Mohon tunggu...
Muhammad Izzuddin Alhaq
Muhammad Izzuddin Alhaq Mohon Tunggu... Tutor - Muizz Al kayyis

Mencoba lahan baru, semoga betah dan istiqomah Pelajar, Pengajar, pengamat matur nuwun sudah mampir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beriman Sebelum Diseru

19 Juli 2020   14:15 Diperbarui: 19 Juli 2020   14:19 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mestinya kita sebgai muslim mengenal agama samawi sebelum Islam datang dengan Nabi dan Rasul yang membawanya dan ajaran yang sama persis perihal ketauhidan, dari bapaknya para nabi, Ibrahim a.s yang memiliki keturunan seorang nabi. Agama Islam hanyalah satu yakni mengesakan Allah dan membuang segala sesembahan selainya.

Begitu juga Nabi Ibrahim a.s yang awalnya mencari kebeneran tentang kehidupan, mengamati alam semesta beserta peredarannya, mengamati makhluk hidup beserta kekuatannya. Tidak lain hanya untuk membuktikan bahwa kehidupan ini mestiya ada yang mencipatkan, menyembah matahari lalu direnungi kehebatannya disiang hari namun hilang ditelan gelap malam, seakan makhluk hidup tidak ada yang layak untuk disembah kerana kefanaannya.

Maka sampailah pada titik kepercayaan pada hal ghaib, yakni tingkat keimanan kepada Allah yang tak berwujud tapi bisa dirasakan dan ditakuti, maka ketika keimanan itu datang dikabarkanlah kepadanya perihal anak yang akan lahir dari istrinya sedang saat itu mereka lanjut usia, maka lahirlah Ishaq a.s yang nantinya akan menjadi Nabi, lalu lahirlah juga adiknya yakni Ismail a.s yang nantinya pula menjadi Nabi.

Maka ketika Allah sudah titipan datanglah cobaan keimanan akan perintah tuhan perihal menyembelih anaknya yang dinantikan hingga ratusan tahun, lalu disambutlah seruan Allah untuk menyembelih tak lain untuk menambah keimanannya kepada Allah sang pencipta.

Sangat teringat kisah Nabi Ibrahim dalam benak kita bagaimana pencariannya kepada kebenaran, maka tergambar pula seseorang dari keturunan Bani Adi di Makkah, seorang yang memegang teguh ajaran Nabi Ibrahim tentunya dengan tidak menyekutukannya dengan sesembahan berhala layaknya kaum kafir saat itu.

Zaid bin Amir adalah seorang yang kuat dalam memurnikan agama, sangat menentang perbuatan menyimpang para penyambah patung tak jarang ia menyeru mereka untuk kembali kepada ajaran tauhid bahkan mencela sesembahan mereka dengan mengatakan "Allah menurunkan hujan dan menumbuhkan hasil bumi, menciptakan unta supaya kamu urus, lalu kamu sembelih untuk yang selain Allah? Selain aku, aku tidak tahu di muka bumi ini adakah orang yang berpegang pada agama Ibrahim?!".

Di saat bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang memiliki kebiasaan untuk membunuh bayi perempuan, Zaid bin Amr merupakan seorang yang membiarkan bayi perempuannya tetap hidup, apabila ada orang yang ingin membunuh bayi perempuannya, maka ia berkata kepadanya: "Janganlah engkau bunuh ia, berikan saja kepadaku, aku akan mengasuhnya." Dan apabila anak perempuan tersebut telah dewasa, maka ia berkata kepada orangtuanya, "Kalau engkau mau, ambillah ia. Dan apabila engkau mau, biarkan dia."

Kegigihannya dalam meyakini bahwa ajaran Ibrahim sebenar benarnya agama butuhlah pembuktian, maka ia memutuskan untuk berkelana mencari ahli ilmu agama samawi, yang saat itu dikenal dengan sebutan Rahib sebagai ahli kitab nasrani, Rahib yang berasal dari negeri Balqa itu berkata pada zaid perihal agama yang selalu ditanyakannya bahwa tidak ada seorangpun yang membawanya (Nabi) pada saat ini, tetapi engkau dinaungi zaman munculnya nabi, dan inilah zamannya.

Zaid bin Amr pernah berkata yang didengar oleh Amir bin Rabi'ah "Aku mendengar Zaid bin Amr berkata, 'Aku menunggu seorang nabi dari keturunan Ismail, tepatnya dari Bani Muthalib. Dan aku merasa aku tidak akan dapat bertemu dengannya. Aku beriman dan mempercayainya dan aku bersaksi bahwa ia adalah seorang nabi. Bila umurmu panjang dan engkau dapat berjumpa dengannya, maka sampaikan salamku kepadanya, dan aku akan memberitahumu tentang sifat-sifatnya, sehingga tidak meragukan bagimu.' Aku pun menyilakannya.

Dilanjutkan pula Zaid menjelaskan bahwa, 'ia orang yang tidak tinggi tidak pula pendek, rambutnya tidak lebat tidak pula tipis, warna merah tidak pernah terpisah dari matanya, tanda kenabian terletak antara kedua pundaknya, namanya adalah Ahmad, negeri ini (Makkah) adalah tempat kelahirannya dan tempat ia diutus menjadi nabi, kemudian kaumnya mengusirnya dan menentang agama yang ia bawa, hingga ia berhijrah menuju Yatsrib (sekarang Madinah) dan berkembanglah agamanya. sebegitulah keseriusan seorang Zaid bin Amr ketika difirmankan nabi yang akan datang menjadi khatamul anbiyaa' yang sekiranya seorang zaid sudah bertemu tapi belumlah Muhammad menjadi seorang Rasul.

Usaha Zaid bin Amr dalam menyambut Nabi akhir zaman seperti yang dipahaminya dalam kitab kitab samawi sangatlah menantang, hidupnya seakan terancam di Madinah, keluarganya dari Khattab pun memusuhinya sehingga muncul dorongan untuk mengeluarkan Zaid dari Makkah karena keyakinannya mengusik ketenangan agama nenek moyang Kafir Quraisy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun