Terima kasih PakDe (Bapak Gede), PakDe telah mau lewat di kota kami, walau tak singgah. Jikapun singgah, menurut kami juga akan menjadi sia-sia, sebab justeru akan menjadikan kami lebih repot.
Terima kasih ini juga kami sampaikan, sebab jalan yang setiap hari kami lewati yang beberapa jam sebelum PakDe lewat masih berlobang dan berkerikil yang sangat membahayakan nyawa kami, tiba-tiba menjadi sangat mulus, bak permadani. Bahkan legenda pendirian Candi Prambananpun tidak ada apa-apanya, sebab ini adalah kisah nyata.
Ketika kami dengar PakDe singgah di kota tetangga, ternyata PakDe sudah tidak punya kebanggaan lagi, kecuali hanya bangga terhadap Instagram-nya BuDe.
Padahal yang ingin kami dengar, mestinya PakDe mampu cerita berapa harga beras lokal dalam satu kilogram, atau berapa sudah berat badan PakLik-PakLik (Bapak Cilik) petani, yang hingga kini masih tampak tulang rusuknya yang menonjol bagai tuts piano.
Atau PakDe cerita lautan kita yang luas, bahkan luasnya dua per tiga dari luas Wilayah Republik ini, namun PakDe tidak mampu mencegak impor garam.
Atau cerita tentang bawang yang PakDe impor dari Singapura, padahal semua orang tahu, negeri tetangga kita tidak punya ladang bawang.
PakDe masih tetap saja mendongakkan kepala, dan masih berani lewat kota kami, walau tidak mempengaruhi apapun.
Bahkan, anak kami yang terkecil sempat bilang, ketika PakDe lewat kota kami "Pak, jikapun negeri ini tidak ada PakDe, rasanya negeri ini masih sanggup tegak berdiri"
Dan hari ini, PakDe lewat di kota kami, yang pada akhirnya menjadi kami para orang tua menjadi sakit hati, sebab anak-anak kami yang sekolah "dipaksa" meninggalkan bangku kelasnya, untuk berdiri berjajar berjam-jam hanya menunggu PakDe lewat, jika waktu yang terbuang itu dipakai untuk menambah dan mematangkan ilmunya, barangkali kelak anak-anak kamilah yang akan memimpin bangsa ini.
Tidak itu saja, kami juga sakit melihat PakLik kami yang dipaksa berhenti hanya untuk menunggu PakDe lewat hingga berjam-jam, padahal mereka hanya sopir truk, yang membawa bahan-bahan makanan. Dan memungkinkan bahan makanan itu menjadi busuk, karena terlambat sampai di tujuan.
Atau PakLik kami yang menjadi sopir bus, yang penumpangnya juga PakLik-PakLik kami yang berburu waktu agar rizki yang tidak seberapa tidak menjadi lenyap begitu saja, juga hanya menunggu PakDe lewat.