Mohon tunggu...
Izhar Gouzhary
Izhar Gouzhary Mohon Tunggu... -

Pengamat Kebijakan Publik Indonesia dari jarak 10.697 Km nun jauh di Eropa-Jerman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prof. Dr. Alwi Shihab: ISIS dan Ancaman Ideologi Transnasional terhadap Keutuhan NKRI

15 September 2014   03:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:41 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir bulan Agustus lalu, bertempat di KJRI Frankfurt-Jerman telah dilaksanakan pertemuan rutin diskusi bulanan yang diadakan oleh Komunitas Reboan Frankfurt beserta masyarakat Indonesia dan warga Jerman di Frankfurt dari berbagai latar belakang. Dalam kesempatan tersebut hadir sebagai narasumber adalah Prof. Dr. Alwi Shihab, dengan tema diskusi: ISIS dan Ancaman Ideologi Transnasional terhadap Keutuhan NKRI.

Berikut saya sampaikan resensi ceramah dan diskusi bersama beliau terkait fenomena ISIS yang sangat jelas dan begitu rinci. Paparan beliau mencakup tinjauan historis-sosiologis, tantangan-tantangan kedepan, dan analisa tajam serta rekomendasi-rekomendasi terkait upaya pencegahan ISIS dan gerakan radikalisme di Indonesia.

Rilis Resensi Ceramah/Presentasi Prof. Dr. Alwi Shihab

Tema: ISIS dan Ancaman Ideologi Transnasional terhadap Keutuhan NKRI

Sejak Indonesia diproklamirkan sebagai suatu bangsa yang merdeka, semua pemuka agama bersepakat menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa, dimana tidak ada suatu agama atau komunitas agama yang bisa memaksakan kehendaknya kepada agama lain. Artinya sekecil apapun minoritas, mereka tidak boleh merasa sebagai warga negara kelas dua. Semuanya sama dan setara.

Pernah tercetus ada sekelompok kecil komunitas islam ingin mendirikan negara islam, tapi hal itu tidak terwujud karena telah ada kesepakatan semua pemuka agama dan tokoh politik bahwa negara kita adalah bukan negara agama, dan juga bukan negara sekulerisme, tapi negara pancasila dimana semangat keagamaan ada didalamnya. Dimana kerukunan serta persatuan bangsa adalah bagian penting dalam tatanan negara kita.

Tantangan-tantangan masa sekarang adalah munculnya kelompok-kelompok radikal, bukan saja di Indonesia tapi di seluruh dunia. Radikalisme ini bukan monopoli suatu negara. Di Amerika pernah ada Waco Texas, di Irlandia ada konflik antara katholik dan protestan, di Israel menteri Rabin dibunuh oleh kelompok radikal, dan lain sebagainya. Jadi radikalisme ada dimana-mana, dan banyak sebab munculnya radikalisme ini.

Di kelompok Islam penyebab radikalisme ada dua hal. Pertama adalah ideologi; dan yang kedua adalah realita politik.

- Realita Politik

Negara-negara yang beragama islam merasa mendapatkan tekanan dari pihak-pihak barat. Realita politik yang dirasakan oleh banyak kelompok radikal adalah Amerika dan Israel bersama-sama tidak mengupayakan sedemikian rupa sehingga perdamaian bisa tercapai. Karena itu kelompok radikal selalu menunjuk ke barat sebagai kelompok yg memusuhi islam. Kelompok ini merasa islam masih mengalami kehidupan yang marginal di dunia ini, dan tidak mendapatkan perhatian, malah mendapat pressure dari barat sehingga radikalisme tumbuh. Lalu menjadikan Israel, Barat, Amerika sebagai kambing hitam atas apa yang terjadi di negara-negara islam. Jadi radikalisme ini tumbuh subur akibat realita politik, dan terlebih lagi apabila ditopang oleh ideologi.

- Ideologi

Pada perang salib pada abad 11 hubungan antara islam-kristen tidak harmonis, mereka saling perang dan bunuh membunuh. Setelah perang salib dan setelah runtuhnya Baghdag pada abad ke-12, ada kelompok dari cendekiawan islam yang berusaha merefleksikan keadaan umat islam. Tokoh sentral dalam reformasi ideologi dan puritanisme dalam islam tersebut adalah Ibnu Taimiyah (IT).

IT melihat keadaan islam pada abad 12 porak poranda dan berusaha untuk merefleksikan dan memetakan keadaan bahwa islam pernah berjaya sampai India, Spanyol dlsb. Hanya dalam waktu 100 tahun islam sudah mengalahkan teritori romawi dan persia. Namun kenapa abad ke-12 terpuruk? Ibnu Taimiyah menyimpulkan bahwa keadaan umat islam pada masa itu dibandingkan masa sebelumnya, penerapan ajarannya tidak sesuai.

Oleh karena itu menurut IT, ajaran islam harus dimurnikan kembali ke orisinalitasnya yang tidak terpengaruh budaya luar dan tidak terkontaminasi oleh ajaran lain. Menurut IT, ajaran islam tetap, tapi pemahamannnya yang berbeda dari waktu ke waktu.

Sebagai pembanding, dalam paparannya Prof Alwi juga menjelaskan bahwa usaha pemurnian agama atau puritanisme tidak hanya di islam, di kristen juga ada. Misalnya adanya pemurnian agama yang ditujukan terhadap kelompok Mormon di masa lalu yang mengatakan ada wahyu melalui Joseph Smith.

Kembali ke Ibn Taimiyah (IT), Ada 4 hal menurut IT agar islam tetap murni:

1. Islam tidak boleh terkontaminasi oleh filsafat.

Karena menurut IT, filsafat dimulai dengan pertanyaan, sedangkan agama dimulai dari keyakinan. Sehingga dikuatirkan kalau bertanya terus, seseorang yang tadinya percaya akan goyah kepercayaannya. Selain itu menurut IT, filsafat adalah kebudayaan Yunani. Pemahaman islam tidak boleh terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran philosopis.

2. Sufisme (Tasawwuf dan Tarekat)

Hal ini dianggap sebagai infiltrasi dari kebudayaan dan kepercayaan hindu dan budha. Meditasi menyendiri dan hubungan langsung dengan Tuhan.

3. Syiah

Syaih dianggap mengganggu kemurnian islam. Dan terjadi friksi dalam pemerintahan islam antara khalifah Ali dan Muawiyah Gubernur Irak-Syam.

4. Komunitas Kristen

Hal ini dianggap tidak asli sehingga jangan mendekat supaya ajarannya murni/puritan. IT kuatir jika umat islam berhubungan dengan umat kristen bisa-bisa menganggap Muhammad juga anak Tuhan.

Menurut Ibnu Taimiyah (IT), empat hal ini harus dibersihkan dari komunitas islam.

Kemudian pada abad 18 ada tokoh agama bernama Muhammad bin Abdul Wahab, yang dikenal dengan kelompok Wahabi. Muh bin Abdul Wahab mengadopsi pandangan Ibnu Taimiyah sebagai ajaran yang perlu disebarluaskan agar tidak terkontaminasi oleh ajaran dari luar. Itu sebabnya pendidikan seperti kedokteran, engineering dll dimajukan di Saudi Arabia. Tapi tidak ada fakultas/jurusan philosophy, apalagi mengajar tasawwuf. Dan terhadap umat kristen sedikit dimarginalkan, bukan karena masalah benci tapi karena takut terkontaminasi. Sementara syiah jadi musuh besar karena dianggap mengganggu kemurnian islam.

Masuk ke ISIS, ISIS adalah kombinasi dari ideologi puritan yang menjadi sangat radikal dan realitas politik yang ada. Ini yang harus dibendung menurut Prof. Alwi Shihab.

Ketika Mekkah dan Madinah dikuasai oleh Wahab dan House of Saud, semua kelompok yang mengajarkan selain Wahabism diusir, dibunuh dan dipenjara. Hasyim Ashari kakek Gus Dur dulu sekolah di Mekkah dan Madinah. Mendengar bahwa guru-guru disana diusir dan dibunuh, beliau mengumpulkan kyai-kyai dan mendirikan NU. NU ini didirikan sebagai reaksi dan sikap protes atas keadaan politik dan keagamaan kelompok Wahab yang ingin memurnikan islam dan mengusir serta membunuh kelompok-kelompok diluar mereka.

ISIS adalah kelompok wahabi juga tetapi yang keras dan super-radikal, yang memaksakan kehendak serta menggunakan kekerasan dalam upaya mencanangkan ajarannya.

Prof Alwi mengingatkan bahwa wahabi secara ideologi adalah bagian dari Islam dan bisa di terima oleh komunitas islam selama mereka dapat menerima perbedaan pemahaman. Yang menganggu adalah mereka yang wahabi radikal yang mengkafirkan kelompok islam yang di luar kelompok mereka dan yang sekarang di kenal sebagai kelompok wahabi/salafi takfiri yang sejalan dengan kelompok ISIS.

Pertanyaannya, kenapa Saudi sekarang tidak merestui ISIS padahal ideologi dasarnya mereka sama , Saudi adalah wahabi dan ISIS adalah Wahabi/Salafi Takfiri? Karena ISIS punya prinsip untuk kembali ke zaman nabi. Hal ini dianggap mengancam kedaulatan House of Saud. Kalau kembali ke zaman nabi maka kerajaan tidak boleh ada, karena kerajaan itu baru ada setelah pertempuran khalifah ke-4 dan Gubernur yang memberontak. Sedangkan di Saudi dan Emirate, turun temurun adalah kerajaan. Sehingga ISIS ini adalah ”unintended consequence” dari suatu doktrin yang pada dasarnya ingin memurnikan agama, tapi kalau mau konsekuen maka kerajaan tidak boleh ada. Untuk itu ISIS harus dihentikan perjalanannya oleh mereka. Karena kalau ISIS berkuasa, ia akan mengganggu kedaulatan kerajaan (saudi). Oleh karena itu Ikhwanul Muslimin dan Wahabi radikal yang ada di mesir diperangi oleh Saudi Arabia. Itu sebabnya mengapa mereka mendukung militer dan mengabaikan proses demokrasi terhadap kelompok IM meski ideologi mereka sama.

Disisi lain masyarakat tidak siap dengan ideologi kelompok-kelompok wahabi ini. Rakyatnya tidak siap dengan pemaksaan kehendak. Pada umumnya di Mesir ada filsafat, tasawwuf, dan syiah diajarkan. Akan tetapi bagi kelompok wahabi ini adalah hal yang berseberangan. Sehingga ketika kelompok wahabi berkuasa yang pertama ia lakukan adalah menjatuhkan posisi Syeik Azhar oleh ulama dari mereka. Ini kemudian menjadikan rakyat merasa tidak sesuai dengan kehendaknya.

Menurut Prof Alwi, ini juga yang terjadi di Indonesia. Siapapun tidak bisa menerima ideologi ISIS. karena:

1. Kita punya ideologi bernegara pancasila tentang kerukunan. Sementara ISIS tidak bisa ada kerukunan. Kelompok yang lain dari mereka dituding kafir, kalau perlu dibunuh. Syiah dan Sunni yang Islam saja dibunuh bila dianggap tidak sejalan dengan mereka,apa lagi non-muslim.

2. Konsep khilafah artinya loyalitas kepada pemimpin diluar Indonesia.

3. ISIS akan menimbulkan ketegangan antar komunitas agama yang beragam.

Menurut Prof Alwi, ISIS terlalu jauh dalam menerapkan ideologi mereka. Kita bisa tidak sepaham dengan ideologi lain tapi tidak berarti harus membunuh kelompok tersebut. Kita bisa berdampingan satu samalain karena islam mengajarkan demikian. Nabi menciptakan pemerintahan di Medinah dan mengundang semua kelompok yahudi-kristen untuk bersama-sama membangun kota itu tanpa mempermasalahkan apa agama kamu dan apa agamaku. Akan tetapi mari kita membangun bersama-sama. Ini sebenarnya adalah semangat pancasila. Maka itu dalan Alquran dikatakan Lakum dinukum Waliyadin.

Masih menurut Prof Alwi, tidak ada satu kelompokpun yang diberikan mandat oleh Tuhan untuk menjadi ”Acting God” bahwa kalian orang sesat untuk itu harus saya bunuh. Hanya Tuhan yang bisa mengatakan demikian. Inilah akal sehat yang tidak bisa menerima ISIS dalam kehidupan kita sekarang ini.

Prof Alwi mengatakan terkait fenomena ISIS ini, hari ini namanya ISIS besok hari bisa jadi muncul nama lain lagi, tapi dengan ideologi yang sama. Oleh karena itu, ideologi harus di-counter dengan ideologi, dan Pancasila harus dijaga. Jadi jangan hanya mengejar ’produknya’ (ISIS dan kelompok radikal), selama ’pabriknya’ (doktrin/ideologi) masih ada, pabrik ini akan ’berproduksi’ terus. Prof Alwi juga berharap agar pemerintah memperhatikan hal ini, ancaman ideologi ini berbahaya bagi keutuhan NKRI.

14107026591368097012
14107026591368097012
14107030231301473436
14107030231301473436

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun