Mohon tunggu...
Izzudin Ramadhan
Izzudin Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tugas

Hanya Berisi Artikel Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Circle Pertemanan dan Toxic Friends

28 Februari 2022   12:15 Diperbarui: 28 Februari 2022   12:21 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sedih banget, ternyata nggak semua orang sadar kalau circle pertemanan mereka itu berpengaruh besar terhadap sikap dan gaya hidup mereka. 

Misalnya, kalau ada seseorang berada dalam circle pertemanan yang suka foya-foya, udah pasti gaya hidupnya hedon. Terlepas dia berasal dari keluarga yang memang mampu atau enggak. Dan pastinya kita udah sering banget menjumpai circle pertemanan yang kayak gini. 

Mungkin juga beberapa dari kita pernah nemuin suatu circle pertemanan yang nggak sehat. Dimana suatu circle tersebut membawa pengaruh negatif untuk diri mereka sendiri atau orang-orang disekitarnya. 

Kalau kita pahami, sebenernya nggak semua orang yang berada dalam satu circle tersebut emang bener-bener 'nggak baik'. Pasti ada satu orang penting dimana dia berpengaruh besar terhadap circle pertemanan tersebut. Dan sayangnya, pengaruh besar yang dia bawa adalah pengaruh buruk. Atau yang sering kita denger dengan sebutan 'toxic friend.' 

Si 'toxic friend' ini bakalan mempengaruhi temen-temen sepergaulannya dengan pengaruh buruk. Entah dia emang sengaja mempengaruhi, atau dia punya satu kelebihan dimana sikap dan perilakunya mudah mempengaruhi orang-orang disekitarnya. Atau bisa juga, temen-temennya emang masih polos jadi mudah banget untuk dipengaruhi. 

Sayangnya, aku udah nemuin banyak banget orang jenis kayak gini bertebaran dimana-mana. Dan dampaknya, banyak orang-orang yang berada disekitarku pun jadi terbawa sama arus gaya hidupnya. Yang awalnya mereka adalah anak baik-baik, polos, terjaga, eh sekalinya berteman sama si 'toxic friend' ini, mereka langsung berubah. Dan perubahan pada diri mereka juga nggak main-main. Sayang banget. 

Entah gimana bisa, tapi dari mereka semua aku jadi sedikit berpikir dan mulai was-was. Ternyata 'pilih-pilih teman' itu penting. Nggak, bukan berarti kita nggak mau berteman dengan semua orang. Tapi kita harus pinter-pinter cari temen deket atau sahabat yang tentunya bisa membawa kita menuju kebaikan. 

Temen yang baik itu, yang selalu mengajak kita pada kebaikan. Yang selalu mengingatkan kalau kita berbuat salah. Bukan malah yang menghasut kita untuk berbuat kemungkaran dan kebathilan. Dan mirisnya, akhir zaman kayak gini malah orang-orang yang berbuat kemungkaran dan kebathilan lebih dihargai karena mereka dianggap berada dalam circle pertemanan yang 'asik'. Sedangkan orang-orang yang berbuat kebaikan malah dinggap 'sok suci'. 

Toh, mending sok suci ketimbang sok najis?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun