Paket Kebijakan Ekonomi jilid 16 Sektor Telekomunikasi dan Teknologi Informasi (Kominfo) yang diterbitkan beberapa waktu lalu, dan relaksasi  Daftar Negatif Investasi yang pengaturan Penanaman Modal Asingnya hanya diperbolehkan maksimal 67 %, adalah di bidang :
Jasa Sistem Komunikasi Data,
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi Tetap,
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi Bergerak,
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Layanan Content [ring tone, sms premium,dsb],
Pusat Layanan Informasi (call centre) dan jasa nilai tambah telepon lainnya,
Jasa Akses Internet [Internet Service Provider],
Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik dan Jasa Interkoneksi Internet (NAP),
Jasa Multimedia Lainnya.
Ada tiga poin dalam Paket Kebijakan Ekonomi ini, yakni :
Memperlua fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomis.
Merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi pengamanan modal dalam negeri, termasuk UMKM dan Koperasi yang masuk ke seluruh di bidang usaha. Â Juga dalam rangka memperluas kemitraan bagi UMKM dan Koperasi untuk bekerjasama agar usahanya dapat naik ke tingkat yang lebih besar.
Memperkuat devisa sebagai pemberian insentif perpajakan. Â Pengendalian ini berupa kewajiban untuk memasukkan DHE (Devisa Hasil Ekspor) dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam seperti pertimbangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Insentif perpajakan berupa pemberian tarif di finall pajak penghasilan atas deposito. Kewajiban untuk memasukkan DHE ini tidak menghalangi keperluan pribadi untuk memenuhi kewajiban-kewajiban valasnya.
Maka bisa dilihat bahwa paket yang telah diterbitkan tersebut dibuat dengan sangat terburu-buru dan cenderung "kalap" dan tidak menyeluruh dan detail. Â Yang pada akhirnya membuat masyarakat umum ataupun masyarakat yang berkecimpung di masing-masing sektor menjadi bingung.
Harus diakui, bahwa situasi ekonomi Indonesia saat ini memang sedang tidak baik, maka seharusnya pemerintah tidak gegabah dan tidak melakukan "trial and error" dalam meluncurkan paket kebijakan ini.
Di sektor yang akan penulis bedah, yakni khusus di sektor telekomunikasi dan teknologi informasi yang semakin tidak jelas, sebab aturan turunan dari kebijakan ekonomi tersebut, dari media manapun informasi itu belum didapat, yang artinya pemerintah tidak atau belum siap untuk mengaturnya.
Dan ketika mencermati landasan pijaknya (berkaitan dengan industri strategis yang akan dimanfaatkan oleh hajat hidup banyak orang), adalajh Amanat UUD 1945 Pasal 33, yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Lalu landasan hukum tentang telekomunikasi sendiri, yakni UU Nomor 36 / 199 tentang Telekomunikasi,
Pasal 2, yaitu Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3, Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Maka jelas, bahwa sektor telekomunikasi dan teknologi informasi, seharusnya utuh dikuasai negara atau setidak-tidaknya negara mempunyai saham mayoritas dan dominan, agar yang diamanatkan UUD 1945 dan UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dapat terwujud dalam rangka menyejahterakan rakyat banyak di negeri ini.
Sedang dalam kebijakan ekonomi di atas, seperti yang banyak dilansir oleh banyak media, disebutkan bahwa penanaman modal asing hanya diperbolehkan maksimal 67%.
Mak penulis mencoba memberikan ilustrasi terkait industri telekomunikasi tersebut
Perlu diketahui bahwa saat ini saham BUMN bidang telekomunikasi, yakni Telkom yang dimiliki oleh Negara melalui Pemerintah RI hanya sebesar 52,09 % dan saham publik 47,91%
Jika kepemilikan saham Telkom tersebut dilepas ke publik (asing) hingga 67%, maka yang terjadi adalah penguasaan negara di Telkom menjadi minoritas, terasing di negerinya sendiri.
Penulis tidak akan berprasangka terhadap kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan tersebut, namun sekedar mengingatkan bahwa ada sektor-sektor yang semestinya harus dikuasai negara melalui Pemerintah RI, dan sesuai dengan koridor konstitusi yang ada.
Mari kita tunggu babak berikutnya, apakah kebijakan ekonomi ini akan berfihak sesuai amanatUUD 1945 dan UU di bawahnya, ataukah semakin liberal, yang notabene negara seliberal Amerika Serikat tidak akan melepaskan sektor-sektor strategisnya, Â semuanya tetap dikuasai oleh negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H