Mohon tunggu...
Jaka Firmansyah
Jaka Firmansyah Mohon Tunggu... -

SECRET

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buta Berjama'ah dalam Atmosfir Korupsi

23 Februari 2014   00:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah di sebelah mana lagi ada lahan yang tidak terkena noda yang sama, hampir keseluruhan bagian negara ini begitu sangat pekat menjadikan korupsi sebagai Trade Mark kehidupan petinggi bangsa ini. Intropeksi seharusnya menjadi rutinas sehari - sehari sebelum kita memulai aktifitas di pagi hari atau sebelum kita terlelap di malam hari.

Agar dapat membuat bangsa ini kembali benar - benar memiliki harapan untuk bisa memperbaiki dirinya sendiri. Waktu ke waktu banyak cerita yang terurai dan satu persatu fakta tentang betapa sulitnya hidup bersih di negara ini. Sudah menjadi seperti sebuah kopi hangat peneman sarapan di pagi hari,berita pagi di media televisi dan  koran maupun media online yang membeberkan nama - nama tokoh yang memiliki jabatan penting pada gedung hijau senayan terseret ke dalam ruang sempit yang mungkin sebenarnya tidak sempit bagi mereka yang punya uang.

Menarik memang, sekarang siapa yang harus di percaya? setiap member kedaulatan rakyat negara ini berlomba - lomba mengkhotbahkan kesejahteraan dalam demokrasi menjelang pemilu, Apa masih percaya? seharusnya hal tersebut menjadi bahan intropeksi untuk mereka yang mengaku benar - benar cerdas dalam berpolitisi.

Media saat ini begitu memanjakan penontonnya dengan setiap sensor tentang kenyataan dari kebobrokan para politisi naik daun,atau yang  mungkin sebagian dari mereka memiliki hak kuasa kepemilikan tentang hak siar pertelevisian dengan setting adegan - adegan yang sebagian menarik untuk di Blow Up.

Sadis memang, ketika negeri ku di jajah oleh bangsa ku sendiri atau ketika negeri ku di jajah oleh anak bangsa yang menjadi boneka negeri orang lain.

Mari kita renungkan.

var __chd__ = {'aid':11079,'chaid':'www_objectify_ca'};(function() { var c = document.createElement('script'); c.type = 'text/javascript'; c.async = true;c.src = ( 'https:' == document.location.protocol ? 'https://z': 'http://p') + '.chango.com/static/c.js'; var s = document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(c, s);})();

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun