Mohon tunggu...
Izzah AzaliyahAthifah
Izzah AzaliyahAthifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/santri

Jangan lupa sholawat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional remaja

1 Desember 2022   19:00 Diperbarui: 1 Desember 2022   19:04 2556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa remaja kita pasti mengalami masa-masa labil, dimana seringkali kita merasa ingin memberontak lalu ingin sekali dimengerti. Untuk itu, dirasa perlu memahami perkembangan apa saja yang terjadi pada tahapan remaja ini. Menurut KONPKA masa remaja dibagi menjadi tiga, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja madya (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-22 tahun).

Perkembangan yang terjadi pada remaja meliputi fisik, kognitif, dan sosioemosional.

  • Perkembangan fisik remaja dapat dilihat dari perkembangan internal dan eksternal. Perkembangan fisik internal diantaranya sistem perncernaan lebih menjadi kuat dan tebal, sistem peredaran darah mencapai tingkat kematangan, dan perubahan pada fungsi produktif dan hormonal. Sedangkan perkembangan fisik eksternal diantaranya meningkatnya tinggi dan berat badan, proporsi tubuh mencapai perbandingan yang baik, dan terdapat perubahan pada bentuk tubuh karena hormon.
  • Perkembangan kognitif pada remaja, menurut piaget teori perkembangan pada remaja masuk dalam tahap teori operasional formal yang mana teori ini masuk dalam teori keempat dan yang terakhir dalam teori perkembangan piaget. Dalam tahap ini remaja dapat lebih mengolah kejadian-kejadian dengan logis.
  • Perkembangan sosioemosional, sesuai dengan namanya perkembangan ini memiliki keterkaitan dengan emosi atau perasaan remaja. Dalam perkembangan sosioemosional dapat dilihat dari peningkatan pengaruh sebaya, pengelompokan sosial dan perubahan perilakunya, remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara menggerutu, meledak-ledak, atau tidak mau bicara, dan remaja mulai mencapai kematangan emosi dengan menunjukkan sikap pengendalian diri.

Menurut teori ERIKSON remaja berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada pada diri mereka dan arah mereka dalam menjalani hidup yang disebut identity confusion. Remaja yang tidak dapat menyelesaikan krisis identitasnya akan mengalami identity confusion atau keseimbangan akan identitasnya .

Dari beberapa penjelasan tersebut, remaja dapat memiliki beberapa metode pembelajaran:

  • Diskusi : menghadapkan peserta didik pada suatu permasalahan yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan
  • Eksperimen : siswa dapat melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati serta menuliskan hasil percobaanya
  • Demonstrasi : dengan cara memperagakan barang, aturan dan urutan melakukan kegiatan baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan materi atau yang disajikan
  • Simulasi : proses pembelajaran yang menggunakan simulasi cenderung objeknya bukan bendanya atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun