Selain upaya perubahan dari dalam diri sendiri, perlu dilakukan upaya kolektif dari masyarakat, instansi pendidikan, perusahaan, dan pemerintah untuk melakukan mempromosikan kesejahteraan psikologis. Kampanye bisa berupa pendekatan edukasi melalui media sosial, televisi, atau media lainnya yang berisi tentang pentingnya memprioritaskan kesejahteraan pribadi, kesehatan mental, dan work-life balance.
Instansi pendidikan dan perusahaan perlu diberi kebijakan agar menerapkan work-life balance bagi siswa atau pekerjanya. Upaya bisa berupa jam kerja yang manusiawi, mendorong pekerja untuk tidak sering melembur kecuali memang dibutuhkan, dan kompensasi gaji yang sepadan. Dengan promosi kesehatan yang dilakukan secara luas, diharapkan persepsi masyarakat berubah sedikit demi sedikit dan lebih mementingkan kesehatan fisik dan mental untuk efisiensi bekerja di kemudian hari.
Referensi :
Honoré, C. (2005). In praise of slowness: Challenging the cult of speed. HarperCollins Publishers.
Hudson. (2005). The Case for Work Life Balance : Closing the Gap Between Policy and Practice. Sydney : Hudson Highland Group, Inc
Iskandar, R., & Rachmawati, N. (2022). PERSPEKTIF “HUSTLE CULTURE” DALAM MENELAAH MOTIVASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA. Jurnal Publikasi Ekonomi dan Akuntansi (JUPEA), 2(2), 108-117.
Singh, A. (2022). 6 tips to get rid of the “hustle” mindset and stop burnout, according to mental-health and productivity experts. Business Insider. Diambil dari https://www.businessinsider.com/hustle-culture-how-to-unlearn-burnout-workplace-counselors-advice-2022-5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H