Mohon tunggu...
The Diary Of Daiva Kalyca
The Diary Of Daiva Kalyca Mohon Tunggu... -

Kalau suatu saat raga ini pergi, biarlah tulisan hidup abadi..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membicarakanmu

19 April 2014   16:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mino : Kau adalah pemuda bersuara lembut. Rambutmu yang berantakan dan kulitmu yang berwarna gelap pernah membuatku takut dan enggan mengajakmu bicara. Tapi setelah beberapa hari ini bersama-sama, kau mulai mengenalkanku akan dirimu yang sopan, baik, dan suka melucu. Satu lagi kebiasaanmu yang membuatku bersemangat : kau begitu suka menghitung jam kerja. Kau suka sekali mencatat waktu-waktu yang kita pakai bersama-sama untuk sekedar mempersiapkan acara, kemudian sedikit memolesnya hingga menjadi satu acara tersendiri yang turut berperan dalam menghabiskan jatah 288 jam kita di kampung ini. Ya, ya, ya. Semakin sering kau mencatatnya, semakin cepat kemungkinan kita bisa kembali ke Jogja!

Jasmeer : Kau selalu (mungkin terlalu) spontan berbicara. Aku ingat betul, awal mula berkenalan denganmu, aku betul-betul tak bisa menyukaimu. Bagaimana tidak? Hari pertama tinggal di pondokan nenek, kau dengan seenaknya bilang, “Oh My God!I can’t eat all of these foods. I can’t sleep here!” . Tapi belakangan aku mulai menyukaimu. Mungkin kau mulai beradaptasi dengan lingkungan, mulai beradaptasi juga dengan kami. Belakangan aku menyukaimu, karena kau memang anak yang baik. Kau bisa melucu dengan santai, kau bisa membawa kami tertawa bersama. Kau juga sering bercerita tentang kondisi negaramu di sana, tentang kebiasaan makan mereka, gosip-gosip politik disana, hingga tradisi pernikahan di sana. Kau senang membawa kami berdiskusi. Kau suka keramaian, dan aku sangat senang mendengar bicaramu yang ringan dan nyaring. Aku senang, aku senang. Aku pikir, tak ada alasan untuk membencimu.

Mei : Ntah lah, Mei. Aku pikir aku sudah menyukaimu dari awal. Selain karena kau begitu hebat ketika bernyanyi, mungkin karena kau paling bisa memahami kondisi kami. Kau selalu berusaha memahami percakapan kami, meski aku tahu mungkin itu berat bagimu. Dengan latar belakang yang berbeda dari kami (kau adalah satu-satunya mahasiswa pertanian dari 4 mahasiswa), kau tetap berusaha nyambung dengan arah pembicaraan kami. Mungkin, mungkin, mungkin. Mungkin kau adalah yang paling sabar diantara kami. Mei, Mei, Mei. Bahkan kau berjanji menemaniku jaga malam di IGD Puskesmas, karena jalan ke Puskesmas cukup sepi dan memakan waktu kurang lebih 10 menit dengan motor. Terimakasih, Mei! Terimakasih sudah mengantar Mbak kemana-mana!

Daniel : Kau memiliki pemikiran yang sangat baik, Daniel. Aku sangat senang dengan pemikiranmu yang positif, yang bisa membawa kita semua ke masa depan yang matang untuk dipersiapkan. Aku senang berdiskusi denganmu, ketika kau bicara soal harga ikan lele sampai gosip politik. Kau tahu aku tak hebat dalam hal itu. Kau tahu aku lebih senang mendengar dan menyemangatimu bercerita. Karena tentu saja wawasanku tak seluas wawasanmu. Sungguh, bersamamu tak ada kata jemu!. Kau tahu, Mbak kaget ketika kau bahkan bisa mengomentari soal pernikahan, “Aku pikir, kesalahan sistem di Indonesia adalah tidak adanya edukasi yang baik tentang pernikahan, Mbak. Jadi masyarakat awam yang low-educated berpikir, setelah menikah semua akan menjadi enak, mudah, dan bahagia bersama pasangan. Sungguh itu ironi sekali, Mbak. Harusnya pemerintah mempunyai satu target khusus untuk memberikan edukasi tentang pernikahan. Mungkin semacam seminar atau short course pra-nikah. Apa konsekuensinya, apa yang harus dipersiapkan, dan apa saja kemungkinan buruknya.” . Ya, kau benar sekali, Daniel. Mbak setuju, mungkin kita cukup beruntung meski tinggal di Indonesia, karena kita termasuk masyarakat yang setidaknya berpendidikan, paham betul dengan apa-apa yang harus dipersiapkan. Mudah-mudahan...

Mas Rizki : Kenapa kau cemas sekali dengan orang lain yang sebenarnya baik-baik saja, sehat, dan bisa menerima keadaan dengan ikhlas? Hehehe. Tak ada alasan untuk membencimu. Tak ada alasan untuk meninggalkan orang yang bersemangat untuk belajar sepertimu. Tak ada alasan untuk tidak mengatakan bahwa kau adalah orang yang baik, yang memiliki perencanaan hidup yang baik. Ribuan alasan mendukung untuk menyayangimu. Hanya saja, demi kebaikan bersama, kita tetap harus ingat bahwa ada Allah yang Maha Pengatur, dan apa-apa yang diberikannya nanti adalah yang terbaik. Semoga kelapangan hati selalu membersamaimu, membersamaiku, membersamai kita. Aamiin..

Jogja, 19 April 2014

Pukul 09:28 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun