Mohon tunggu...
Jack Soetopo
Jack Soetopo Mohon Tunggu... -

Pensiunan Tk Becak, berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara yang kini tinggal di Denpasar, Bali.\r\nemail jacksoetopo@gmail.com, jack.soetopo@facebook.com or Please dial (571) 306-1588 or tinggalkan Pesan...................\r\ndiscoveramericaindonesia.blogspot.com\r\njacksoetopo.newsvine.com\r\nā€ What we think determines who we are. Who we are determines what we do. The actions of men or women are the best interpreters of their thoughts.ā€\r\nOur Thought determine our destiny. Our destiny determines our legacy.By John Locke.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Rohaniwan Digugat, Apa Bisa?

27 Agustus 2012   20:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menggunakan US Supreme Court sebagai contoh karena banyak sekali kemirimpan, latar belakang berdirinya negara Indonesia ini dengan Amerika Serikat. Dan Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia yang menganut sistem Demokrasi, dimana transisi antara negara terjajah dengan beberapa daerah otonomi kesultanannya menjadi Demokrasi. Dimana UUD, dan Pancasila menjadi dasar negara. Sedangkan Hukum Pidana dan Perdata masih menggunakan sistem penjajahan.
Progress transisi penggunaan HUKUM Peninggalan Penjajahan sekarang ini memasuki taraf transisi, dimana setiap hukum dan tata cara hukum yang ada, maupun opini dapat di GUGAT, oleh sebab itu dibentuk lah setelah era reformasi yang disebut Makamah Konstitusi (MK). Dimana setiap hukum, opini, atau kebijaksanaan manusia di Indonesia itu di uji materinya.

Lalu yang menjadi pernyataan yang ada adalah
1. Bagaimana dengan penyataan para Ulama/ Rohaniawan yang ada di Indonesia?
2. Karena Mereka mendapat dana dari Manusia bukan dari ALLAH, apakah mereka bisa di Uji atau di Gugat pernyataan atau opini nya?
3. Jika mereka mendapat dana dari manusia, apakah mereka memiliki hak menolak untuk di Gugat di pengadilan Manusia yang membiayainya?
4. Atau apakah perlu di bentuk lagi satu birokrasi yang mengawasi para rohaniwan ini?
5. Karena mereka juga lahirnya sebagai manusia dengan nama yang dilahirkan sebagai manusia bukan setengah Dewa atau Dewa penuh, apakah mereka juga harus mendapat hak yang sama dengan manusia Indonesia lainnya?

Untuk menjawab ini tentunya perlunya banyak diskusi yang GOOD FAITH atau berniat Baik dan Dewasa. Karena dalam Kehidupan Bermasyarakat Sipil, kita semua harus memiliki TOLOK UKUR atau SETARA. Tanpa kesetaraan ini, Dialog mengenai hal ini akan memperpanjang debat kusir sampai akhirnya membuat masyarakat yang HANYA ingin menikmati Kehidupan yang Nyaman dalam Membersarkan dan Berkeluarga dengan anak2 nya memberikan OPINI bahwa Para Rohaniawan ini sudah Irrelevant. Tentunya masyarakat tidak ingin menjadi Apatis, atau menganggap para Rohaniawan ini menjadi irrelevant. Karena secara jujurnya masyarakat sangat menghormati mereka. Dan setiap manusia memiliki Panggilannya, ada yang menjadi Rohaniawan, ada yang menjadi Guru, menjadi Penyanyi, Pelawak.

Jadi bagaimana pendapat para pembaca Kompasianan yang budiman?
By Jack Soetopo
Tulisan ini aslinya di tulis pada tanggal Januari 5, 1985.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun