Pala adalah rempah yang berasal dari biji pohon Myristica fragrans, asli Maluku, atau Kepulauan Rempah, di Indonesia. Sejarahnya berasal dari zaman kuno ketika diperdagangkan di sepanjang rute rempah-rempah dan dinilai mahal karena rasa dan khasiat obatnya yang unik.Â
Secara historis, pala sangat dihargai oleh para pedagang dan penjelajah karena kualitas aromatik dan pengawetnya. Ini memainkan peran penting dalam eksplorasi Eropa selama Age of Discovery, sering diperdagangkan dengan harga tinggi dan berkontribusi pada pentingnya perdagangan rempah-rempah dalam ekonomi global.Â
Adapun manfaatnya, pala mengandung senyawa seperti myristicin, yang diyakini memiliki berbagai potensi manfaat kesehatan. Beberapa manfaat tersebut antara lain:Â
Bantuan Pencernaan: Pala telah digunakan secara tradisional untuk meredakan masalah pencernaan seperti gangguan pencernaan dan kembung.
Pereda Nyeri: Senyawa myristicin dalam pala mungkin memiliki sifat analgesik, membuatnya berguna untuk meredakan nyeri otot dan ketidaknyamanan.Â
Kesehatan Otak: Pala mengandung senyawa yang berpotensi meningkatkan kesehatan otak dengan meningkatkan fungsi kognitif dan mengurangi stres oksidatif.Â
Mengandung Antioksidan: Pala kaya akan antioksidan, yang membantu melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul berbahaya yang disebut radikal bebas. Bantuan Tidur:Â
Pala sering digunakan sebagai obat alami untuk meningkatkan tidur dan mengatasi insomnia bila dikonsumsi dalam jumlah sedang. Efek Anti-Peradangan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pala mungkin memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat bermanfaat bagi kondisi seperti radang sendi.
Buah Pala di Nusantara
Buah pala memiliki sejarah yang panjang di nusantara, khususnya merujuk pada kepulauan Indonesia tempat Kepulauan tempah tersebut berada. Kepulauan Rempah yang dimaksud adalah  Maluku. Maluku dikenal sebagai sumber utama pala selama berabad-abad.
Melalui tulisan ini saya akan menjelaskan sejarah tanaman pala di Nusantara.
Asal dan Perdagangan tanaman Pala diyakini berasal dari Kepulauan Banda, wilayah Maluku Indonesia Timur. Pulau-pulau ini adalah satu-satunya tempat pala dan fuli (bunga dari tanaman pala yang berasal dari pohon yang sama) ditemukan secara alami.Â
Karena monopoli perdagangan tanaman inilah Kepulauan Banda menjadi episentrum perdagangan pala pada zaman dahulu.Â
Karena nilai pala yang tinggi, kekuatan kolonial Eropa, terutama Portugis, Belanda, dan Inggris, bersaing untuk menguasai  Kepulauan Rempah Maluku. Belanda berhasil menguasai perdagangan pala pada abad ke-17, membangun monopoli yang mana membuat mereka mampu mengendalikan harga dan pasokan.Â
Perang Pala sempat terjadi akibat persaingan ketat untuk menguasai Kepulauan Rempah yang menyebabkan konflik, dikenal sebagai "Perang Pala". Peperangan ini merupakan serangkaian pertempuran dan negosiasi antara kekuatan Eropa untuk mengamankan akses ke perdagangan pala yang berharga.Â
Budidaya pala lalu dilakukan oleh Belanda. Belanda, setelah mendapatkan kontrol, mengambil tindakan untuk membatasi produksi pala untuk mempertahankan nilainya agar tetap mahal  Mereka mencabut pohon pala dari lokasi lain dan memindahkannya ke bagian lain dari koloni mereka, seperti pulau Jawa.Â
Dampak pada Sejarah dari perdagangan pala turut memainkan peran penting dalam membentuk sejarah global, ekonomi, dan eksplorasi selama Age of Discovery (zaman penemuan). Pencarian rempah-rempah yang berharga ini mengarah pada eksplorasi jalur perdagangan baru dan penemuan tanah baru.Â
Produksi Pala Modern di Indonesia saat ini, negara kita masih menjadi produsen pala yang cukup besar. Kepulauan Banda terus menjadi sumber penting rempah-rempah ini, tetapi pala juga dibudidayakan di bagian lain Indonesia, seperti pulau Sulawesi. Sejarah pala di kepulauan Indonesia mencerminkan perebutan kekuasaan, signifikansi ekonomi, dan pengaruh budaya rempah-rempah selama era kolonial. Ini adalah pengingat bagaimana komoditas seperti pala turut  menentukan jalannya sejarah dunia, bisa dilihat dari sejarah kolonialisme di dunia Timur, khususnya Indonesia, yang berbuntut pada penjajahan.
***
Jika pala dikenal di Indonesia Timur. Pala diketahui juga ditanam dan dibudidayakan di wilayah Aceh. Yang dahulu terkenal sebagai gerbang perdagangan rempah-rempah, memang lebih dikenal melalui komoditas lada. Hampir seluruh wilayah Aceh dulunya adalah penghasil lada. Aceh sebagai kerajaan besar di pintu masuk Nusantara, yaitu Selat Malaka, berperan besar dalam perdagangan rempah-rempah yang ada di wilayah Nusantara. Tak heran Aceh menjadi sebuah kerajaan makmur berkat perdagangan rempah-rempah.
Di era Indonesia modern, Aceh merupakan wilayah yang pertama kali memperkenalkan penyulingan pala menjadi minyak dengan alat yang cukup canggih pada masa itu.
Aceh sebagai pelopor dengan didirikan PT ADI (Acheh Destilling Industries) di Tapaktuan pada 1970-an, memperkenalkan alat paling modern dalam proses penyulingan minyak pala di Indonesia, yang teknologinya kini banyak diadopsi oleh para pengusaha pala.
Penelitian sosial ekonomi masyarakat tentang petani pala oleh Kumba (1984), keuntungan ekonomi pala bukan hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi beberapa petani di Aceh Selatan bahkan mampu membiayai pendidikan anaknya sampai pascasarjana.
Sejak 1990-an kebun pala di Aceh mengalami masalah serangan hama dan penyakit, cabang dan pucuknya kering dan beberapa hari kemudian langsung mati. Hama penggerek batang dan bubuk cabang serta jamur menyerang tanaman pala. Kelihatan seperti tanpa obat manjur menahan laju kehancuran pala. Produksi minyak, biji dan fuli menurun.
Namun dewasa ini wilayah Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya sudah mulai melakukan upaya budidaya kembali tanaman pala, bersamaan dengan tanaman Nilam yang sama-sama menghasilkan minyak Atsiri yang punya nilai jual tinggi di pasar internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H