Mohon tunggu...
Izzuddin Hamid
Izzuddin Hamid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Seorang mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran yang memiliki minat yang tinggi dalam pembuatan konten

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Turun Tangan Kelola Perlintasan Sebidang: Definisi dari Rakyat untuk Rakyat

31 Desember 2023   19:05 Diperbarui: 31 Desember 2023   19:16 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepanjang jalan lintasan rel kereta api Bandung masih sering kita lihat di perlintasan sebidang yang tidak memiliki keamanan yang layak. Hanya berupa palang besi berkarat yang dinaik-turunkan oleh penjaga sukarela menjadi batas keamanan yang dapat diberikan warga pengelola untuk masyarakat. Lantas bagaimana peran pemerintah KAI dan Dinas Perhubungan?

Perlintasan sebidang yang dilalui oleh kereta api di Kota Bandung masih menjadi permasalahan yang rasanya sering terlupakan. Dihimpun dari data PT KAI Daop 2 Bandung bahwa terdapat 199 perlintasan sebidang resmi yang tidak dijaga. Sementara dari 132 perlintasan resmi yang memiliki penjaga, 19 diantaranya dikelola dan dijaga oleh masyarakat setempat.

Desa Cisaranten, Kota Bandung menjadi salah satu lokasi dimana terdapat perlintasan sebidang yang dikelola oleh masyarakat setempat. Jalan tersebut menjadi tempat penyeberangan berbagai kendaraan yang berlalu lalang. Di perlintasan tersebut terdapat dua orang warga yang menjadi penjaga sukarela yang rela dibayar secara ikhlas atau tidak dibayar sama sekali demi menjaga keselamatan warga.

Terlihat dari tembok pos yang sudah kusam tempat penjaga tersebut beristirahat ternyata hadir pula peran pemerintah lewat spanduk penyuluhan PT KAI Bandung agar warga berhati-hati dalam berlalu lintas di perlintasan. Tetapi peran tersebut hanya sebatas kata-kata penyuluhan. Tidak terlihatnya peran serius pemerintah dari sarana-prasarana di perlintasan tersebut.

Penjaga palang pintu perlintasan sebidang yang sedang membantu masyarakat menyeberang rel (Foto: Izzuddin Hamid)
Penjaga palang pintu perlintasan sebidang yang sedang membantu masyarakat menyeberang rel (Foto: Izzuddin Hamid)
Suryono (63) merupakan salah satu penjaga palang pintu sukarela yang membantu aktivitas lalu lintas di perlintasan sebidang Desa Cisaranten. Ia sudah bekerja bertahun-tahun membantu para penyeberang disana. Menurutnya menjadi penjaga palang pintu merupakan tugas yang tidak mudah, diperlukan konsentrasi agar tidak terjadi kecelakaan karena aktivitas perlintasan berlangsung sangat cepat.

"Jadi penjaga itu tidak gampang, harus konsentrasi karena yang menyeberang dan datangnya kereta sama-sama cepat. Jadi harus perhatian untuk membuka tutup palang," tutur Suryono.

Suryono juga menjelaskan bahwa jalan yang sempit membuat aktivitas perlintasan semakin sulit. Ia dan penjaga lainnya perlu menahan antrean kendaraan di masing-masing seberang agar dapat berjalan bergantian sehingga tidak menimbulkan kemacetan di tengah rel. Suryono menambahkan masih banyak pengendara yang tidak tertib dan tidak menghiraukan perintah stop dari penjaga sehingga menyebabkan kemacetan di tengah rel yang berbahaya.

Sayangnya Suryono mengatakan jika terjadi sebuah kecelakaan maka yang disalahkan adalah sang penjaga palang pintu di perlintasan tersebut. Ia merasa hal itu tidak adil melihat tingkah laku masyarakat yang memang tidak mau tertib dan pihak pemerintah yang tidak menyediakan sarana prasarana yang memadai. Ia menambahkan tidak jarang jika terjadi kecelakaan maka penjaga palang pintu sukarela dapat dipidina.

"Disini ya kalau terjadi kecelakaan ya kita yang kena, orang-orang yang tidak tertib coba kita tertibkan tapi kalau terjadi kecelakaan yang pertama disalahkan ya kita para penjaga, malah bisa sampai dipenjara," tutur Suryono.

Turun Tangan Pemerintah Hanya Sebatas Janji dan Spanduk

Dari kegigihan Suryono dalam menjaga palang pintu perlintasan kereta api, perlu ditanyakan bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi perlintasan sebidang yang tidak memiliki sarana dan prasarana keamanan yang sesuai? Sampai-sampai masyarakat setempat itu lagi yang perlu turun tangan menjaga perlintasan secara sukarela bahkan tidak dibayar.

Ketua RW 11 Desa Cisaranten Endah, Aseppudin mengatakan bahwa sudah lama PT KAI Bandung berkomunikasi dengan RW setempat untuk masalah perlintasan sebidang ini. Ia mengupayakan adanya perluasan jalan perlintasan agar mempermudah kendaraan yang lewat serta menambah sarana keamanaan. Akan tetapi hal tersebut belum direalisasi oleh KAI sampai saat ini.

"Dari kita inginnya jalan tersebut diperlebar supaya bisa dilalui leluasa oleh dua jalur kendaraan. Nantinya kan akan lebih mudah untuk penjaga palang disana mengatur kendaraannya dan meminimalisir risiko kecelakaan," tutur Asep.

Asep melanjutkan bahwa pihak KAI hanya memasang spanduk penyuluhan dalam rangka membuat warga waspada terhadap kecelakaan di perlintasan kereta api. Tetapi hal tersebut bukanlah Solusi yang sesuai karena tanpa adanya saranan dan prasarana yang memadai maka risiko kecelakaan akan tetap lebih mungkin terjadi.

Masyarakat Banyak Turun Tangan Menandakan Ketidakhadiran Pemerintah

Dari adanya para penjaga palang pintu kereta sukarela dari masyarakat itu sendiri sudah menandakan ketidakhadiran pemerintah dalam mengatasi perlintasan sebidang di Kota Bandung. Kurangnya sarana dan prasarana juga menjadi hal yang dapat mengurangi keselamatan dan keamanan di perlintasan sebidang ini.

Disisi lain terdapat komunitas masyarakat seperti Edan Sepur, yakni komunitas relawan yang membantu mengedukasi serta membantu penyeberangan di berbagai perlintasan kereta. Mereka ikut turun ke jalan langsung memberikan penyuluhan serta pengamanan penyeberangan di perlintasan yang dibutuhkan pengamanan.

Komunitas Edan Sepur Kota Bandung sedang mengamankan jalan perlintasan kereta sekaligus melakukan penyuluhan (Foto: Muhammad fauzan)
Komunitas Edan Sepur Kota Bandung sedang mengamankan jalan perlintasan kereta sekaligus melakukan penyuluhan (Foto: Muhammad fauzan)
Dari adanya gerakan-gerakan sukarela masyarakat yang ikut melakukan pengamanan ini di satu sisi merupakan hal yang baik dan diperlukan. Tetapi di sisi yang lain ini menandakan kurangnya peran pemerintah dalam memberikan kebijakan serta memberikan sarana prasarana yang layak untuk berbagai perlintasan KA di Kota Bandung khususnya perlintasan-perlintasan sebidang yang tidak memiliki penjagaan.

Pihak KAI dan Dinas Perhubungan perlu mengevaluasi perannya di setiap perlintasan sebidang khususnya yang tidak memiliki penjagaan. Perlu adanya peran yang benar seperti pengabulan pelebaran jalan perlintasan serta pemberian sarana dan prasarana yang membuat masyarakat lebih terjaga dan aman saat menyeberang. Sehingga definisi 'dari rakyat untuk rakyat' bukanlah berarti masyarakat perlu turun langsung melakukan tugas yang bukan kewajiban mereka. Tetapi pemerintah lah yang perlu melaksanakan kewajiban tersebut agar rakyat mendapatkan haknya dalam berlalu lintas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun