Semakin hari berlalu semakin dekatlah waktu pelaksanaan hajatan besar demokrasi di Indonesia, Pemilihan Umum alias pemilu. Partai-partai kontestan pemilu semakin giat bekerja untuk meraih simpati rakyat agar sudi memilih mereka saat pemilu dilaksanakan. Bahkan partai-partai itu terlihat seolah-olah ‘gelap mata’ dan bersedia melakukan ‘apa saja’ asalkan mendapatkan suara terbanyak pada pemilu nanti.
Pada titik ini terlihat sekali betapa memprihatinkannya partai Islam. Demi meraih suara terbanya, agar banyak yang nyoblos, partai-partai Islam melakukan apa saja, termasuk melakukan hal-hal yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan terlarang untuk dilakukan oleh sebuah partai Islam.
Pendirian sebuah partai di dalam Islam memiliki sebuah landasan syar’i, yakni surat Ali Imran ayat 104. Di dalam ayat itu dijelaskan bahwa wajiblah ada sekelompok orang di tengah-tengah umat Islam yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Sekelompok orang itulah yang dimaksud dengan organisasi-organisasi dan partai-partai Islam. Dari ayat ini jelas sekali bahwa tugas mulia partai Islam adalah amar makruf nahi munkar (menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar) itu saja. Dengan amat jelas pula bisa kita maknai bahwa menyuruh kepada yang makruf (kebaikan) itu adalah menyeru kepada Islam. Dan mencegah dari yang munkar itu adalah mencegah dari segala sesuatu yang dilarang oleh Islam. Sebab segala yang dilarang oleh Islam itu adalah munkar. Dari sini pun jelas pula bahwa orang kafir itu tidak mungkin melakukan amar makruf nahi munkar. Dengan kata lain amar makruf nahi munkar hanya bisa dilakukan oleh seorang muslim. Jelaslah bahwa orang kafir tidak boleh masuk ke dalam tubuh sebuah partai Islam.
Sayangnya, hanya demi meraih perolehan suara terbesar, partai Islam ramai-ramai menjadi partai terbuka dan membiarkan orang-orang kafir bergabung ke dalamnya. Partai-partai Islam itu mengusung orang-orang kafir sebagai caleg. Mereka mengatakan bahwa hal itu dilakukan sekadar sebagai strategi. Padahal tidak boleh ada strategi yang melanggar aturan Allah dan RasulNya.
Untuk menarik simpati non-muslim pun partai-partai Islam ramai-ramai mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir. Padahal mengucapkan selamat berarti mengakui kesesatan agama-agama orang kafir itu. Memprihatinkan sekali. Demi perolehan suara, partai-partai Islam telah menggadaikan segala-galanya, bahkan Islam itu sendiri. Tindakan seperti inilah yang disebut menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.
Partai-partai Islam itu mengira bahwa dengan cara-cara seperti itu mereka bakal menang. Padahal mereka tidak akan pernah menang. Allah sendiri yang telah menyatakan di dalam Quran, “Padahal ‘izzah itu hanyalah bagi Allah, RasulNya, dan bagi orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik tidaklah mengetahui,” (Al-Munafiqun ayat 8). Izzah atau kemuliaan dan kemenangan itu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang berpegangteguh kepada Islam. Kalau partai-partai Islam menggadaikan Islam, mereka tidak akan pernah menang. Atau benarkah mereka itu partai Islam? Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H