Pendidikan merupakan pilar fundamental dalam kehidupan manusia. Sejak awal peradaban, manusia telah menyadari pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter, pengembangan keterampilan, dan persiapan untuk masa depan (Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan 2020-2024, 2020; Sudarmono et al., 2021). Pendidikan berperan penting dalam mengantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal, meraih cita-cita, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus berinvestasi dalam pendidikan agar generasi penerus bangsa dapat menjadi insan yang cerdas, berkarakter, dan siap membangun bangsa dan negara (Patilima, 2021; Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan 2020-2024, 2020; Sumiati & Wijonarko, 2020).
Faktor penentu utama dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yakni adanya guru yang kompeten. Guru yang kompeten tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mendalam di bidangnya, tetapi juga mampu mengajar dengan efektif dan inspiratif. Guru yang kompeten mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan kreatif, sehingga siswa lebih mudah memahami dan menyerap materi. Guru yang kompeten juga mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menginspirasi serta menjadi teladan, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan membantu mereka untuk mengembangkan karakter yang baik. Pada akhirnya, guru yang kompeten mampu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di masa depan (Prasasti, 2016; Satriawan et al., 2021; Sutikno, 2009; Turnip, 2019).
Satu di antara keempat kompetensi yang harus dimiliki guru berdasarkan UU Guru dan Dosen yakni Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi ini merupakan salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki oleh guru untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Beberapa indikator kompetensi pedagogik guru yakni mampu memahami karakteristik peserta didik, mampu menyusun silabus dan RPP atau modul pembelajaran, mampu melaksanakan pembelajaran dengan efektif dan menarik, mampu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, mampu mengevaluasi hasil belajar peserta didik secara objektif dan komprehensif, mampu memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik serta mampu menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dan berkembang .
Kompetensi pedagogik guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan kurikulum merdeka yakni menyusun modul pembelajaran berbasis proyek (Imania et al., 2022; Rahmawati, 2023). Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) telah menjadi sebuah metode pendidikan yang efektif dalam meningkatkan kompetensi peserta didik. Metode ini memfasilitasi peserta didik untuk belajar dengan cara yang lebih aktif dan kreatif, sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. PjBL adalah pendekatan belajar dimana peserta didik terlibat aktif dalam proyek atau tugas yang memerlukan mereka untuk merancang, merencanakan, menyelidiki, dan menghasilkan produk atau hasil. Proyek tersebut biasanya multidisiplin, membutuhkan pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan keterampilan berkomunikasi, serta biasanya berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kegiatan belajar biasa (Azzahra et al., 2023; Indriyani & Ramadhan, 2017; Jafnihirda et al., 2023; Rahmawati, 2023; Ramadhan et al., 2020; Wartika et al., 2021; Wulandari et al., 2023).
Namun demikian, masih terdapat beberapa guru yang mengalami kesulitasn dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka dan belum mahir menyusun modul PjBL, terutama guru di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Beberapa faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut yakni, pertama, akses internet dan teknologi terbatas sehingga menyulitkan mereka dalam mendapatkan informasi dan bahan ajar yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kedua, sekolah di kawasan perbatasan seringkali memiliki keterbatasan sarana dan prasarana, seperti ruang kelas yang memadai, buku pelajaran, dan alat peraga sehingga dapat menghambat proses pembelajaran dan implementasi Kurikulum Merdeka. Ketiga, Â lokasi yang jauh dan kondisi geografis yang sulit di kawasan perbatasan dapat menyulitkan guru untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan dukungan dari pihak lain. Keempat, minimnya pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan dari pemerintah dan pihak lain sehingga kurangnya keterampilan guru menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kebijakan pendidikan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya seperti LPTK untuk terus meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan profesional. Menyikapi kondisi tersebut, tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Dosen Jurusan PIIS FKIP Untan merasa perlu dan penting mengadakan pelatihan penyusunan Modul PjBL bagi guru di kawasan perbatasan Indonesia -- Malaysia, khususnya di Kabupaten Sanggau, sebagai upaya meningkatkan kompetensi guru. Guru yang kompeten adalah kunci untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan dalam Pasal 36 bahwa kurikulum terdiri atas kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Pada pasal 38 dari peraturan yang sama, disebutkan pula bahwa kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum menjadi landasan bagi pengembangan kurikulum satuan pendidikan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, kerangka kurikulum dengan demikian merupakan gambaran dasar dan rasional dari Kurikulum Merdeka yang dikembangkan dengan mempertimbangkan landasan yang jelas hingga menghasilkan rumusan tujuan kurikulum yang jelas, termasuk juga struktur kurikulum dan pembelajaran yang jelas. Kerangka Kurikulum Merdeka ini menjadi acuan bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan struktur kurikulum dan implementasinya dalam bentuk operasional atau kurikulum satuan pendidikan. Dengan demikian, kerangka Kurikulum Merdeka terdiri dari (1) tujuan Kurikulum Merdeka, (2) prinsip pengembangan Kurikulum Merdeka, (3) karakteristik pembelajaran Kurikulum Merdeka, dan (4) landasan Kurikulum Merdeka. Keempat elemen kerangka dasar tersebut menjadi landasan utama pengembangan struktur Kurikulum Merdeka.
Lebih lanjut, dalam konteks sistem pendidikan nasional, pengembangan kurikulum tidak lepas dari perumusan kebijakan pendidikan (Kirst & Walker, 1971; Priestley et al., 2021; Trowler, 2003). Di Indonesia, pengembangan kurikulum bukan hanya diwujudkan dalam bentuk kebijakan pendidikan, yakni melalui peraturan menteri yang menjadi dasar dan payung dari implementasi kurikulum, melainkan juga melibatkan perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan lain yang terkait dengan kurikulum. Dalam hal ini Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diturunkan dari kebijakan sistem pendidikan nasional dirumuskan terlebih dulu sebagai acuan utama dalam pengembangan kurikulum. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 3 terdapat 4 (empat) standar nasional pendidikan yang secara langsung menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum, yaitu (1) standar kompetensi lulusan, (2) standar isi, (3) standar proses, dan (4) standar penilaian pendidikan.
Mengacu pada logika kebijakan pendidikan nasional tersebut, maka pemerintah merumuskan profil pelajar Pancasila sebagai gambaran ideal dari para pelajar Indonesia sebagai respons atas perkembangan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Kurikulum Merdeka dikembangkan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan efektif dalam menumbuhkembangkan cipta, rasa, raga, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila. Dengan kata lain, Kurikulum Merdeka dikembangkan untuk mencapai dan menunjang profil pelajar Pancasila. Berikutnya, Kurikulum Merdeka dikembangkan dengan merumuskan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian pendidikan. Di sinilah kerangka dasar Kurikulum Merdeka diperlukan dan menjadi acuan dalam mengembangkan struktur kurikulum, termasuk juga menjadi acuan implementasinya.
Kurikulum Merdeka memiliki tujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia serta menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila. Dalam hal ini, konsep pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila diwujudkan atau diuraikan dalam profil pelajar Pancasila. Rumusan profil pelajar Pancasila sejatinya mendasarkan pada pertimbangan terjadinya perubahan dalam konteks global yang harus direspons, termasuk terkait dunia kerja, perubahan sosial, budaya, dan politik, dan adanya kepentingan nasional terkait dengan budaya bangsa, nasionalisme, dan agenda pembangunan nasional yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Tujuan tersebut kemudian diejawantahkan dalam bentuk perilaku yang lebih terukur, yaitu dalam profil pelajar Pancasila. Istilah "pelajar" atau learner digunakan dalam penamaan profil merupakan representasi seluruh individu yang belajar, sehingga diharapkan menjadi penuntun arah kompetensi tidak hanya bagi peserta didik, namun juga berbagai unsur yang terlibat dan pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Profil Pelajar Pancasila dirumuskan sebagai "Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila".
Berdasarkan urgensi dan ejawantah pengetahuan dan keterampilan yang perlu dibangun dalam diri pelajar Indonesia, dirumuskan 6 (enam) dimensi profil yang semuanya harus terbangun bersama-sama dalam diri setiap individu pelajar Indonesia. Enam dimensi Profil Pelajar Pancasila tersebut yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) Bergotong- royong, (3) Bernalar Kritis, (4) Berkebinekaan global, (5) Mandiri, dan (6) Kreatif.
Keenam dimensi tersebut saling terkait satu sama lain dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Selanjutnya dalam setiap dimensi profil pelajar Pancasila dirumuskan elemen dan/atau subelemen. Elemen dan subelemen merupakan konstruk-konstruk atau perilaku yang merupakan indikasi dari tercapainya masing- masing dimensi. Tiap konstruk memiliki alur perkembangan yang dimulai dari usia peserta didik PAUD hingga ke SMA/SMK.
Selanjutnya setelah elemen dan subelemen dirumuskan, dibuat deskripsi dan alur perkembangan berdasarkan karakteristik usia perkembangan dan/atau target peningkatan kompetensi dan karakternya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran lebih dalam mengenai masing-masing dimensi dalam profil Pelajar Pancasila, memaknai hal-hal yang terkandung di dalamnya, dan tidak mengartikan dimensi secara sempit atau melakukan simplifikasi. Selain itu, diharapkan memudahkan strategi-strategi implementasi terutama bagi satuan pendidikan karena ada gambaran kompetensi dan gradasi yang lebih jelas antara apa yang dibidik di usia tertentu, misalnya kapasitas bernalar kritis yang diharapkan di PAUD, SD, SMP, dan SMA/SMK tentu berbeda. Jabaran lebih detail mengenai dimensi, elemen, dan subelemen dapat merujuk pada Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila.
Dimensi profil pelajar Pancasila diintegrasikan dalam pembelajaran melalui sekurang- kurangnya tiga cara, yaitu (1) sebagai materi pelajaran dalam kegiatan intrakurikuler, (2) sebagai pengalaman pembelajaran atau strategi pengajaran yang digunakan guru, dan (3) sebagai projek kegiatan kokurikuler. Dimensi profil pelajar Pancasila juga perlu dibangun melalui lingkungan belajar yang kondusif.
Fokus pada pendidikan karakter, upaya mencapai profil pelajar Pancasila tidak cukup hanya melalui intrakurikuler. Seperti yang ditemukan dari hasil evaluasi bahwa banyaknya materi pelajaran yang perlu dipelajari peserta didik membuat kurangnya waktu untuk mencapai kedalaman sebuah kompetensi, begitu pula dengan internalisasi karakter, sehingga dianalisis diperlukan alokasi waktu khusus di mana peserta didik memiliki waktu untuk mengeksplorasi dan mengasah kepekaan terhadap isu di lingkungan sekitarnya, tanpa adanya beban materi bidang pengetahuan yang perlu dikuasai.
Sebaliknya, dengan mendalami isu kontekstual tersebut, peserta didik mengidentifikasi kompetensi apa yang perlu ia miliki untuk dapat memberikan pendapat, alternatif pemecahan masalah, atau aksi yang dapat dilakukan, sehingga kepemilikan terhadap pembelajaran dialami oleh peserta didik dan pembelajaran pun relevan bagi kehidupan peserta didik.
Oleh karena itu, untuk mencapai dimensi profil pelajar Pancasila disediakan waktu khusus melalui kegiatan kokurikuler yang diwujudkan dalam projek penguatan profil pelajar Pancasila. Dalam projek penguatan profil pelajar Pancasila, penguatan kompetensi dan karakter dikuatkan melalui eksplorasi isu prioritas nasional, pembangunan berkelanjutan, dan yang relevan di lingkungan peserta didik.
Mengingat profil pelajar Pancasila merupakan representasi dari standar kompetensi lulusan (SKL), maka muara berbagai kegiatan yang dilakukan di satuan pendidikan diharapkan bertujuan mencapai profil pelajar Pancasila. Begitu pula dengan ekstrakurikuler dan berbagai program lain yang dirancang di masing-masing satuan pendidikan. Ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat peserta didik yang dapat mendukungnya meraih kompetensi profil pelajar Pancasila, begitu juga dengan berbagai program satuan pendidikan, sehingga kompetensi dan muatan pembelajaran yang dilaksanakan perlu dirancang untuk dapat mendukung profil pelajar Pancasila.
Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project based learning (PjBL) adalah pendekatan belajar yang menjadikan murid sebagai pusat pembelajaran. Metode ini juga menitikberatkan proses untuk memiliki hasil akhir berupa produk atau layanan (tergantung permasalahan apa yang diberikan). Sehingga murid diberikan kebebasan untuk menentukan aktivitas belajarnya sendiri hingga menciptakan hasil berupa sebuah produk. Metode ini sangat dipengaruhi oleh keaktifan murid di kelas. Sehingga murid akan terlibat dalam merancang, mengembangkan, dan menciptakan solusi untuk menjawab permasalahan yang diberikan.
Metode pembelajaran ini dapat memberikan beberapa manfaat, yakni:
- Memberikan guru banyak kesempatan melakukan penilaian atau asesmen;
- Memberikan kesempatan pada murid untuk menunjukkan kemampuan mereka bekerja secara mandiri;
- Dapat menunjukkan kemampuan murid untuk menerapka keterampilan yang diinginkan seperti melakukan riset penelitian;
- Mengembangkan kemampuan kerja sama murid dengan teman-temannya;
- Memungkinkan guru untuk mengenal lebih tentang muridnya sebagai manusia;
- Membantu guru untuk berkomunikasi secara progresif dan bermakna dengan murid atau sekelompok murid mengenai berbagai masalah.
- Secara ringkas, manfaat dari penerapan PjBL adalah memberikan hasil asesmen yang otentik, hasil evaluasi perkembangan tiap murid di kelas, hingga melatih sikap proaktif murid dalam memecahkan suatu masalah.
 Perubahan kurikulum merupakan sebuah keniscayaan dalam pengelolaan pendidikan dalam aspek makro. Perubahan kurikulum sangat diperlukan dalam rangka penyesuaian system pembelajaran dengan perkembangan informasi dan kondisi sosial Masyarakat. Perubahan kurikulum sejatinya dilaksanakan secara berkala, bertahap dan berkesinambungan agar para pemangku kepentingan Pendidikan seperti kepala sekolah, guru dan siswa dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu, sebelum perubahan kurikulum diimplementasikan secara penuh di Tingkat satuan Pendidikan, para kepala sekolah dan guru perlu diberikan sosialisasi, pelatihan dan pendampingan dalam rangka penerapan kurikulum yang baru. Berlandaskan pada pemikiran tersebut, maka tim pelaksana PKM Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan merancang kegiatan workshop yang mencakup penyuluhan dan pelatihan kepada para guru di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia terkait Penyusunan Modul Pembelajaran Berbasis Proyek dalam rangka implementasi Kurikulum Merdeka yang merupakan perubahan dari Kurikulum 2013.
Kecamatan Entikong memiliki luas wilayah 506,89 km atau sekitar 3,94 persen dari total luas wilayah Kabupaten Sanggau. Kecamatan Entikong terletak sejauh 145 km dari Ibukota Kabupaten dan dapat ditempuh melalui transportasi darat. Secara administratif, batas wilayah kecamatan Entikong adalah sebagai berikut: Utara : Malaysia Timur, Timur : Kecamatan Sekayam, Selatan : Kab. Bengkayang, Barat : Kab. Landak (BPS Kabupaten Sanggau, 2023). Â Kecamatan Entikong terdiri dari lima desa, di mana desa Subuh Tembawang merupakan desa terluas yang ada di Kecamatan Entikong, dengan luas mencapai 148,82 km atau sekitar 29,36 persen dari total luas wilayah kecamatan Entikong. Adapun khalayak sasaran kegiatan ini sebanyak 20 guru yang berasal dari SMA di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. Para guru ini berasal dari SMAN 1 Entikong, SMAN 1 dan 2 Sekayam, serta SMAN 1 Beduai, Kabupaten Sanggau.
Lokasi sekolah yang berada di kawasan perbatasan, membuat akses informasi terbaru terkait perkembangan pendidikan, menjadi sulit diakses oleh para guru. Meskipun pemerintah telah menyediakan Platform Merdeka Mengajar (PMM), para guru masih kesulitan memahami materi pelatihan sehingga memerlukan bimbingan secara tatap muka. Atas dasar hal tersebut, Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura berusaha membantu permasalahan tersebut dengan melakukan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di SMA kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. PKM kali ini mengangkat tema "Pelatihan Penyusunan Modul Ajar Berbasis Proyek Bagi Guru Sma Di Kawasan Perbatasan Indonesia - Malaysia" yang dilaksanakan pada 11 -- 12 Juni 2024, bertempat di SMA Negeri 2 Sekayam.
Tim PKM ini diketuai oleh Jumardi Budiman, M.Pd dengan anggotanya yaitu Dr. Hj. Maria Ulfah, M.Si, Dr. Hj. Endang Purwaningsih, MM, Dr. H. Achmadi, M.Si, Dr. Okianna, M.Si, Hadi Wiyono, S.Pd., M.Pd dan Nur Meily Adlika, M.Pd. Tim ini juga melibatkan unsur mahasiswa sebagai pelaksana teknis yakni Gloria Elshanda Anugrah, Ade Muhammad Vikri Hidayat dan Taupik Ihzar. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Metode penyampaian yang digunakan Tim PM yaitu ceramah interaktif secara langsung. Kegiatan PKM buka dengan kata sambutan Jumardi Budiman, selaku ketua tim PKM. Dalam sambutannya, Jumardi menyampaikan maksud dan tujuan PKM dilakukan di SMA kawasan perbatasan serta memberi pemahaman awal tentang Kurikulum Merdeka dan PjBL. Kemudian sambutan kedua disampaikan oleh kepala SMAN 2 Sekayam sekaligus membuka kegiatan PKM kali ini.
Kegiatan berikutnya adalah penyampaian materi sosialisasi kurikulum merdeka dan penyusunan modul ajar berbasis proyek yang disampaikan oleh Bapak Heru Prasetyo, S.Pd. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan beberapa materi, antara lain: Kerangka Kurikulum, Capaian Pembelajaran, Alur Tujuan Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran, dan Penyusunan Modul Ajar. Setelah pemaparan materi oleh naramsumber-narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab serta penguatan materi oleh ketua Tim PKM.
Pelatihan ini bertujuan untuk membekali guru-guru di kawasan perbatasan dengan keterampilan dan pengetahuan dalam menyusun modul ajar yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan lokal. Dengan menggunakan pendekatan berbasis proyek, diharapkan para guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif, kontekstual, dan bermakna bagi siswa.
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) memiliki beberapa manfaat, antara lain:
- Mengembangkan Keterampilan Abad 21: Siswa diajak untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, bekerja sama, dan berkomunikasi efektif.
- Pembelajaran Kontekstual: Proyek yang diberikan dapat disesuaikan dengan konteks lokal, sehingga siswa lebih mudah mengaitkan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari mereka.
- Meningkatkan Motivasi Belajar: Pendekatan ini membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan menantang, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses belajar.
Pelatihan ini dirancang dengan metode partisipatif dan kolaboratif, yang melibatkan berbagai aktivitas seperti:
- Workshop: Sesi ini berfokus pada teori dan konsep dasar penyusunan modul ajar berbasis proyek.
- Simulasi dan Praktik: Guru-guru akan diberikan kesempatan untuk menyusun dan mempresentasikan modul ajar mereka, dengan bimbingan dari fasilitator.
- Diskusi Kelompok: Diskusi ini memungkinkan para peserta untuk berbagi pengalaman, ide, dan strategi yang telah mereka gunakan di kelas masing-masing.
- Studi Kasus: Peserta akan menganalisis dan mendiskusikan berbagai kasus nyata yang relevan dengan kondisi di kawasan perbatasan.
Setelah pelatihan, para guru diharapkan dapat mengimplementasikan modul ajar berbasis proyek yang telah mereka susun di kelas masing-masing. Evaluasi akan dilakukan secara berkala untuk memonitor kemajuan dan efektivitas dari modul yang diterapkan. Selain itu, dukungan dan pendampingan lanjutan akan diberikan untuk memastikan para guru dapat terus mengembangkan keterampilan mereka.
Pelatihan penyusunan modul ajar berbasis proyek bagi guru di kawasan perbatasan merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah tersebut. Dengan pembelajaran yang lebih kontekstual, interaktif, dan relevan, diharapkan siswa-siswa di kawasan perbatasan dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan siswa di wilayah lainnya. Inisiatif ini tidak hanya akan memberdayakan guru, tetapi juga memberikan dampak positif jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
Pelatihan penyusunan modul ajar berbasis proyek memberikan berbagai manfaat yang signifikan bagi para guru, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada proses belajar mengajar di kelas.
- Meningkatkan Kompetensi Pedagogis
- Pelatihan ini membantu guru meningkatkan kompetensi pedagogis mereka dengan memperkenalkan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan siswa-sentris. Guru diajarkan cara menyusun modul ajar yang mengintegrasikan proyek nyata, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan mengajar yang lebih bervariasi dan kreatif.
- Mengembangkan Keterampilan Profesional. Melalui pelatihan ini, guru dapat mengembangkan keterampilan profesional yang penting seperti:
- Perencanaan dan Pengorganisasian: Guru dilatih untuk merancang dan mengorganisasikan proyek yang relevan dengan kurikulum dan konteks lokal.
- Kolaborasi dan Komunikasi: Guru belajar untuk bekerja sama dengan rekan sejawat dan berkomunikasi efektif dengan siswa serta orang tua.
- Manajemen Kelas: Pendekatan berbasis proyek membutuhkan keterampilan manajemen kelas yang baik untuk memastikan semua siswa terlibat dan proyek berjalan lancar.
- Memfasilitasi Pembelajaran Aktif. Pembelajaran berbasis proyek mendorong siswa untuk aktif dalam proses belajar. Guru yang terlatih dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dan menyenangkan, di mana siswa diajak untuk:
- Berpikir Kritis: Mengidentifikasi dan memecahkan masalah nyata melalui proyek.
- Kreativitas: Mengembangkan ide-ide inovatif dalam menyelesaikan tugas proyek.
- Kolaborasi: Bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan bersama.
- Meningkatkan Motivasi dan Keterlibatan Siswa. Dengan menggunakan proyek yang relevan dan menarik, guru dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa lebih antusias untuk belajar karena mereka dapat melihat langsung aplikasi praktis dari pengetahuan yang mereka peroleh.
- Mengakomodasi Berbagai Gaya Belajar. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Pendekatan berbasis proyek memungkinkan guru untuk mengakomodasi berbagai gaya belajar, baik itu visual, auditori, maupun kinestetik. Guru dapat merancang proyek yang melibatkan berbagai media dan aktivitas, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan cara yang paling efektif bagi mereka.
- Menghubungkan Pembelajaran dengan Kehidupan Nyata. Pelatihan ini membantu guru untuk membuat pembelajaran lebih kontekstual dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Proyek yang dirancang dapat disesuaikan dengan isu-isu lokal atau tantangan yang dihadapi komunitas, sehingga siswa dapat melihat pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari di sekolah.
- Meningkatkan Kualitas Pembelajaran. Guru yang terlatih dalam menyusun modul ajar berbasis proyek akan lebih mampu menyediakan pengalaman belajar yang berkualitas tinggi. Dengan metode ini, siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga mengembangkan pemahaman yang mendalam dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kegiatan pelatihan penyusunan modul ajar berbasis proyek memberikan banyak manfaat bagi guru, mulai dari peningkatan kompetensi pedagogis hingga kemampuan mengelola kelas dengan lebih baik. Manfaat-manfaat ini tidak hanya meningkatkan kualitas pengajaran, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang lebih dinamis dan relevan bagi siswa. Dengan guru yang lebih terampil dan inovatif, diharapkan proses belajar mengajar di sekolah dapat menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Azzahra, U., Arsih, F., & Alberida, H. (2023). Pengaruh Model Pembelajaran Project-Based Learning (Pjbl) Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Peserta Didik Pada Pembelajaran Biologi: Literature Review. Biochephy: Journal Of Science Education, 3(1).
Bps Kabupaten Sanggau. (2023). Kecamatan Entikong Dalam Angka 2022. Https://Sanggaukab.Bps.Go.Id/Publication/2023/09/26/0d3154a1b4371016972c36a2/Kecamatan-Entikong-Dalam-Angka-2023.Html
Imania, Y. F., Marwoto, P., & Ellianawati, E. (2022). Pancasila Student Profiles In Science Lessons And Potential For Strengthening By Developing Pjbl-Based E-Modules. Physics Communication, 6(2), 37--42. Https://Doi.Org/10.15294/Physcomm.V6i2.36755
Indriyani, V., & Ramadhan, S. (2017). The Development Teaching Of Writing Fable Text Module With Project Based Learning (Pjbl) Containing Characters. 2nd Annual International Seminar On Transformative Education And Educational Leadership (Aisteel), 20--25.
Jafnihirda, L., Irfan, D., Simatupang, W., Muskhir, M., & Fadhilah. (2023). Perancangan Modul Interaktif Project Based Learning (Pjbl) Berbasis Flipbook. Judikatif: Jurnal Desain Komunikasi Kreatif, 76--81. Https://Doi.Org/10.35134/Judikatif.V4i2.61
Kirst, M. W., & Walker, D. F. (1971). An Analysis of Curriculum PolicyMaking. Review of Educational Research, 41(5), 479--509. https://doi. org/10.3102/00346543041005479
Patilima, S. (2021). Sekolah Penggerak Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan. "Merdeka Belajar Dalam Menyambut Era Masyarakat 5.0."
Prasasti, A. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kompetensi Guru, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Sekolah. Journal Of Accounting And Business Education, 2(2). Https://Doi.Org/10.26675/Jabe.V2i2.6064
Priestley, M., Alvunger, D., Philipou, S., & Soini, T(Eds.). (2021). Curriculum Making in Europe: Policy and Practice within and Across Diverse Contexts. Emerald.
Rahmawati, Y. (2023). Efektifitas Penggunaan E-Modul Berbasis Project Based Learning Terhadap Kompetensi Peserta Didik Pada Kurikulum Merdeka Belajar. Edukasia: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 4, 293--300. Http://Jurnaledukasia.Org
Ramadhan, S., Indriyani, V., Asri, Y., & Sukma, E. (2020). Design Of Learning Modules Writing Narrative Text Based On Project Based Learning (Pjbl) By Using Mobile Devices. Journal Of Physics: Conference Series, 1471(1), 012029. Https://Doi.Org/10.1088/1742-6596/1471/1/012029
Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan 2020-2024, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia (2020).
Satriawan, W., Santika, I. D., & Naim, A. (2021). Guru Penggerak Dan Transformasi Sekolah Dalam Kerangka Inkuiri Apresiatif. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 11(1). Https://Doi.Org/10.24042/Alidarah.V11i1.7633
Sudarmono, S., Hasibuan, L., & Us, K. A. (2021). Pembiayaan Pendidikan. Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1), 266--280.
Sumiati, E., & Wijonarko. (2020). Manfaat Literasi Digital Bagi Masyarakat Dan Sektor Pendidikan Pada Saat Pandemi Covid-19. Buletin Perpustakaan Universitas Islam Indonesia, 3(2), 65--80.
Sutikno, T. A. (2009). Indikator Produktivitas Kerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan. Indikator Produktivitas Kerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan, 32(1), 107--119.
Trowler, P. (2003). Education Policy (2nd ed.). Routledge.
Turnip, H. (2019). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Persepsi Guru Tentang Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah, Dan Kompensasi Terhadap Komitmen Afektif Guru Tk Kecamatan Medan Perjuangan. Universitas Negeri Medan.
Wartika, S., Muchtar, Z., & Hutabarat, W. (2021). The Development Of Learning Modul Of Colloid System Integrated With Project Based Learning (Pjbl) System To Increase The Result Of Students' Learning. Jurnal Pendidikan Kimia, 13(1), 78--84. Https://Doi.Org/10.24114/Jpkim.V13i1.24147
Wulandari, W., Fuadiyah, S., Yogica, R., & Selaras, G. H. (2023). Validitas Modul Ajar Perubahan Dan Pelestarian Lingkungan Hidup Berbasis Project Based Learning. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(3).
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI