Mohon tunggu...
Jabal Sab
Jabal Sab Mohon Tunggu... Penulis - Mantan Kepala Bidang Informasi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh

Menulis untuk berbagi pengetahuan, menulis untuk perubahan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kala Golkar Memilih Prabowo sebagai Capres

19 Agustus 2023   20:11 Diperbarui: 19 Agustus 2023   20:35 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Website Partai Golkar

Sebelum kontestasi Pilpres 2024 memasuki masa tenggang, jauh-jauh hari senior Partai Golkar Akbar Tanjung mengeluarkan pernyataan bahwa ia mendukung Anies Baswedan. Pernyataan tersebut diralat kembali, kemungkinan besar karena ketua umum partai berlambang beringin ini, Airlangga Hartarto berniat maju menjadi presiden dari Partai Golkar.

Golkar bersama dengan PAN dan PPP pertama kali menyatakan koalisi dibawah payung Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Koalisi ini tidak kunjung mendeklarasikan calon presiden. Bisa jadi karena faktor Airlangga Hartarto tidak menunjukkan peningkatan signifikan dalam tingkat elektabilitas. PPP akhirnya memutuskan bergabung bersama PDI-P untuk mendukung Ganjar Pranowo. KIB pun hanya menyisakan Golkar dan PAN.

Sejak jauh hari dari amatan saya, Golkar memang terbagi ke beberapa faksi dalam penentuan bakal calon presiden. Andi Sinulingga dari jauh-jauh hari telah menyatakan mendukung Anies Baswedan bersama dengan kader Golkar lainnya. Namun dukungan ini bukanlah dukungan resmi.

Jusuf Kalla, Mantan Ketua Umum Golkar dan Mantan Wakil Presiden RI adalah salah satu tokoh yang masih punya pengaruh kuat di alam tubuh Partai Golkar. Jusuf Kalla secara gamblang mendukung Anies Baswedan. Kalla pun telah melakukan pertemuan resmi dengan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai bentuk dukungan untuk Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Apabila kita amati, dukungan sebagian faksi dari Partai Golkar kepada Anies Baswedan adalah wajar. Anies adalah kader utama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Organisasi kemahasiswaan yang banyak melahirkan kader-kader berpengaruh di tubuh Partai Golkar. 

Apabila Akbar Tandjung yang merupakan sesepuh besar di HMI, bersamaan dengan JK menyatakan mendukung Anies Baswedan, salah satunya adalah faktor sama-sama lahir dari organisasi HMI. Surya Paloh yang juga mantan kader Golkar sebelum mendirikan NasDem, juga punya hubungan khusus dengan JK sehingga tak heran apabila Paloh memilih mengusung Anies Baswedan.

Namun Golkar juga punya ikatan kuat dengan Prabowo Subianto. Di 2009 Prabowo pernah ikut konvensi Partai Golkar untuk menjadi calon presiden. Hanya saja waktu itu ia kalah dari Wiranto. Prabowo adalah menantu dari Mantan Presiden Soeharto. Tentu ikatan kuat keluarga Cendana dan Prabowo dengan Partai Golkar masih perlu diperhitungkan. 

Apabila Golkar hari ini merapat ke Prabowo dan bukan ke Anies, ada alasan rasional yang cukup jelas dibalik ini. Partai Golkar kemungkinan tidak ingin membangun sentimen negatif dengan Jokowi. 

Sebagi bagian dari koalisi pemerintahan yang berkuasa, memilih Anies punya potensi menciptakan sentimen negatif dengan Jokowi dan rezim berkuasa. Bekas-bekas pergumulan kuat di 2019 dulu membuat Anies Baswedan menjadi semacam common enemy bagi rezim. Jokowi di beberapa momen bahkan hadir bersama Ganjar dan Prabowo bersamaan sebagai simbol bahwa kedua capres tersebut sama-sama bagian dari keberlanjutan rezim. 

Pasca deklarasi Anies Baswedan oleh NasDem, kita bisa melihat tanda-tanda keretakan  antara Jokowi dan Surya Paloh. Seolah Jokowi tidak senang dengan langkah Paloh yang merupakan koalisinya selama dua periode untuk mendukung Anies sebagai capres. Rivalitas antara kubu Jokowi dan pihak oposisi yang hari ini diwakili oleh Anies Baswedan membuat hubungan Jokowi dan Paloh seakan merenggang.

Melihat fenomena di atas, mungkin hal tersebut menjadi alasan bagi Golkar untuk mendukung Prabowo sebagai capres bersama dengan PAN. Golkar tidak ingin bernasib sama dengan NasDem dengan mengambil resiko mendukung Anies. Namun di sisi lain Golkar juga seakan sudah tidak nyaman berada dalam hegemoni PDI-P sebagai partai yang telah berkuasa selama satu dekade terakhir r.

Masuknya Golkar dan PAN dalam koalisi bersama Gerindra dan PKB adalah salah satu upaya atau strategi alternatif untuk membentuk pemerintahan baru di luar dominasi PDI-P yang makin kuat di kancah politik Indonesia. 

Dengan bergabungnya Golkar, PAN dan PKB yang notabene dulunya adalah koalisi pengusung Jokowi bersama Gerindra, menjadikan jalan Ganjar Pranowo untuk terpilih sebagai presiden tidak akan semudah Jokowi.  Koalisi yang terpecah ke tiga kubu dan tiga pasangan calon membuat PDI-P tidak akan dengan mudah mengulang kesuksesan cerita Jokowi terpilih.

Ada semacam keresahan di partai-partai pengusung Jokowi dulu bahwa PDI-P mampu mendulang peningkatan elektabilitas, sementara partai-partai lain yang tergabung dalam koalisi justru menurun.

Bergabungnya Golkar bersama Gerindra, PKB dan PAN mendukung Prabowo sebagai capres adalah bahasa isyarat yang bisa diartikan bahwa sebenarnya partai-partai ini menunjukkan keinginan terciptanya sebuah rezim pemerintahan baru yang tidak lagi didominasi oleh kedigdayaan PDI-P.

Selain menunjukkan isyarat menginginkan tatanan pemerintahan yang baru, faktor hubungan emosional dengan Prabowo Subianto yang telah terjalin lama dengan  Partai Golkar menjadi alasan yang rasional mengapa Partai Golkar akhirnya memilih mengusung Prabowo Subianto di pilpres 2025 nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun