Mohon tunggu...
Muh Izzuddin Munir
Muh Izzuddin Munir Mohon Tunggu... -

Guru Kelas di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kampungbaru Kab. Nganjuk

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Malas Menulis Menyingkirlah

2 April 2015   13:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:38 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tanpa disadari Kitalah sebenarnya sumber kegagalan dengan suka menunda pekerjaan"(anonim)

Beberapa alasan  guru  malas untuk menulis diantaranya adalah kurangnya motivasi untuk guru kearah terampil dan biasa melakukan tulis menulis dari orang-orang atau lembaga yang berkompeten dalam pendidikan misalnya kepala sekolah. Untuk menggugah semangat guru dalam menulis bisa saja lembaga yang berkompeten dalam pendidikan mengadakan perlombaan penulisan karya tulis ilmiah (lomba karya tulis) dan sejenisnya.dengan adanya event semacam itu diharapkan dapat merangsang para guru untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik.

Menjadi sangat aneh bagi guru yang merasa sulit menghasilkan karya tulis padahal profesi guru menuntut untuk itu. Disamping alasan tersebut, tampaknya, ada sejumlah kendala yang menjadi penyebabnya antara lain (1)kendala psikologis, (2) kendala kemampuan, dan (3) kendala ekonomis/lain-lain.

Para guru umumnya merasa tidak bisa menulis padahal belum berusaha, merasa malu dan takut, atau tidak percaya diri tulisannya kurang baik sehingga ditertawakan orang, tidak percaya diri bahwa pengetahuannya banyak, atau tidak percaya diri bahwa kemampuan bahasanya kurang baik, kurang termotivasi karena berbagai sebab malas, tidak ada keinginan untuk maju dan lain-lain. Guru kurang menguasai pengetahuan, bahkan untuk bidang keilmuannya sendiri (unsur gagasan, isi), tidak tahu apa yang harus atau dapat ditulis untuk penulisan karya ilmiah, kurang menguasai bahasa untuk membahasakan gagasan pada penulisan karya ilmiah (aspek bentuk) dan kurang memahami model serta teknik penulisan karya ilmiah. Sebagian guru tidak ada tantangan dari faktor income, ada persepsi bahwa tidak menulis juga sudah bisa hidup layak, tidak memahami pentingnya berekspresi lewat karya tulis kurang memahami/menghargai pentingnya penyebaran informasi lewat tulisan (kegiatan tulis-baca), dan  masih terpaku pada budaya lisan.

Alasan berikutnya karena guru merasa tidak ada waktu lagi untuk menulis karena fikiran dan tenaganya telah tersita oleh kegiatan-kegiatan intrakurikuler di sekolah. Bagi mereka yang kurang biasa menulis, tradisi menulis dirasakan amat berat, karena perlu diimbangi dengan membaca guna menambah keleluasaan dan keluasan cakrawala berfikir. Guru mendapat kesulitan dalam hal menciptakan suatu alur yang sistematis, dan menata kata menjadi kalimat yang mudah dipahami dan dimengerti oleh semua kalangan secara redaksional.

Membudayakan keterampilan menulis memang bukan merupakan hal yang mudah. Ketika banyak kendala, kita harus mampu mencari solusinya. Munculnya kemalasan, penyakit menahun, harus dipaksa untuk bisa dikendalikan yaitu dengan cara menggambarkan impian positif: jaminan angka kredit berarti peningkatan prestasi dan prestise dalam karir, publikasi di media massa berarti peningkatan kesejahteraan dan kepuasan batin. Kesibukan, memang selain mengajar dengan berbagai perlengkapan adminitrasi yang memusingkan, guru dibebani oleh tugas-tugas tambahan di sekolah. Kadang sangat menyita waktu, dan tuntutan itu tidak boleh tidak harus dilaksanakan. Apabila pulang ke rumah, pekerjaan rumah tangga sudah menanti yang bersifat rutinitas di dalam keluarga.

Diantara faktor penyebab kegagalan guru dalam menulis disebabkan karena kekurangtahuan prosedur menulis, persyaratan pengakuan pemerintah terhadap karya-karya pengembangan profesi sesuai petunjuk teknis, dan penolakan pemuatan dari pihak media massa. Untuk itu, seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan dalam hal dalam hal kompetensi dan prosedur teknis menulis karya ilmiah sangat penting bagi para guru. Para pakar dalam bidang pengembangan profesi guru dan penulis senior harus bisa mendesiminasikan kepada para guru di mana saja. Setidaknyadengan adanya seminar dan pelatihan akan memunculkan keuntungan ganda yaitu meningkatkan kemahiran kompetensi menulis guru sehingga mampu mengemban tuntutan unsur utama dalam bidang pengembangan profesi dan pemerolehan sertifikat yang bisa digunakan untuk memperlancar pengajuan angka kredit  atau untuk pengajuan uji sertifikasi

Dengan demikian Adanya anggapan dari diri guru bahwa menulis karya ilmiah itu sesuatu yang sulit dengan sendirinya akan hilang. Ketrampilan menulis karya ilmiah dapat dipelajari dan juga dilatih sehingga pada akhirnya guru mampu menghasilkan karya yang berkualitas. Kata kunci yang harus dipegang oleh semua guru adalah dia harus mau belajar menulis kapanpun dan dimanapun serta membuang jauh-jauh rasa malas menulis dari diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun