Mohon tunggu...
Jabal Sab
Jabal Sab Mohon Tunggu... Penulis - Mantan Kepala Bidang Informasi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh

Menulis untuk berbagi pengetahuan, menulis untuk perubahan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritik Charles Taylor terhadap Modernitas

24 Desember 2022   23:15 Diperbarui: 24 Desember 2022   23:33 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Charles Taylor, filsuf yang merupakan profesor di McGill University, kampus yang terkenal dengan perhatian yang besar terhadap studi filsafat agama, menulis buku The Ethics of Authenticity; Etika Otentitas atau Etika Keaslian. Ia mengkritik tiga penyakit yang muncul di dalam masyarakat modern.

Ia mengawali kritiknya terhadap individualisme. Individualisme di satu sisi adalah capaian yang memberikan banyak perubahan terhadap peradaban manusia melalui kebebasan. Kita tak bisa menyangkal bahwa keberadaan ide tentang individualisme memiliki aspek positif yang membebaskan manusia dari dominasi atau tirani. Namun Taylor coba melihat dampak buruk yang juga diberikan oleh individualisme dengan mengutip filsuf Perancis Alexis De Toqcueville: "et menace de le renfermer enfin tout entier dans la solitude de son propre coeur." Bermakna, sisi gelap dari individualisme adalah semuanya terpusat pada diri sendiri (the self) , yang mana membuat kehidupan kita menjadi datar dan sempit. Membuat hidup menjadi miskin makna dan berkurangnya perhatian terhadap orang lain dan masyarakat.

Manusia menurut Taylor terjebak dalam tabiat yang memikirkan diri sendiri, narsistik dan terperangkap dalam kenyamanan yang malang.

Ia melihat manusia telah kehilangan kemampuan yang lebih besar dalam melihat dunia sebagai sebuah tatanan kosmos yang melampaui dari hanya keberadaan manusia itu sendiri.

Bagi Taylor, burung elang bukanlah hanya seekor burung. Ia adalah raja dalam jejarang rantai makanannya. Hilangnya kemampuan dalam menghargai keberadaan "yang hidup dan ada" selain manusia dalam tatanan kosmos, disebabkan oleh upaya modernisasi yang menegasi bahkan menghilangkan kemistikan tatanan semesta yang dikenal dengan istilah "disenhancment of nature/disenhancement of the world" (de-sakralisasi alam/dunia). Salah satu semboyan modernitas yang digaungkan oleh Max Weber ini dalam upayanya menghapus mistifikasi alam dan sebagai upaya untuk menuju ke fase rasionalisme.

Rasionalisme dalam skema Weber dan pemikir modernis bukanlah rasionalisme itu sendiri dalam artian yang luas. Rasionalisme Weber adalah rasionalisme yang bersfat instrumental: nalar instrumental yang mana akal atau nalar ditujukan secara fungsional sebagai sarana untuk mencapai tujuan ekonomis; untuk kebutuhan-kebutuhan pragmatis seperti keuntungan, efisiensi secara ekonomi dan tujuan-tujuan materialistik lainnya sebagai ukuran suatu keberhasilan.

Nalar instrumental digalakkan untuk menghapus nilai tatanan lama. Taylor beranggapan, di saat masyarakat tidak lagi memiliki struktur sakral, ketika tatanan sosial dan modus tindakan tidak lagi didasarkan pada tatanan nilai atau kehendak Tuhan, maka peran tersebut digantikan oleh nalar instrumental sebagai tolak ukur. Semua hal tersebut ditata ulang hanya untuk memenuhi tujuan dan keinginan indvidu.

Begitu keberadaan makhluk-makhluk yang mengelilingi kita kehilangan arti penting dalam tatanan semesta, maka apapun yang ada dalam tatanan semesta hanya menjadi sebuah instrumen yang dimanfaatkan untuk misi dan tujuan manusia.

Secara implisit bisa kita ambil kesimpulan bahwa individualisme menjadi penyebab manusia menjadi predator bagi alam semesta; melalui perburuan yang liar terhadap gading gajah misalnya, atau eskpolitasi ekstraktif sumber daya alam atas nama industrialisasi, bahkan eksploitasi sesama manusia untuk kebutuhan ekonomi.

Atau juga manusia beranggapan bahwa agama, sistem kepercayaan dan budaya harusnya memberikan keuntungan ekonomis. Semua hal yang tak bermanfaat untuk tujuan pragmatis menjadi tak bernilai. Manusia menjadi begitu antagonis.

Moral dan Relativisme

Moral adalah cabang ilmu filsafat. Dari sejak Plato dan Aristoteles hingga Rosseau dan Tocqueville di abad pencerahan, mereka bicara moral sebagai salah satu instrumen penting keadaban manusia dan masyarakat.

Charles Taylor, filsuf prominen dalam studi agama di zaman kita ini coba menyoroti bagaimana relativisme yang ia terima sebagai sebuah cara pandang epistemologis, kemudian terdegradasi sebagai sebuah cara pandang moral. Dalam pandangan moral yang relativistik, setiap orang berhak memilih gaya hidupnya dan itu adalah hak yang tak boleh didebat. Pilihan itu adalah hak subjektif tiap individu yang merupakan standar moral masing-masing orang hingga mengabaikan standar kehidupan ideal yang universal.

Pandangan relativistik dalam moral ini dibenarkan dengan dalih menjadi otentik, atau be yourself dalam istilah populer. Bagi Taylor hal ini menjadi masalah baru di dalam masyarakat Barat karena menjauhkan masyarakat, khususnya generasi muda di Barat untuk hidup berdasarkan standar kehidupan yang baik yang sebenarnya bisa diukur dan dinilai.

Tingkatan standar kehidupan bersumber dari pemikiran Aristoteles yang mengkatogerikan hierarki biologis makhluk hidup dimana manusia berada di level tertinggi dengan sifat muasal kemanusiannya (human nature). Pandangan biologis-metafisis Aristoteles dipandang kritis oleh subjektifis modern. 

Subjektifis modern berfokus pada pemuasan/pemenuhan (kebutuhan)-diri dan abai terhadap sesuatu di luar dirinya.
Dalam istilah Taylor, relativisme moral atau subjektifisme modern ini ia sebut juga dengan istilah liberalisme netral, karena kebebeasan tanpa nilai yang dianggap lebih mulia atau lebih unggul. Hal ini juga mengarah pada narsisisme dan hedonisme. Mereka menafikan tentang konsep "kehidupan yang baik" atau "manusia yang baik" secara universal, karena kebaikan dilihat hanya dalam perspektif masing-masing individu. Tidak ada sebuah tolak ukur untuk moral ideal.

Taylor beranggapan bahwa manusia butuh standar moral yang menentukan apa yang lebih baik dan apa yang lebih buruk, yang berguna untuk menggerakkan manusia secara bersama ke suatu arah atau tujuan. Misalnya tentang penggunaan teknologi yang lebih baik untuk produksi. Atau tentang konsentrasi populasi. Dengan bertujuan menuju kehidupan yang lebih baik dan bukan semata untuk alasan akumulasi kapital yang lebih besar, kuasa yang lebih besar, atau sebatas metode survival atau kontrol terhadap yang lain.

Charles Taylor berargumen bahwa apa yang baik secara ideal dan apa yang buruk seharusnya bisa diperdebatkan, agar manusia secara kolektif dapat bergerak ke arah kehidupan yang lebih baik dengan standar moral ideal yang disepakati bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun