Mohon tunggu...
MOH Umar Hafidzul Ahkam
MOH Umar Hafidzul Ahkam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan mudah menyerah

Tulislah semua aspirasimu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aliran Al-Asy'ariyah dan Maturidiyah dalam Prespektif Ilmu Kalam

2 Oktober 2018   17:01 Diperbarui: 2 Oktober 2018   18:04 13189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Aliran Al-Asy'ariyah

pengertian Asy'ariyah

Nama lengkap Al-asy'ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-asy'ari. Ia lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia 40 tahun, ia hijrah ke kota Bagdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M.

Gerakan Al-Asy'ariah mulai pada abad ke-4.Ia terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lain, khususnya Mu'tazilah. Dalam konflik keras ini ,al-Baqilani memberikan andil besar.ia di anggap sebagai pendiri kedua aliran Asy'ariah. Permusuhan I ni mencapai puncaknya pada abad ke-5 H atas prakarsa Al-kundari (456 H = 1064M), yang membela Mu'tazilah.Di khurasan ia mengorbankan fitnah yang berl;angsung selama 10 th. Tragedi ini menyebabkan imam al-Haramain menyinggir ke jihaz.sejumlah tokoh besar dari aliran Al-Asy'ariah di penjarakan, termasuk al-Qusyairi (466 H=1074M)sang sufi yang menulis risalah yang berjudul Syikayah al-Sunnah di Hikayah ma Nalahum min al-Mihnah.

Hingga hari ini, pendapat Al-Asy'ariah masih tetap menjadi akidah Ahl al-Sunnah. Pendapatnya sangat dekat dengan pendapat al-Maturidi yang satu saat pernah di tentang karena persaingan dalam masalah fiqih, karena ia mewakili orang-orangSyafi'iyah dan malikiyah mendominasi pendapat Al-Asy'ariyah.

 Tokoh-tokoh Asy'ariyah

Setelah meninggalnya Abu Hasan al-Asy'ari maka aliran Asy'ariyah ini mengalami kemunduran atau kesurutan. Maka pada saat itu juga muncul pihak-pihak yang yang menentang aliran asy'ariyah tersebut, seperti pengikut mazhab Hambali. Ketika itu muncullah seorang menteri dari Bani Saljuk yang bernama Nidhomul Muluk (m. 485 H/1092 M mendirikan dua buah madrasah yang terkenal yaitu, Nidhomiyah di Naisabur dan di Baghdad.

Kemudian tokoh-tokoh ulama terkenal yang berperan dalam kemajuan aliran Asy'ariyah tersebut adalah:

a.Abu Bakar bin Tayyib al- Baqillany (m. 403 H/1013 M), lahir di kota Bashrah. Kitab karangannya yang terkenal ialah at-Tamhid, berisi antara lain tentang atom, sifat dan cara pembuktian.

b. Abu al- Ma'aly bin Abdillah al- Juwainy (419-478 H/1028-1085M), lahir di kota Naisabur, kemudian pindah ke kota Mu'askar dan akhirnya sampai di Baghdad. Dia mengikuti ajaran-ajaran al- Baqillany dan al- Asy'ari.

c. Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Qazali (450-505 H/1059-1111M) lahir di kota Thus, negeri Khurasan. Gurunya adalah Imam Juwainy. Kitabnya yang terkenal adalah Bidayatul Hidayah suatu kitab pengantar ilmu tasauf dan Ihya' 'Ulumudddin yang berisi tentang cara-cara menghidupkan kembali jiwa beragama yang waktu itu mulai luntur.

d.    Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf asSanusi, lahir di kota Tilimsan Aljazair (833-895H/1427-1490M). Diantara kitab karangannya adalah: Aqidah Ahli Tauhid, berisi pandangan-pandangan tauhid dan Ummul Barahin berisi pembagian sifat-sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan Rasul-Nya.

e. Imam Abu Abdillah Muhammad at-Taimi al Kubro ibnu Khatib Fahruddin ar Razi. Lahir di Persia 543H. Dia menulis kitab ilmu kalam, fiqih, tafsir dan lain-lain.

f. Abdul Fattah Muhammad Abdul Karim ibnu Abi Bakar Ahmad asy Syahrastani. Lahir di Khurasan (479-574H/1086-1153M). kitab karangannya yang terkenal al Milal Wan Nihal. Menerangkan golongan-golongan dalam Islam dan berbagai paham keagamaan dan falsafat. Kitab ini terdiri dari 3 juz dalam satu jilid.

Pemikiran Al-Asy'ari

Ada tiga periode dalam hidupnya yang berbeda dan merupakan perkembangan ijtihadnya dalam masalah akidah yaitu :

a. Periode Pertama

Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai, syaikh aliran Muktazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk-beluk akidah Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

b. Periode Kedua

Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham Muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari itu, beliau juga beristikharah kepada Allah untuk mengevaluasi dan mengkritik balik pemikiran akidah muktazilah.

c. Periode Ketiga

Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat Allah yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan ditetapkan, tanpa takyif, ta'thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau pada periode ini menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya.

Pengertian Aliran Maturidiyah

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Selain itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami.

Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

Jika dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan aliran yang memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia, tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas, maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara'. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara', maka akal harus tunduk kepada keputusan syara'.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur'an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur'an. Dalam menfsirkan Al-Qur'an al-Maturidi membawa ayat-ayat yang mutasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta'wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta'wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Jadi dalam pena'wilan Al-Qur'an, al-Maturudi sangat berhati-hati walaupun beliau menjadikan akal suatu kewajiban dalam penafsiran suatu ayat. Penulis setuju dengan sikap al-Maturudi dalam menafsirkan ayat yang mutasyabih, yakni dengan mencari pentunjuk dari ayat yang muhkam dan dikombinasikan dengan penalaran akal pikiran yang apabila seseorang tidak bisa mena'wilkan ayat tersebut, maka orang itu dianjurkan untuk tidak mena'wilkannya.

Maka dari bererapa pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran yang namanya diambil dari nama pendirinya yakni al-Maturudi. Aliran ini menggunakan akal dalam analogi pemikiran atau penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang mutlak karena apabila terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan syara', maka itu ditolak.

Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.

Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-'Aqa'idal Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukharayang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

Pokok-Pokok Pemikiran Al Bazdawi di antaranya sebagai berikut:

1. Kemampuan Akal Manusia

Dalam hal ini Bazdawi sepaham dengan Maturidi yaitu akal mampu mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kendati demikian sebelum datangnya keterangan wahyu, tidaklah ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan bersyukur kepadanya, serta tidak ada kewajiban untuk mengerjakan perbuatan baik atau menjadi perbuatan jahat. Kewajiban-kewajiban kata bazdawi ditentukan hanya oleh tuhan dan ketentuan-ketentuan itu dapat diketahui melalui wahyu.

2. Perbuatan Manusia

Al-Bazdawi membedakan dengan jelas antara perbuatan Tuhan (Maf'ul) dengan perbuatan manusia (Fi'l). menurut al bazdawi perbuatan tuhan itu adalah menciptakan perbuatan manusia; sedangkan perbuatan manusia (daya) itu adalah melakukan perbuatan Tuhan.

Al Bazdawi dalam hal ini mengambil contoh tentang duduk. Duduk adalah ciptaan Tuhan, namun melakukan hal itu perwujudan daya manusia dalam bentuk perbuatan. Jadi duduknya manusia pada suatu tempat duduk itu hakekatnya melakukan perbuatan ciptaan Tuhan dan merupakan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya. Dalam hal ini al Bazdawi (Maturidi Bukhara) tidak berbeda pendapat dengan Abu Mansur (Maturidi Samarkand).

Mengenai pendapat ini bazdawi dikritik oleh pihak lain. Dengan kritik ini bazdawi menjadi ragu-ragu dalam mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya. Akhirnya lagi-lagi golongan maturidiyah bukhara daya manusia tidaklah efektif dalam mewujudkan perbuatannya, seperti halnya juga dikatakan Asy'ari.

3. Kehendak dan Kekuasaan Tuhan

Bazdawi menegaskan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki Nya dan menentukan segala-gala Nya, menurut kehendak Nya. Dan Tuhan pasti memenuhi wa'adNya yakni memenuhi janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.

Al Bazdawi dalam hal ini berpendapat: Tuhan tidak mungkin tidak memenuhi janjiNya kepada manusia yang berbuat baik dan tidak mungkin pula meninggalkan ancamanNya terhadap yang berbuat jahat. Karena tidak mungkin, maka dengan kata lain Tuhan menjadi wajib memenuhi janji dan ancamanNya.

4. Sifat-sifat Tuhan

Menurut Bazdawi sifat-sifat tuhan itu kekal melalui kekuatan yang terdapat dalam dzat Nya, dan bukan melalui sifat-sifat itu sendiri. Tuhan bersama sifat-sifat-Nya kekal, tapi sifat-sifat itu tidaklah kekal karena diri mereka.

Daftar Pustaka

Nasution, Harun. 2002.Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia-Press

Rozak Abdul, Rosihan, Anwar.2003. Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Abd, Chalik, chaerudji.2003. Ilmu Kalam . Jakarta: PT. Diadit media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun