Mohon tunggu...
Izzuddin Rifqi
Izzuddin Rifqi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum yang suka Sastra

Nggak Pernah Menang Kalau Ikutan Give Away

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Enggak Hanya Kebanyakan Tugas dan Susah Sinyal, Ini Masalah Mahasiswa Perihal Kuliah Online

20 Juli 2020   06:13 Diperbarui: 21 Juli 2020   15:00 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi demonstrasi oleh BEM Malang Raya di Balai Kota Malang, Senin (13/7/2020) (Sumber: KOMPAS.COM/ANDI HARTIK)

Pada tanggal 15 Juni 2020, Kemendikbud bersama gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 yang diikuti oleh beberapa kementerian telah mengumumkan panduan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada tahun ajaran baru. 

Dalam kegiatan yang dilaksanakan secara live steraming YouTube tersebut, Mas Menteri memberikan beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan, salah satunya; pembelajaran tetap dilaksanakan secara online untuk tahun akademik 2020/2021.

Melihat keputusan tersebut, sontak memantik beragam reaksi dari para mahasiswa se-Indonesia raya. Bagaimana tidak? Lhawong kuliah di rumah tiga bulan saja udah pusing banget mikirin tugas. Apalagi semester depan masih lewat daring. Ya mbledos lah kepala baby.

Realitanya, yang semula para mahasiswa hanya sambat masalah kebanyakan tugas dan susah sinyal, kini macam-macam reaksi dan sambat mereka semakin berkembang. Dari pada mati penasaran, berikut beberapa reaksi mahasiswa ketika menyikapi kebijakan kuliah online yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun.

Reaksi Mahasiswa Normal
Bagi mahasiswa normal, mengetahui kuliah semester depan masih dilaksanakan secara online adalah suatu kemuakan yang nyaris sempurna. Selain bayang-bayang tugas ramashok yang telah dirasakan pada semester sebelumnya, alasan menjengkelkan lainnya adalah kewajiban membayar biaya kuliah secara full meski tidak menggunakan fasilitas kampus dan seisinya. (Eh, dosen itu termasuk fasilitas kampus nggak ya?)

Kejengkelan tersebut sangat logis dan relistis, sehingga saya nggak perlu menjelaskan itu. Seorang yang tak berpendidikan pun pasti paham bahwa umat manusia sekarang sedang dalam cobaan yang amat berat. 

Tentang ekonomi, kesedihan, nyawa, dan segala hal yang tidak terduga telah mencengkram seluruh kehidupan umat manusia di penjuru dunia. Tapi kenapa, di lingkup pendidikannya malah mencerminkan orang-orang yang tidak berpendidikan.

Seorang kawan pernah curhat kepada saya perihal kebijakan biaya kuliah ini. Ia merasa kecewa karena hanya mendapat potongan 250 ribu dari proses banding UKT yang telah ia jalani. Padahal proses yang ia lalui sangat ribet bin jelimet, tapi hasilnya tidak sesuai ekspetasi, malah cenderung mengecewakan

Kemudian saya tanya bagaimana reaksi orangtuanya setelah mengetahui itu.

Ia menjawab, "Kalo dari bapakku sih, lebih kayak legowo gitu, ia malah bilang ke aku 'ya sudah nggak papa, memang segitu rezekinya. Berarti Gusti Allah masih percaya sama bapak, kalau bapakmu ini masih bisa bekerja lebih keras lagi'. Ya gimana lagi, pokoknya kan sudah berusaha."

Mendengar pernyataan kawan saya itu, saya langsung geleng-geleng. Memang manusia Indonesia diciptakan Tuhan memiliki jiwa-jiwa yang besar.

Selain masalah biaya kuliah, mahasiswa normal lainnya juga merasa gemes karena harus tetap membayar iuran PDAM, sampah, listrik, wifi kontrakan, kamar kos, sampai paket data pacar. Kan mubadzir.

Reaksi Anak Organisasi
Setelah mahasiswa normal, barisan selanjutnya diisi oleh anak-anak organisasi yang sangat tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Alasannya realistis; nggak mau periode kepengurusannya menjadi periode terburuk dalam sejarah organisasi. Alasan ini berlaku pada organisasi apapun. Baik ekstra, intra, orda, hingga komunitas-komunitas kecil.

Kalo dirasa-rasa yang paling dirugikan sih anak-anak ekstra. Sebab mereka punya tradisi kegiatan yang harus dilaksanakan di lapangan. Secanggih apapun media sosial, tetap kegiatan tersebut tidak bisa dilaksanakan secara online. Masak iya, simulasi demo bisa dilakukan lewat Zoom? Nggak bisa baku hantam dong!

Tapi tetap, sesederhana apa pun proker mereka, dari organisasi mana pun mereka, pasti merasa ada yang kurang jika prokernya belum terlaksana.

Reaksi Mahasiswa cum Santri
Untuk tipe yang ini biasanya mahasiswa yang kuliah di PTKIN, PTKIS atau sejenisnya. Para mahasiswa yang sekaligus nyantri ini pasti tidak setuju dengan kebijakan Mas Menteri. Sebab jika perkuliahan semester depan masih lewat daring, otomatis waktu untuk kembali ke pesantren pasti juga ikutan molor. Sehingga kerinduan akan ngaji bersama para kiai pesantren akan bertambah lama.

Selain alasan kangen ngaji bersama Kiai. Ada juga mahasiswa yang nyatri di pesantren tahfidz, yang mana ia diharuskan untuk melalar dan menambah jumlah hafalan Qur'annya. Wajar saja jika diperpanjangnya kuliah online ini semakin menambah kekhawatiran sang mahasiswa akan pudarnya hafalan. Sebab kecanggihan apapun, tidak dapat menggantikan kesakralan setoran langsung kepada sang Kiai.

Reaksi Mahasiswa Saklek
Khusus untuk jenis mahasiswa ini, mereka memiliki alasan yang konsisten sejak awal berlakunya kebijakan kuliah online di muka bumi. Mereka cenderung konservatif dan agak kesulitan dengan perubahan. Mereka lebih nyaman dan hanya dapat menerima materi jika perkuliahan dilaksanan secara offline --tatap muka.

Biasanya dapuran mahasiswa semacam ini adalah mahasiswa yang fokusnya hanya di dalam kelas tanpa memiliki kesibukan lain di luar kelas. Prinsipnya sih, pengin dapet nilai baik, IPK tinggi, sering bertanya di setiap materi, dan harus dikenal dosen.

Bagi mereka, kuliah online adalah penghancur reputasi itu semua, sehingga mereka yang masuk dalam golongan ini, pasti muak dengan yang namanya kuliah online.

Reaksi Mahasiswa Fleksibel
Beda halnya dengan mahasiswa saklek, mahasiswa tipe terakhir ini adalah kebalikannya. Mereka lebih fleksibel ketika menghadapi kebijakan apapun. Kuliah online monggo. Kuliah offline juga oke. 

Sebab kuliah online bagi mereka adalah suatu terobosan bagus untuk menyikapi zaman yang semakin canggih. Selain waktu dan tempat yang bisa dilaksanakan secara luwes, mereka juga bisa nyambi kegiatan lain di sela-sela sibuknya kuliah online.

Seperti salah satu kawan saya yang juga menjalankan bisnisnya di tengah kesibukan kuliah online. Ia merasa lebih nyaman melaksanakan model kuliah semacam ini. Ia bisa merintis bisnisnya tanpa meninggalkan kewajiban kuliah beserta tugas-tugasnya. Sebab ia memiliki prinsip; sudah waktunya untuk membiayai kuliah sendiri dan menabung untuk masa depan.

Itulah beberapa reaksi mahasiswa terhadap kebijakan kuliah online. Sebagian dari kalian pasti termasuk salah satu dari tipe-tipe mahasiswa tersebut. Jika kalian tidak termasuk dari beberapa kreteria itu, berarti kalian harus intropeksi diri dan menanyakan pada diri kalian; NIAT KULIAH NGGAK, SIH?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun