Mohon tunggu...
Jabal Nur
Jabal Nur Mohon Tunggu... Administrasi - Tottenham Hotspur

Menulis Jurnal Perjalanan di www.saksara.xyz Kerjasama bareng bisa hubungi pariandopi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sesayat Napas

13 Oktober 2019   16:13 Diperbarui: 13 Oktober 2019   16:23 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenggelam diderai lepas panas mentari. Terbakar oleh api api yang mendidih di samudera langit memanas. Tidak ada lagi pembenaran pada sebenar benarnya perbuatan manusia. Terkadang kambing menjadi hitam, berubah menjadi asam sepat ditengah polemik anak anak manusia yang bergumul dengan perisai keilmuan. Membodohkan apa saja yang telah menjadi bodoh. Ilmu menjadi jarum pentul ditengah bodohnya budak budak tak bercelana. Sudah tak berotak lagi, kini menjadi telanjang bulat tanpa adab, biadablah jadinya. Amarah membubul tinggi dikeramaian manusia berilmu, sepertinya. Tak ada satupun budak yang diperbolehkan masuk kedalam jaring jaring dan rambu pembenaran. Mereka sudah lama mati sejak lahirnya manusia berimu, tanpa adab pastinya.

Sorak sorak ramai di jalananan, teriakan keras dan lantang memekikan telinga pengendara. Tak bisa lewat dan hanya bisa menyaksikan manusia itu bergumul dan menyatukan opini yang dibangun oleh lidah berwibawa di atas sana. Terbakar sudah kendaraan beroda dua itu, tak ada pengendara disana. Dibakar oleh manusia yang sedang berkesipu dengan amarah dan emosi yang menilik pada manusia yang berilmu itu. Api berwarna merah bercampur asap hitam pekat sudah menyatu bersama motor tersebut, habis dibakar oleh manusia tersebut.

Menjadi tontonan saja, atau menjadi aktor yang ditonton diseberang jalan sana. Bersama sekalipun tak akan banyak berpengaruh juga. Mesti akan ada jeda nantinya. Biduk mulai kelihatan dari jabatan yang tidak dipertanggungjawabkan atas suara yang diberikan. Manusia itu sudah biadab berdosa mengingkari atas sumpah yang di ikrarkan bersama sama. Sesaat sampai pada gejolakya masing masing, lupa pada budak budak yang memberikan suara secara suka rela. Walau asas akad adalah mata rupiah yang membelalakkan mata manusia.

Media disapu bersih menjadi oposisi dan sekutu musuh. Hukum di perdagangkan oleh kuasa politik. Manusia yang tak beradab kembali meracuni dan memenjarakan budak dengan kebodohan akan kondisinya sendiri. Mencari pembenaran atas kuasa serta rupiah dan bendera bendera bertahta. Manipulasi menjerat kebenaran pada kebatilan hingga sesayat nafas tak bisa lagi mencari jalan pada panasnya jalanan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun