy berasal dari bahasa inggris yang artinya obat, memperbaiki atau menolong. Pengajaran remedial merupakan bentuk pengajaran yang bersifat mengobati, menyembuhkan, atau memperbaiki pendekatan, metode, strategi dan model pembelajaran menjadi lebih baik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sesungguhnya.
Remedial merupakan suatu sistem belajar yang dilakukan berdasarkan diagnosa yang komprehensif, dengan tujuan untuk menemukan kekurangan-kekurangan yang dialami siswa dalam belajar, sehingga dapat mengoptimalisasikan prestasi belajar siswa.
Secara umum ada lima langkah diagnosis kesulitan belajar siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ross dan Stanley yang dikutip dalam Program Akta Mengajar V-B5 yaitu:
- Identifikasi kasus, yaitu menentukan peserta didik yang mengalami gangguan dalam belajar.
- Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan yaitu menentukan titik kelemahan yang dapat diatasi.
- Menetapkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
- Mengadakan prognosis, yaitu melakukan estimasi terhadap kesulitan belajar yang dialami oleh siswa untuk menentukan langkah penyembuhannya.
- Mengadakan terapi, dengan memperbaiki pendekatan, metode, strategi dan model pembelajaran dengan harapan agar masalah kesulitan belajar dapat diatasi.
Penulis yang juga adalah pegiat pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Ngada, sangat yakin jika semua pendidik dalam menangani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui pengajaran remedial sesuai dengan langkah-langkah yang benar, maka tidak ada lagi siswa yang tidak tuntas dalam belajar. Pengalaman selama mengajar, di SMA Katolik St Clemens Boawae di Kabupaten Nagekeo, NTT (2010), di SMP Negeri 5 Golewa, (2014) di Kabupaten Ngada, NTT Â dan SMA Katolik Santa Maria Malang di Kota Malang, Jawa Timur (2015), penulis mengakui bahwa selama mengajar belum menerapkan pengajaran Remedial yang benar. Harapan untuk kita semua terutama sebagai pendidik, agar dapat melaksanakan pengajaran Remedial yang benar dan tidak lagi mengikuti pola-pola lama karena kita selalu dituntut untuk berubah, ungkap pria yang akrab disapa Jack Mite.
Semua individu diberikan talenta yang sama oleh Tuhan, jangan memvonis mereka tidak mampu atau bodoh karena kesulitan dalam belajar. Kita mempunyai cara yang berbeda dalam belajar, tegas alumni Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang angkatan 2014.
Penulis,
Yakobus Mite
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H