Mohon tunggu...
Jumardi Budiman
Jumardi Budiman Mohon Tunggu... Dosen - Insan Budiman

Ngopi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pemerataan Kualitas Pendidikan: Antara Realita dan Harapan

3 Januari 2024   21:05 Diperbarui: 3 Januari 2024   21:17 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imbas berikutnya adalah tidak semua kalangan dapat mengakses pendidikan. Lembaga pendidikan hanya mampu menampung siswa yang memenuhi kriteria dan kualifikasi 'pasar' yang ditetapkan oleh pemegang modal ( Eko Prasetyo, 2006). 

Padahal bantuan untuk pendidikan di Indonesia seharusnya sudah menjadi jaminan pemerataan pendidikan, mulai dari dana Jaring Pengaman Sosial (JPS), Dana Bantuan Operasional (DPO), Bantuan Khusus Murid (BKM), Bantuan Operasional Peningkatan Mutu (BOPM), Bantuan Imbal Swadaya, Program Pengembangan Keterampilan Hidup, BLOCK GRAND, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan, hibah pemerintah Belanda dan hibah pemerintah Jepang. 

Namun dari sebagian bantuan tersebut hanya sedikit yang digunakan tepat sasaran bahakan ada indikasi penyelewengan sehingga banyaknya bantuan itu sedikitpun tidak memberi kemudahan kepada siswa miskin dalam mengenyam pendidikan.

Kurikulum yang diterapkan juga masih meraba-raba atau lebih tepatnya mencoba meniru kurikulum yang sudah dipakai di Negara-negara maju, namun kebablasan dalam aplikasi di lapangan. 

Dalam pengembangan kurikulum, peserta didik hanya diajarkan bagaimana melakukan perintah dengan benar, bukan mengapa mereka harus melakukannya. Pola pengembangan yang keliru ini kemudian menghancurkan sikap kreatif dan pemikiran kritis peserta didik. 

Robert W. Olson, dalam bukunya Seni Berpikir Kreatif, mengatakan bahwa "pendidikan membuat kita terlalu percaya pada bahan-bahan tertulis seperti buku, mengarahkan kita untuk percaya bahwa orang lain yang lebih bijaksana memiliki jawaban yang nyata; dan memisahkan belajar dan berbuat, yang sering berarti bahwa belajar sudah selesai bila kita sudah bekerja". 

Tak cukup sampai di sini, proses pembodohan juga dilakukan dengan mengajarklan hal-hal abstrak yang sebenarnya sangat jauh dari realita sosial masyarakat. Keadaan ini yang membuat pendidikan kemudian berhadapan dengan realitas sosial yang tidak selalu ramah dengan kultur intelektual, sebuah kultur yang menghargai akal sehat, perbedaan dan proses (Eko Prasetyo, 2006). 

Tujuan pendidikan nasional yang seharusnya mencerdaskan dan meningkatkan harkat martabat peserta didik kemudian berubah menjadi menciptakan produk siap kerja baik di instansi pemerintah maupun swasta. Lagi-lagi hal ini karena adanya kepentingan ekonomi yang menginginkan tenaga kerja penurut dengan upah rendah serta kepentingan politis rezim penguasa yang tidak ingin kekuasaannya digoyahkan oleh generasi yang cerdas dan berani.

Dari fenomena di atas timbul pertanyaan, siapa yang harus bertanggung jawab guna memperbaiki keadaan ini. Pemerintah, guru, masyarakat atau mahasiswa?. 

Pemerintah, sudah jelas kurang memprioritaskan masalah kualitas pendidikan karena terlalu sibuk dengan urusan lain yang lebih penting yakni mengamankan posisi yang kini dinikmati dan mencari simpati masyarakat dengan berbagai acting di media massa. Guru, karena tuntutan keadaan yang semakin tinggi sedangkan gaji yang amat kecil juga sangat sibuk mencari pekerjaan sampingan agar asap dapur bisa tetap ngebul, hingga pekerjaan mendidik generasi bangsa secara tidak langsung terabaikan. Masyarakat, pun hampir sama keadaannya dengan sang guru. Mahasiswa, tak kalah sibuknya, mulai dari jam kuliah yang amat padat, tugas yang selalu membludak hingga kegiatan organisasi yang beraneka ragam membuat lupa akan fungsinya sebagai agen perubah dan agen kontrol.

Lantas, siapa yang kelak mengajarkan anak-anak kita tentang nilai-nilai kejujuran, kesopanan, toleransi terhadap perbedaan serta keberanian memperjuangkan kebenaran? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun