Washington, 8 Desember 2011
Bagi kita yang pernah bekerja dan hidup di luar negeri, mengerti sekali perlunya kejujuran dan kerja keras. Karena itu adalah salah satu syarat untuk tetap bekerja di sana, dimana pun Anda berada. Baik bekerja di Saudi, UEA, Jepang, HK, China, Korea, Australia, Malaysia, Selandia Baru, Eropa, Canada, maupun di Amerika Serikat.
Tentunya anda semua mengerti kerja keras, bahkan bagaikan robot, dan kejujuran yang sangat terketat sekali. Tidak ada istilah malas, atau ogah kerja.
Tetapi begitu mereka kembali ke Indonesia, dengan uang hasil kerja keras di sana, betapa kecewanya mereka melihat kejadian terus menerus terjadi, dimana mereka harus membayar ini, membayar itu, harus demikian, dan bayar sana, bayar sini.
Setelah sampai ke kampung mereka lagi2 mereka tertegun dengan kelakuan para yang mengaku pemimpinnya yang begitu indah mulut nya berkhotbah dengan indahnya, tetapi tidak perduli dengan kenyataan yang ada di kampung halaman. Sehingga uang yang bertahan- tahun dikumpulkan di kampung, habis untuk mencukupi seluruh kampung, yang dimana sekolahnya seperti kandang kerbau, jalan2 nya yang seperti kubangan kerbau, belum lagi PLN yang penuh alasannya, tidak perduli dengan jerat jepretan, seperti sediakala, sedangkan direkturnya yang sekarang menjadi Menteri dengan manis nya berpura2 merakyat.
Sampai ada yang bertanya,
"Apakah susahnya membeli Genset yang berkapasitas 2 MW per kampung?"
"Apakah susahnya membangun sekolah daerah2 di Indonesia?"
"Apakah susahnya membangun jalan yang lurus 4 line?"
"Apakah susahnya membangun Jembatan yang kokoh?"
Sedangkan mereka yang bekerja di negara2 yang dulunya sama dengan Indonesia, artinya negara2 berkembang dapat membangun jalan dan infrastruktur yang membantu berkembangnya satu Bangsa.
Arti Satu Bangsa apa yang mereka tidak mengerti?
Sampai beberapa dari mereka yang tadinya tidak beribadah dengan tetap tentu, berubah menjadi seorang yang sangat khusuk. Setelah tiba di Indonesia, sangat bersemangat untuk membuktikan dirinya sebagai seorang yang beribadah.
Ternyata?
Kecewa dengan keadaan yang terus menerus terjadi. Dimana kemunafikan dan kedurjanaan terus berlangsung.
Ibarat, seperti presiden Syria, Libya, Tunisia, Mesir, yang delusi dan hidup di La La land. Demikian yang terjadi di Indonesia, dimana para pemimpin nya hidup di paralel world, dengan berpikir mereka berkorupsi ria itu adalah berkah dan bagian dari ibadah yang di restui oleh Tuhan mereka.
Seperti contohnya, pelamar calon pemimpin KPK yang lolos dari seleksi 8 besar. Membuat pernyataan umum bahwa melanggar hukum sebagai pejabat polisi itu OK, OK saja, atau sah sah saja. Lalu aneh nya Anggota2 DPR memasukan beliau di 8 favorit yang dari puluhan calon ketua KPK yang berkualitas. Bahwa beliau dengan jujur nya mengatakan bahwa inilah Ibadahnya, dengan aroganmengatakan bahwa para pejabat boleh saja berbohong, dan mencari dana, atau menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri.
Delusikah Bangsa Indonesia?
Banyak dari kita, mengharapkan munculnya HERO, seperti Ketua KPK yang muda ini, yang menjadi pertanyaan adalah,
"Apakah Hero Muda ini bisa merubah Ibadah para Perampok Negara ini?"
"Apakah Hero Muda ini bisa dibantu oleh masyarakat, apalagi didukung dengan sepenuh hati?"
"Apakah 99% rakyat Indonesia akan Bangun dari Tidur yang panjang dengan mengubah Ibadah Korupsi ?"
Delusi yang sangat parah, terjadi terutama di kota2 besar, dimana antara anak2 yang menjadi gembel, dan anak2 koruptor ini sangat kontras terlihat.
Keadaan Ibadah Sesat para koruptor ini remind to be seen dan kapan akan berakhir.......
Jack Soetopo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H