waktu itu, kita bercengkrama akan masa depan
membangun sebuah rumah sederhana di Baranangsiang
dinding rumah dibangun dari bambu-bambu tua berwarna cokelat
duduk mendengarkan lagu You Raise Me Up kala senja menghampiri
kita berjanji menemani anak kembar milik kita sampai mereka tumbuh lebih kekar dan elok
kita bahkan menulis itu pada batang pohon pisang yang tumbuh liar di Gg. NasedinÂ
dan berharap sang Pencipta Alam Semesta merestui mimpi-mimpi sederhana itu
Apakah kau masih mengingatnya, sayangku?
saat itu sedang senja, kau mengenakan gaun putih buatan ibuku
mengenakan cincin mungil emas murni yang dibeli di Pasar Anyar
Apakah itu masih terkenang manis, sayangku?
bahkan ketika mataku melihat kau bercumbu dengan pria lain
kau meminta maaf, kau pulang ke pelukankuÂ
aku menyambut kepulanganmu
katamu manusia tidak ada yang sempurna
Bukankah aku tampak bodoh saat itu sayang?
kisah rumah bambu cokelat dan isinya sudah usang
selesai tanpa kabar. tak dipertanggungjawabkan, dibiarkan dikenang tanpa titik
kali ini senjanya teduh dan tenang, aku sedikit terkenang
lagu Broken Vow perlahan terputar, selamat datang, malam hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H