Mohon tunggu...
Jabalos Simbolon
Jabalos Simbolon Mohon Tunggu... -

Pandangan Peolotik. (Peol=melenceng otik=sedikit)

Selanjutnya

Tutup

Money

Bermula dari Sebatang Pohon...

7 Mei 2010   12:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:21 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Untuk memulai menanam sebatang bibit pohon pada Jumat, 26 Juni 2009 lalu, butuh waktu dua pekan merealisasikannya. Ada pula teman mendebatnya dan menyebut "anda macam kurang kerjaan." Tetapi kini, menanam 1.000 pohon pun dalam satu jam, sambil bercanda-canda, sangatlah mudah.

--------------

"Tak ada istilah kurang kerjaan. Toh, saya ingin menikmati suasananya menanam pohon itu. Memegang tanah dan cangkul," kata saya dalam hati, setahun lalu. Di sela-sela tugas yang tak mengenal jam kerja, saya memacu sepeda motor menyusuri jalan-jalan di Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Dari jalan besar masuk ke gang, kembali lagi ke jalan besar hingga keringatan. Debu jalanan lengket ke tubuh menjadi daki. Ketika itu, Senin 22 Juni pukul 08.00 WIB. Tujuannya, melihat-lihat halaman sekolah yang gersang. Namun tak mudah saya temukan.

Setelah berkendara 30 kilometer, ketemu satu komplek gedung Sekolah Dasar (SD). Namanya, SD 100, Jalan Sisingamangaraja, di selatan Medan. Kondisinya gersang, halamannya berdebu. Kebetulan murid SD sedang reses dari kelas. Anak-anak segera menghambur ke halaman. Ada duduk di teras, jajan di kantin, kejar-kejaran di halaman hingga pinggir jalan.

Lalu lintas kendaraan sangat sibuk di Jalan Sisingamangaraja (jalan utama menuju Danau Toba) dan menerbangkan asap dan debu. Hentakan sepatu-sepatu 455 orang murid, turut menerbangkan debu, sambil mereka menikmati es, goreng dan jajanan lain dari pedagang keliling. Begitulah keseharian mereka.

Hanya sedikit pohon peneduh, penangkis terik ke kepala-kepala bocah SD itu. Usai mengamati sekeliling, saya coba temui kepala sekolahnya dan menawarkan, agar halaman SD 100 itu ditata dengan penanaman pohon pelindung. Jika terurus baik, lima tahun sudah tambah peneduh. Di ujung pembicaraan, si kepala sekolah meminta saya, membuat surat permohonan resmi. Teringat saya soal komentar teman yang menyebut 'kurang kerjaan'. "Alamak, saya berhadapan dengan birokrasi," benak saya. Surat permohonan itu saya penuhi, lalu hari Rabu disetujui.

Setelah mengukur jarak antar lubang, letak dan atap gedung, hanya 22 lubang penanaman yang ideal. Jadilah penanaman perdana di SD 100 dengan jumlah bibit 22 batang jenis mahoni, bunga tanjung dan sono keling, pada hari Jumat. Selanjutnya program ini pun, bersama rekan-rekan menyebut Save The Earth dengan sub program Green School. Penanaman pohon, satu di antara beberapa tindakan untuk menuju kondisi sekolah hijau itu. "Bermula dari sebatang pohon," begitu komitmen saya.

Ada alasan sederhana, kenapa memilih sekolah-sekolah sebagai sasaran penanaman. Supaya, adik-adik di sekolah bisa diajak mengenal, menanam pohon. Lalu mendengar langsung komentar mereka soal suasana teduh di bawah pohon di sekolahnya, soal debu, asap kendaraan dan terik matahari dengan bahasa sederhana. Kemudian menjelaskan, udara kotor yang mereka hirup dan jajanan yang mereka santap, hingga hubungannya kenapa perlu menanam pohon. Saya meminta guru agar mengajak murid untuk menyiram dan merawatnya. Dan selalu mengatakan kepada murid, jika makin banyak pohon, udara lebih bersih, tidak kepanasan, ada tempat berteduh dan enak bernafas. Kalau pohon mangga, dirawat makin cepat besar, berbuah lalu kita makan. Suatu saat kelak, mereka paham apa makna perubahan iklim dan global warming serta dampaknya.

Usai dari SD 100, esoknya lanjut menanam pohon di lokasi kantor Dinas Kebersihan Kota Medan. Di lokasi ini, hanya untuk 25 batang bibit yang memadai. Di hari yang sama, saya bersama rekan-rekan bergerak 25 kilometer ke selatan Medan, Terminal Terpadu Amplas. Setelah mengontak Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Dearmando Purba, 220 batang bibit di tanam. Tak perlu menunggu seremoni penanaman simbolis. Diiringi deru mesin dan asap knalpot, tim saya bersama dengan pegawai perhubungan, membuat lubang, membor aspal lalu menanam.

"Jika di kawasan terminal ini bisa tumbuh selamat pohon, di tempat lain pasti lebih mudah," kata saya kepada Kepala Terminal, Hendrik Ginting. Ia tersenyum mendengarnya. Di terminal, ada beragam corak dan sikap manusia. Saat pulang kerja malam, saya singgah di kawasan terminal, untuk melihat saudara-saudara di sana memperlakukan pohon itu. Tak sampai sepekan, 30 batang bibit sudah patah dan kami lakukan penyisipan. Kini, sekira 50 persen tumbuh dan daunnya bertambah sehelai demi sehelai. Lumayan...(smile).

Masih di hari Sabtu, perjalanan berlanjut ke kampus UMPI, Jalan Balai Desa, Kecamatan Medan Amplas, waktu 20 menit dari terminal. Untuk bertemu pihak rektorat menawarkan penghijauan. Pihak kampus setuju. Setelah menaksir luas lahan, hanya 50 batang idealnya. Lalu menawarkan hal serupa ke Yayasan Pendidikan Nur Hasanah di Jalan Garu I dan disetujui 60 batang. Kemudian menyurvei SDN 060925 di Jalan Sisingamangaraja, dan kepala sekolahnya sepakat 27 batang sesuai kondisi lokasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun