Mohon tunggu...
izatul laela
izatul laela Mohon Tunggu... Guru - Seorang Kepala Sekolah di SDN Karangsono Wonorejo Kab. Pasuruan Propinsi Jawa Timur,.

Seorang Kepala Sekolah di SDN Karangsono Kecamatan Wonorejo KAb. Pasuruan Propinsi Jawa Timur, seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang putri dan 1 orang putra, hoby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying di Sekolah Tanggung Jawab Siapa?

6 November 2024   11:11 Diperbarui: 6 November 2024   11:28 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lesserlawfirm.com

Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang dan disengaja dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi orang lain. Tindakan ini bisa dilakukan secara fisik, verbal, atau sosial, dan seringkali ditujukan pada individu yang dianggap lebih lemah atau berbeda.

Bullying, atau perundungan, bukanlah fenomena modern. Perilaku ini telah ada sejak zaman manusia purba. Meskipun istilah "bullying" baru populer belakangan, tindakan agresif, intimidasi, dan pengucilan telah menjadi bagian dari interaksi sosial manusia selama ribuan tahun.

Konsep "survival of the fittest" atau "hukum rimba" yang berlaku di masa lalu seringkali melibatkan tindakan agresif untuk menguasai sumber daya dan wilayah. Individu yang lebih lemah sering menjadi sasaran serangan kelompok yang lebih kuat.

Di berbagai peradaban kuno, seperti Romawi dan Yunani, bullying sering terjadi di kalangan anak-anak dan remaja. Tindakan seperti mengejek, mengucilkan, dan kekerasan fisik sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Meskipun istilahnya berbeda, bentuk-bentuk bullying di masa lalu tidak jauh berbeda dengan yang kita kenal sekarang.

Berikut ini hasil survey yang dilakukan penulis pada bulan Oktober 2024 di lembaga sekolah dasar baik negeri maupun swasta se kecamatan Wonorejo.

Responden yang berjumlah 30 orang terdiri dari kepala sekolah (50%), guru kelas (38,7%), sisanya sebesar 11,3% guru mata pelajaran PAI dan PJOK.

Dari 30 responden terdapat 80% yang pernah menerima laporan atau mengetahui adanya kasus bullying yang melibatkan siswa, sebanyak 20% tidak menerima laporan. Artinya kasus bullying masih terjadi di sekolah. Bersyukurnya, di kecamatan Wonorejo khususnya lembaga sekolah dasar kasus bullying jarang terjadi, yaitu kurang dari 1 kali dalam 1 bulan dijawab oleh 90% responden. Terdapat 10% yang menjawab sering terjadi bullying yaitu 1 kali dalam 1 bulan.

Bullying memiliki berbagai bentuk yang dapat dilakukan secara fisik, verbal, sosial, atau bahkan melalui dunia maya. Dari 30 responden menjawab bahwa bentuk bullying yang sering terjadi adalah verbal (hinaan, ejekan, ancaman) sebesar 96,7%, sisanya menjawab terjadi bullying fisik (memukul, menendang, mendorong) sebesar 13,3% dan bullying non verbal (menghindari, mengucilkan, merusak barang) sebesar 3,3%.

Adapun pihak yang terlibat dalam kasus bullying bisa berasal dari antar siswa sekelas (83,3%), siswa dari kelas lain yaitu dari kelas atas kepada kelas rendah (33,3%), guru terhadap siswa (13,3%) dan siswa terhadap guru (3,3%).

Bullying atau perundungan di kalangan siswa sekolah dasar (SD) merupakan masalah yang serius dan perlu mendapat perhatian lebih. Anak-anak di usia SD sedang dalam tahap perkembangan sosial dan emosional yang sangat penting. Bullying dapat memberikan dampak negatif yang signifikan pada perkembangan mereka.

Bentuk bullying di SD seringkali lebih sederhana dibandingkan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, namun tidak kalah merusak. Apalagi dampak jangka panjang bagi anak, oleh karenanya perlu diketahui apa penyebab terjadinya bullying di kalangan anak-anak SD.

Dari jawaban responden, penulis merangkum penyebab terjadinya bullying di kalangan anak-anak SD kecamatan Wonorejo terdapat 53,3% yang menjawab karena adanya perbedaan fisik atau penampilan. Adanya perbedaan latar belakang social dan ekonomi dijawab oleh 26,7%, demikian juga pengaruh media social dijawab oleh 26,7%. Sebanyak 20% menjawab karena masalah keluarga, kurangnya pengawasan dari guru dan orang tua sebanyak 13,3%, sisanya sebesar 10% menjawab karena factor lainnya (contoh yang buruk dari lingkungan).

Beberapa upaya pencegahan bullying anak di lembaga SD kecamatan Wonorejo antara lain melakukan sosialisasi tentang bullying dijawab oleh 96,7%, mengadakan kegiatan positif untuk siswa sebanyak 70%, memberikan konseling kepada siswa yang terlibat sebanyak 66,7%, melakukan kerjasama dengan orang tua siswa sebanyak 56,7%, pemberian hukuman bagi pelaku bullying sebesar 20% dan sisanya 3,3% menjawab adanya upaya lainnya (program pengembangan karakter bertujuan untuk mengembangkan empati, rasa hormat, dan tanggung jawab pada siswa).

Menurut responden ada yang masih kurang dalam upaya pencegahan dan penanganan bullying di sekolah antara lain kurangnya pemahaman tentang bullying baik dari kalangan siswa maupun guru, perlu melibatkan pihak kepolisian (polsek), koramil, Babinsa, kurang maksimalnya TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) yang sudah dibentuk oleh tiap lembaga, kurang maksimalnya kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa, kurang maksimalnya pengawasan orang tua terhadap anaknya,

Solusi yang diusulkan responden untuk mengatasi masalah bullying di sekolah secara lebih efektif antara lain melaksanakan program edukasi yang melibatkan semua pihak (siswa, guru, orang tua) untuk memahami apa itu bullying, dampaknya, dan cara mencegahnya. 

menanamkan nilai-nilai positif seperti empati, toleransi, dan saling menghormati sejak dini, membuat kebijakan yang jelas dan tegas terkait bullying serta konsekuensinya, meningkatkan pengawasan di area sekolah, terutama di tempat-tempat yang sering menjadi lokasi bullying, guru dan tenaga kependidikan harus menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan perilaku yang positif dan menghormati satu sama lain, membangun komunikasi yang baik dengan orang tua untuk memantau perkembangan anak dan mendeteksi tanda-tanda bullying sedini mungkin, melaksanakan program yang bertujuan untuk mengembangkan empati, rasa hormat, dan tanggung jawab pada siswa, menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang positif untuk menyalurkan minat dan bakat siswa.

Yang tak kalah pentingnya adalah memaksimalkan TPPK pada masing-masing lembaga. Karena TPPK dibentuk adalah untuk

  • Mencegah terjadinya kekerasan: Melalui berbagai program edukasi, sosialisasi, dan kegiatan yang melibatkan seluruh komponen sekolah.
  • Menangani kasus kekerasan: Jika terjadi kasus kekerasan, TPPK akan melakukan investigasi, memberikan bantuan kepada korban, dan mengambil tindakan terhadap pelaku.
  • Membuat lingkungan sekolah yang aman dan nyaman: Dengan adanya TPPK, diharapkan sekolah menjadi tempat yang aman bagi semua siswa untuk belajar dan berkembang.

Demikian hasil survey tentang bullying di lembaga sekolah dasar baik negeri maupun swasta di kecamatan Wonorejo. Semoga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pencegahan serta penanganan kasus bullying baik di kecamatan Wonorejo maupun di tempat lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun