Mohon tunggu...
Ailaa
Ailaa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sedang mencari sesuatu yang belum aku cari

Gadis aneh, yang mempunyai kepribadian abstrak, susah di tebak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujung Tanduk !! Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia Gara - Gara si Covid-19

14 Juli 2020   15:49 Diperbarui: 15 Juli 2020   12:19 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sekitar 16.000 pulau. Hampir seluruh penjuru pulau di Indonesia menjadi korban pandemi yang marak diperbincangkan sampai detik ini,  ya.. CORONAVIRUS DISEASE 2019 atau yang sering kita dengar dengan sebutan COVID-19. Bukan hanya di Indonesia, hampir di seluruh dunia menjadi imbasnya. Yang  sangat mengerikkan adalah ada sebuah pemberitaan yang pernah menyebut bahwa Indonesia adalah WIFI nya COVID-19 di kawasan Asia Tenggara. Wow.. speechless . ini sebuah penghargaan / hinaan? Terserah kalian ambil dari sudut pandang yang mana. Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya hampir disemua sector dilumpuhkan karena adanya pandemi ini.   seperti sektor pariwisata yang mengalami penurunan penerimaan wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri. Dan yang paling terdampak adalah sector perekonomian. Bukan hanya perekonomian Indonesia saja yang mengalami pelemahan atau krisis, akan tetapi juga perekonomian negara lain yang terdampak Covid-19. Lalu siapakah dalang dibalik semua kekacauan ini ? apa maksud dan tujuannya? Atau ini kehendak Tuhan? Musibah / malapetaka? Entahlah hanya Tuhan yang tahu.

Yang menjadi focus kajian saat ini adalah Negara kita, Indonesia? Mau sampai kapan seperti ini? Tiap hari semua orang berlomba- lomba mengkoar -- koarkan tiap hari ada ribuan orang baru yang terinsfeksi. Semua akan baik -- baik saja disaat kalian sudah capek, muak, berhenti menggembor -- gemborkan pandemi ini.

Malahan ada sebagian oknum yang memanfatkan pandemic ini sebagai lahan tambang emas mereka? Dengan apa? Dengan cara memfostifkan orang yang sebenarnya tidak terinfeksi COVID-19. Dengan alasan akan mendapatkan sejumlah uang jika ada keluarga pasien yang meninggal lantaran covid. Ini tentang persoalan moral, jenazah yang seharusnya dikebumikan dengan layak justru di pendam layaknya hewan, keluarga gak ada yang boleh menyentuh apalagi bernostalgia kesekian kalinya. Sungguh sangat berlawanan dengan nilai -- nilai kemanusiaan. Namun jika kita melihat dari sudut pandang keadilan, dibalik tindakan tersebut kita dapat mengambil sisi postifnya yaitu memperkecil kemungkinan tejangkitnya covid ini, meskipun pasien tersebut bukanlah pasien covid, karena kita tidak tahu dari mana virus datang dan dari siapa virus tersebut dibawa.

Pemerintah sudah berupaya memberikan berbagai bantuan ke masyarakatnya, seperti Bantuan  Langsung Tunai ( BLT ), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai -- Dana Desa ( BLT-DD) , Kartu Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Prakerja, dan lain sebagainya. Namun masih ada yang kekurangan dan membutuhkan yang lebih. Entah untuh memenuhi kebutuhan atau sekedar menuruti keinginan. Berbagai cara pun dilakukan seperti halnya mengajukan pinjaman online di perusahaan teknologi finansial (fintech) ilegal / tidak resmi.

Mengutip dari kontan.co.id, Satgas Waspada Investasi (SWI) 105 fintech ilegal dan 99 entitas yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fintecah ilegal itu menawarkan pinjaman online / pinjol ke masyarakat yang kini sedang terhimpit perekonomiannya akibat pandemi virus corona. Rata -- rata pinjaman yang diajukan yakni kisaran Rp. 500.000 -- Rp. 1.000.000. harus menyerahkan data pribadi masyarakat dan menawarkan keuntungan besar , misalnya iming -- iming bunga 2%. Tentu masyarakat terkecoh jika tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu di situs resmi OJK. Pasalnya SWI tidak mendapatkan data perputaran uang fintech ilegal. Sebab, keberadaannya layanan pinjaman online / pinjol ilegal tidak diketahui bahkan pengurusnya pun tidak jelas. Oleh sebabnya, pihaknya sulit mendapatkan laporan keuangan fintech ilegal karena statusnya yang tidak terdaftar. Terkait pihak yang dirugikan bukan hanya masyarakat tapi juga pemerintah.  

Mengutip dari Republika.co.id, Dalam urusan industri perbankan syariah, kemunculan perbankan syariah di Indonesia adalah keinginan murni masyarakat Indonesia yang ingin melakukan transaksi keuangan mereka sesuai syariah. Meski berbeda dari negara tetangganya yang kemunculan industri keuangan syariah mereka diinisiasi oleh pemerintah, maka pertumbuhan bank syariah di Indonesia tidaklah mudah dikarenakan support dari pemerintah masih sangat kurang sekali. Kita bayangkan saja, pada awal 2019 setelah 28 berdiri, market share bank syariah di Indonesia hanya menyentuh angka 5%.

Hal ini berbanding terbalik dengan negara tetangga nya Malaysia, saat ini, market share perbankan syariah di Malaysia sudah menyentuh angka 35 persen lebih. Bahkan Bank Negara Malaysia telah mematok target pada akhir 2020, market share perbankan syariah di negara tersebut di angka 40 %. Bahkan jika kita bandingkan dengan Oman sekalipun yang baru memulai operasi perbankan syariah mereka pada awal Januari 2013 berdasarkan Royal Decree No. 69 Tahun 2012, market share perbankan syariah mereka sudah menyentuh di angka 14 % di awal 2020.  Padahal, Bank Central Oman menargetkan market share perbankan syariah di angka 10 % pada 2021.

Akan tetapi, kabar baik bagi pertumbuhan perbankan syariah Indonesia akhirnya datang pada akhir bulan Oktober 2019. Seakan keluar dari kutukan market share 5% sejak 2014, per Oktober 2019 pangsa pasar perbankan syariah Indonesia mampu menembus angka 6 % berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau sekitar Rp 513 triliun. Faktor pendukung terbesar dari pencapaian pangsa pasar ini adalah karena meningkatkan pertumbuhan aset perbankan syariah pada unit BUS dan UUS sebesar 10,15 % secara dibandingkan sebelumnya menjadi Rp 499,98 triliun.

Dari sisi pertumbuhan pembiayaan, bank syariah mampu merealisasikan pertumbuhan double-digit-nya di angka 10,52 persen dibanding sebelumnya menjadi Rp 345,28 triliun dan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) menjadi Rp 402,36 triliun. Saat ini, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia dikuasai oleh 14 Bank Umum Syariah (BUS) atau sekitar 65 %, sedangkan 32 %pangsa pasar perbankan syariah di kuasai 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan dan sisanya di kuasai oleh 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Akan tetapi, dibalik dahsyatnya pertumbuhan perbankan syariah di 2019. Pertumbuhan perbankan syariah diyakini akan mengalami kendala penurunan di 2020 disebabkan penyebaran virus corona ini sudah mulai merata di penjuru negri. Beberapa kota besar khususnya telah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) untuk mengurangi penyebaran virus ini. Imbasnya, banyak sekali kantor, toko dan pabrik yang harus memberlakukan pekerjaan dari rumah atau betul-betul berhenti beroperasi sementara waktu.

Selain itu, pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan paket stimulus senilai Rp 405 triliun untuk menghadapi dampak terhadap penyebaran virus corona. Untuk mendukung pemerintah pusat, OJK juga menerbitkan POJK No. 11/POJK.03/2020 untuk memberikan relaksasi terhadap nasabah perbankan, termasuk perbankan syariah didalamnya yaitu kemudahan proses restructuring dan rescheduling untuk nasabah yang terkena dampak penyebaran virus corona, khususnya nasabah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ataupun non-UMKM yang memiliki pembiayaan dibawah Rp 10 miliar yang berlaku 1 kedepan tergantung kebijakan dari masing-masing bank syariah. Khususnya nasabah yang berkaitan langsung dengan sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan dan pertambangan.

Sebelum adanya penyebaran virus corona di Indonesia, perbankan syariah diharapkan tetap mencatatkan rekor pertumbuhan double-digit. Akan tetapi, saat ini perbankan syariah harus mulai merevisi kembali target pertumbuhan mereka disebabkan dampak dari penyebaran Covid-19. Perbankan syariah juga diharapkan mampu memberikan solusi-solusi terbaik kepada para nasabahnya seperti restrukturisasi, penambahan jangka waktu pembiayaan, ataupun memberikan masa tenggang 3-6 bulan kedepan. Sehingga nasabah yang terkena dampak terhadap virus ini bisa merasakan kehadiran bank yang sesuai syariah ini sebagai solusi dari krisis perekenomian.

Kedua, perbankan syariah juga harus melihat permasalahan penyebaran virus ini sebagai tantangan yang harus dirubah menjadi sebuah kesempatan untuk berbenah khususnya dari aspek layanan digital. Apalagi ketika WHO menyebutkan bahwasanya penyebaran virus ini bisa menyebar melalui uang kertas, bahkan ada negara yang menyemprot uang kertasnya agar tidak terjadi penyebaran melalui channel ini. Pembayaran digital yang mampu memudahkan para nasabah melakukan seluruh transaksi dalam satu aplikasi adalah merupakan sebuah keharusan yang dimiliki perbankan syariah. Kita sudah melihat banyak sekali perbankan syariah sudah berinvestasi milyaran bahkan triliunan untuk meningkatkan pelayananan digital mereka.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana perbankan syariah mampu menjadikan krisis wabah ini menjadi sebuah kesempatan pembiayaan-pembiayaan baru di sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan alat kesehatan seperti ranjang rumah sakit, masker, ventilator rumah sakit, alat tes, vaksin, alat-alat rumah sakit dan lain-lain. Selain membantu para petugas medis, alat-alat ini juga mampu menahan penyebaran Covid-19. Maka dari itu, sudah saatnya perbankan syariah mulai mervisi kembali strategi mereka, mengubah budgeting mereka, dan merencanakan hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari jikalau penyebaran virus ini berkepanjangan hingga akhir .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun