Mohon tunggu...
Jabal Sab
Jabal Sab Mohon Tunggu... Penulis - Mantan Kepala Bidang Informasi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh

Menulis untuk berbagi pengetahuan, menulis untuk perubahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Renungan Kemerdekaan: Tentang Islam di Indonesia

17 Agustus 2023   19:13 Diperbarui: 18 Agustus 2023   07:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tidak akan merasakan makna kemerdekaan melebihi mereka yang pernah merasakan penjajahan dan penderitaan. Salah satu luka penjajahan yang kesannya berdampak hingga masa kemerdekaan, juga negara-negara bekas koloni di dunia ketiga, adalah luka intelektual. Dimana kita dihadapkan dengan pengetahuan yang memposisikan bangsa-bangsa yang pernah dijajah hanya sebatas sebagai objek pengetahuan. Dicekal untuk berkembang menjadi subjek dalam ilmu pengetahuan. 

Ketika manusia-manusia terjajah hendak menjadi subjek bagi ilmu pengetahuan, ia dipaksa menerima kenyataan bahwa pengetahuan bukanlah suatu yang ada pada kebudayaan bangsanya, melainkan bahwa ilmu pengetahuan adalah tradisi bangsa penjajah. Penjajah memperkenalkan ilmu pengetahuan, memperkenalkan rasionalisme; kesadaran akal budi, menghilangkan mitos dan takhayul. Penjajahan coba diajarkan juga punya peran dalam upaya untuk tranformasi, mencerahkan kehidupan bangsa yang terjajah. 

Atau membuat kita berpikir bahwa; iya, kami dijajah, sumberdaya alam kami dikeruk, tapi kemudian kami diperkenalkan dengan kehidupan yang modern ala barat penjajah, kami tak lagi mengikut pada tradisi kami yang kuno, kami akan mencoba mengubah cara-cara pribumi yang tradisional, menjadi modern ala penjajah, meski kami menentang penjajahan.

Juga ada yang menyangkal penjajah dan penjajahan, sembari menghidupkan semangat kebangsaan, menggali kembali identitas sejarah bangsa dan keluhuran kebudayaannya, mengadopsi barat dengan ilmu pengetahuan, cara pandang, nilai dan etikanya dan memadukan dengan keluhuran budaya bangsa.

Setidaknya hal-hal tersebut merupakan sebuah upaya-upaya intelektual yang dilakukan pada masa pergerakan kemerdekaan oleh bangsa yang dijajah untuk mencoba menyembuhkan luka batin akibat kejamnya penjajahan dan dampaknya terhadap penjajahan alam pikiran.

Pertanyaannya, apakah intelektualisme dan cara berpikir rasional tidak kita kenal sebelum diperkenalkan oleh para penjajah? Seandainya kita tidak terjajah, apakah lantas kita tidak akan punya tradisi ilmu pengetahuan sendiri dalam kebudayaan kita? Apakah tanpa kolonialisme dan imperialisme, kebudayaan bangsa kita hanya sebuah kebudayaan statis yang tak berkembang? Saya tidak akan menjawab pertanyaan ini secara detil, meski saya akan menjawab bahwa, tanpa kolonialisme, Indonesia dan negeri-negeri di kepulauan telah mengenal Islam sebagai teologi "pembebasan" dari mitos dan takhayul, dan mengenalkan rasionalisme serta punya tradisi ilmu pengetahuan sendiri yang punya struktur yang rapi dan kompleks dan juga dinamis.

Penjajahan hanya kemudian membuat tradisi ilmu itu berhenti, mengalami stagnasi dan kemudian menjadi asing bagi anak negeri sendiri. Islam telah mengalami suatu proses yang menjadi dasar bagi pembentukan entitas kebudayaan bagi negeri-negeri kepulauan (archipelago) yang jadi cikal-bakal Indonesia saat ini. Islam telah menjadi semangat dan tradisi lokal yang mengakar di hampir seluruh kebudayaan pulau-pulau Nusantara. Islam adalah tradisi lokal, tradisi pribumi, tradisi yang asli Indonesia. Maka akan aneh kemudian jika menjadi Islam (dengan ke-universal-an nilainya juga kekhasan lokalnya) di Indonesia hari ini bukan diartikan sebagai menjadi Indonesia, menjadi pribumi, menjadi diri kita sendiri.

Apa yang kita bisa lakukan dalam merawat kemerdekaan dan memaknai kemerdekaan adalah dengan menjadi Indonesia, dengan menjadi diri kita sendiri. Dan menjadi Islam dalam konteks kebangsaan kita adalah juga bagian dari menjadi diri sendiri, menjadi Indonesia yang sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun