Dari autobiografi Ibnu Sina, kita mengetahui bahwa Al-Farabi menulis komentar panjang atas Metafisika Aristoteles berjudul Fi Agrdhi Kitb M Ba'da al-Thabi'ah (Penjelasan atas Kitab Metafisika). Dikisahkan oleh Ibnu Sina:
Saya pernah membaca kitab M Ba'da al-Thabi'ah (Metafisika, Aristoteles) tetapi tidak mengerti sedikitpun isinya, juga tidak dapat memahami tujuan dari si penulis. Saya membacanya berulang-ulang, bahkan hingga empat puluh kali hingga saya dapat menghapal teksnya di luar kepala. Meski demikian saya tidak kunjung dapat memahaminya ataupun mengerti maksudnya. Dalam keputus-asaan itu saya berkata pada diri sendiri, "Kitab ini mustahil untuk dipahami!" Lalu pada suatu sore saya berjalan-jalan di sebuah pasar buku dan melintasi seorang penjual yang di tangannya terdapat beberapa jilid buku yang sedang ditawarkan. Dia meminta saya untuk membelinya, namun saya tolak dengan kesal karena merasa tidak membutuhkannya. Tetapi kemudian dia berkata, "Belilah, pemilik buku ini sangat membutuhkan uang dan dia menjualnya dengan harga murah. Aku akan menjualnya kepadamu seharga tiga dirham." Maka saya pun membelinya dan sesaat kemudian baru menyadari bahwa buku itu adalah karya Abu Nashr al-Farabi berjudul Fi Agrdhi Kitb M Ba'da al-Thabi'ah. Saya pun segera pulang ke rumah dan bergegas membacanya. Dikarenakan sebelumnya saya sudah hapal di luar kepala, seketika itu juga tersingkap inti ajaran Metafisika. Saya sangat bersuka-cita atas hal ini, dan oleh karena itu keesokan harinya saya bersedekah dalam jumlah yang banyak kepada orang-orang miskin sebagai tanda syukur kepada Allah Ta'ala.
Selain Aristoteles dan Ptolemaeus, dari berbagai tulisannya kita melihat beberapa pemikir lain yang berpengaruh pada Al-Farabi, di antaranya Plato, Aleksander Aphrodisias, Galen, Proclus, dan Porfirios. Adapun pengaruh Al-Farabi pada generasi kemudian dapat dilihat jejaknya pada Yahya bin Adi, Abu Sulaiman Sijistani, Abu Hasan al-Amiri, Abu Hayyan al Tawhidi, Ibnu Sina, Suhrawardi al-Maqtul, Mulla Sadra, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd; selain itu juga terlihat pada para pemikir non-muslim seperti Maimonides dan Albertus Magnus, hingga Leo Strauss.
Menurut David C. Reisman dalam The Cambridge Companion to Arabic Philosophy, secara umum karya-karya Al-Farabi yang beragam dan luas dapat dikategorisasi dalam topik: (a) metafisika dan kosmologi; (b) psikologi dan kejiwaan, dan (c) logika dan filsafat, termasuk di dalamnya matematika dan filsafat alam. Adapun dari sisi otensitas dan kedalaman dapat dibagi ke dalam tiga jenis karya:
Karya pengantar (prologema) untuk belajar filsafat, yang meliputi etika, dasar-dasar logika, dan perkenalan atas pemikiran Plato dan Aristoteles. Dalam jenis ini terdapat judul-judul seperti Tahsil al-Sa'dah (Mencapai Kebahagiaan atau Eudaimonia), Falsafah Afltn (Filsafat Plato), Falsafah Arisththls (Filsafat Aristoteles), dan juga Al-Jam'u bayna Ra'yi al-Hkimaini: Afltn wa Arish (Harmoni Antara Dua Filsuf: Plato dan Aristoteles).
Karya berupa komentar (syarah) dan parafrase, di antaranya komentar atas Nicomachean Ethics dan Organon Aristoteles, serta karya Isagoge Porfirios. Karya orisinal, di mana dalam karya jenis ini Al-Farabi melakukan sintesis berbagai pemikiran sebelumnya secara utuh; di mana dalam kategori ini terdapat judul seperti Al-Siysah al-Madniyyah (Prinsip Politik Madani) dan Mabdi' Ar' Ahlul Madnah Al-Fadhlah (Prinsip Masyarakat dari Negara Paripurna).
Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat terbentuknya negara. Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi). Kemudian, dalam proses yang panjang, pada akhirnya terbentuklah suatu Negara. Menurut Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan, papan, dan keamanan, serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah. Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata, menurut al-Farabi, adalah Negara Utama.
Menurutnya, warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara yang diikuti dengan segala prinsip-prinsipnyaprinsip-prinsipnya (mabadi) yang berarti dasar, titik awal, prinsip, ideologi, dan konsep dasar.
Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat, corak serta jenis negara. Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas negara ditentukan oleh warga negaranya. Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara, yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna di antara mereka.
Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna. Ada tiga klasifikasi utama:
Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur yang tidak diatur oleh organ lainnya.